Opini
Quo Vadis Pasal 57 dan 60 UUPA
POLEMIK tentang pencabutan Pasal 57 dan 60 ayat (1), (2), dan (4) UU No.11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh
Apa yang berubah?
Apabila kita baca isi Pasal 57 dan 60 UUPA, kedua pasal tersebut pada dasarnya mengatur masa kerja dan jumlah anggota KIP dan Panwaslih Aceh serta kabupaten/kota. Khusus Pasal 60 ayat (3) turut pula mengatur metode/lembaga pengusul Panwaslih yaitu DPRA dan DPRK yang tidak dihapus, dengan kata lain tetap dipertahankan oleh DPR RI selaku pembuat UU. Lalu, apa yang berubah dengan dicabutnya Pasal 57 dan 60 UUPA tersebut? (Lihat tabel, red).
Menurut hemat penulis, sebenarnya bila Pasal 57 dan 60 ayat (1), (2), dan (4) tidak dicabut, maka Panwaslih Provinsi dan Kabupaten/Kota di Aceh tetap bersifat ad hoc, hanya bekerja mengawasi Pilkada saja, bahkan pada saat Pilkada akan terjadi dualisme lembaga pengawas yaitu Bawaslu dan Panwaslih.
Parahnya lagi, dualisme lembaga pengawas yang di Pilkada lalu terjadi hanya di tingkat provinsi saja, ke depan akan terduplikasi ke level kabupaten/kota disebabkan berdasarkan UU No.7 Tahun 2017 tersebut lembaga pengawas kabupaten/kota ditingkatkan statusnya menjadi permanen.
Kemudian apabila dua pasal tersebut dicabut, maka kekurangan yang terjadi hanya pada jumlah anggota KIP saja, karena dengan menggunakan rumus jumlah penduduk + luas geografis x wilayah administratif, jumlah anggota KIP Aceh sekarang ini menjadi 5 orang. Sementara jumlah anggota KIP Kabupaten/Kota menjadi 3 orang, kecuali di Pidie, Aceh Timur, dan Aceh Utara karena jumlah penduduk dan wilayahnya yang terhitung cukup besar.
Apabila kita menggunakan logika bahwa kekhususan seharusnya menjadi keuntungan atau kelebihan, maka pencabutan Pasal 57 dan 60 tersebut sebenarnya memberikan keuntungan kepada daerah seperti yang telah diuraikan di atas. Terlebih lagi pernah dimuat di satu media online bahwa mempermanenkan dan menyatukan lembaga pengawas pemilu di Aceh merupakan usulan Komisi I DPRA kepada Pansus RUU Pemilu DPR RI beberapa waktu lalu, terkait konflik pengawasan pilkada.
Dengan demikian, sedikit banyak telah ada diskusi yang berarti tidak terlalu mencederai Pasal 8 ayat (2) UUPA yang mensyaratkan adanya konsultasi dan pertimbangan DPRA. Namun apabila memang harus digugat, maka penulis menyarankan untuk menggugat pencabutan Pasal 57 ayat (1) saja, sehingga jumlah anggota KIP tetap maksimal. Demikian mudah-mudahan dapat menjadi masukan dan menjadi pencerahan untuk kita semua. Wallahu a’lam bissawab.
* Indra Milwady, S.Sos., Komisioner Komisi Independen Pemilihan (KIP) Kota Banda Aceh. Email: indramilwady@yahoo.com