Istilah Pelakor Makin Viral, Begini Pendapat Peneliti Linguistik
Ini sebutan bagi perempuan yang dianggap bertanggung jawab merusak hubungan pernikahan sepasang suami istri
Sang laki-laki bukanlah barang yang dicuri. Ia sama-sama bertanggung jawab dalam situasi ini dan seharusnya secara linguistik dan retorik tidak dihilangkan dalam narasi.
Maka, jika kita masih perlu memberi label pada perempuan yang melakukan perselingkuhan dengan laki-laki yang sudah memiliki pasangan dengan istilah pelakor, marilah kita gunakan bersama-sama dengan “letise” (lelaki tidak setia) karena kedua pihak berkolaborasi dalam perselingkuhan.
Baca: Mengejutkan! Gadis ini Pergoki Ayahnya Sekamar dengan Selingkuhan, Si Pelakor Lari Terbirit-birit
Mari gunakan istilah pelakor dan letise bersama-sama, jika di antara kita berkukuh untuk memberi label.
Sebenarnya “Wanita Idaman Lain (WIL)” masih jauh lebih netral, yang secara pragmatik menyiratkan “kesertaan” lelaki dalam wacana perselingkuhan.
Pada titik itu, saya mempertanyakan kecenderungan kita untuk menghakimi masalah pribadi orang lain ketika kita hanya memiliki informasi yang terbatas mengenai kasus tersebut dan orang-orang yang terlibat.
Baca: Siswi SMA Ini Bangga Dicap Jadi Pelakor, Akhirnya Dikeluarkan dari Sekolah
Bisa jadi alasan hadirnya istilah pelakor hanya karena beberapa dari kita merasakan kebutuhan yang kuat untuk menghakimi orang lain, dan secara tidak adil pula.(*)
*Nelly Martin (Visiting scholar, Auckland University of Technology Artikel ini pertama kali terbit di The Conversation)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Apa Kata Ahli Linguistik soal "Pelakor"?", http://sains.kompas.com/read/2018/02/24/200600523/apa-kata-ahli-linguistik-soal-pelakor-.