Opini
Korupsi dan Kejahatan Berencana
ADA beberapa macam kategori delik, namun tulisan ini akan fokus pada delik berencana saja
Oleh Fitriani dan A. Hamid Sarong
ADA beberapa macam kategori delik, namun tulisan ini akan fokus pada delik berencana saja. Delik yang direncanakan apabila terbukti di persidangan, maka akan dikualifikasikan ke dalam delik berencana. Delik berencana akan mendapat pemberatan hukum. Pemberatan hukum itu atas dasar pertimbangan hakim yang dapat dikualifikasi ke dalam delik yang direncanakan. Hakim tidak boleh menerapkan hukum atas dasar bah beujra. Hakim tidak boleh memutuskan perkara atas dasar emosional dan kemarahan.
Perbuatan hukum yang dikategorikan ke dalam perbuatan jahat dapat dibagi atas: Pertama, kejahatan yang terpaksa dilakukan; Kedua, kejahatan secara kebetulan; Ketiga, kejahatan karena ada kesempatan; Keempat, kejahatan yang direncanakan, dan; Kelima, kejahatan yang direncanakan dan dipersiapkan. Kejahatan yang direncanakan dan dipersiapkan inilah yang di dalamnya terdapat kejahatan korupsi.
Banyak negara memasukkan kejahatan korupsi ke dalam kejahatan kemanusiaan, yang termasuk juga sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Pengkajian terhadap delik ini harus dikembangkan lagi. Delik ini termasuk ke dalam kategori delik formil. Delik yang harus dikawal jauh-jauh sebelumnya, tidak boleh menunggu akibat hukum, adanya kerugian, atau memperkaya diri sendiri atau orang lain terlebih dulu.
Banyak ahli menyebutkan bahwa suatu hukum terdiri dari tiga komponen, yaitu substansi hukum, struktur hukum, dan budaya hukum. Dalam penegakan hukum korupsi di Indonesia, ketiga komponen ini sangat lemah. Ketika ilmuwan hukum memperbaiki masalah antikorupsi, tampaknya pekerjaan itu dilakukan dengan cara tambal sulam. Hal ini telah menyebabkan hukum seakan-akan tidak berperan dalam menanggulangi kejahatan korupsi. Pengkajian hukum ditinggalkan. Para ahli hukum lebih mengutamakan strategi dan politik.
Substansi hukum antikorupsi di Indonesia telah dirancang dan diterapkan sejak 1971, yaitu berdasarkan UU No.3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Korupsi adalah kumpulan kejahatan yang telah ada dalam substansi hukum sebelumnya, baik di dalam masyarakat maupun peraturan perundang-undangan. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengenal: 1) Pencurian; 2) Penggelapan; 3) Penadahan; 4) Penipuan.
Ketika unsur-unsur dari kejahatan tersebut dianggap tidak cukup memadai, maka disusunlah suatu konsep baru tentang kejahatan itu yang disebut dengan korupsi. Padahal rekayasa unsur kejahatan baru itu juga menjadi bagian dari usaha untuk memudahkan korupsi, atau mempersempit korupsi.
Kejahatan berencana
Secara moral, semua manusia mengetahui bahwa korupsi itu tidak baik. Justru itu korupsi diberi nama dengan kejahatan berencana. Siapa yang tidak mengetahui bahwa harta yang banyak pada akhirnya tidak bermanfaat sedikit pun bagi orang yang bersangkutan. Agama-agama yang mengikutsertakan pembekalan kehidupan sesudah kematian pun mengetahui bahwa harta itu hanya simbol belaka. Seharusnya simbol-simbol itu mengangkat martabat pemilik simbol.
Banyak filosof hukum memberi nasihat kepada masyarakat agar hukum itu berlandaskan pada moral. Ajaran agama Islam malah jauh lebih sistematis dalam membingkai ajaran hukumnya. Islam mengajarkan bahwa ajaran agama Islam terdiri dari akidah, syariah, dan akhlak. Ketiga komponen ini harus diisi penuh oleh pemeluk agama Islam. Ketika umat Islam berada pada ajaran yang penuh seperti disebutkan, maka hukum-hukum yang dibuat akan berjalan dengan baik.
Apakah umat Islam mengetahui hukum dan percaya secara keimanan bahwa Tuhan melihat tingkah-laku manusia. Termasuk tingkah-laku melakukan korupsi. Ketika umat Islam menganggap bahwa ini tidak ada hubungan dengan agama, maka pada tataran inilah pencegahan korupsi itu gagal. Negara-negara muslim terus-menerus memperkuat hukum dalam arti syariah, mereka telah melupakan tataran akidah dan akhlak. Ketika hukum melepaskan diri dari akhlak moral yang merupakan bagian dari kepercayaan, maka pada saat itu hukum akan gagal.
Masyarakat dunia terus-menerus menyeru dengan rumus antikorupsi, yaitu: Pertama, pelaku korupsi diganjar hukuman berat yang membuatnya jera; Kedua, difungsikannya penjagaan ketat dari institusi penegak hukum, dan; Ketiga, menutup peluang kejahatan berencana. Ketiga usaha tersebut tampaknya sia-sia seperti adanya rencana untuk membenarkan proses korupsi. Usaha-usaha tersebut tampaknya agar korupsi itu lebih soft. Usaha-usaha tersebut bukan untuk mencegah korupsi.
Pernah ada ungkapan, keburukan yang terorganisir, akan lebih unggul dari pada kebaikan yang berserakan. Korupsi terjalin erat dan saling mendukung dengan kejahatan lain. Korupsi satu modus umum yang dipraktikkan organisasi berbadan hukum legal, tetapi melakukan banyak kegiatan ilegal, antara lain monopoli/oligopoli, penghindaran pajak, perdagangan manusia (terutama prostitusi dan perdagangan tenaga kerja), peredaran narkoba, penyelundupan, perjudian, perdagangan miras, pemerasan, bank/gadai gelap, pencucian uang, penggelapan aset sengketa, dan perlindungan keagamaan tidak resmi.
Korupsi tidak cukup hanya dengan mengambil tindakan secara kagetan. Perlakuan korupsi adalah hasil perenungan yang matang dan kemudian direncanakan dan diwujudkan. Rencana itu juga dengan beberapa pilihan. Plan yang berbeda-beda. Ketika suatu plan mengalami kegagalan, maka plan yang lain akan muncul. Terlalu “bodoh” seseorang ketika yang bersangkutan gagal melakukan korupsi.
Sudah membudaya
Korupsi berencana sebagai satu istilah telah memasyarakat. Ada bagian-bagian dari korupsi yang sudah menjadi budaya. Ketika seseorang tidak melakukan korupsi, sementara korupsi terbuka lebar untuk dia, maka disebut sebagai sebuah kebodohan. Dalam berbagai aktivitas rekayasa kejahatan terbiasa mempengaruhinya, menyuap atau memelihara bodyguard, aparat penegak hukum, politisi, pejabat pembuat regulasi, pemuka masyarakat dan organisasi masa untuk melancarkan dan menyamarkan operasinya. Mereka menggunakan pola dan teknik canggih untuk melakukan operasi ilegal, termasuk berkerja sama dengan sindikat yang lebih luas.
Indonesia berpeluang besar dalam memerangi kejahatan berencana tersebut. Peluang itu dapat dimanfaatkan atau dibiarkan, karena penanggung jawabnya adalah bagian dari rencana itu. Peraturan demi peraturan terus dibuat untuk menangkal aneka jenis kejahatan berencana yang telah berkembang demikian canggih, sistem hukum Indonesia tak mencukupi dan tak lengkap mengatasi aneka bentuk kejahatan kerah putih, korupsi.