KUPI BEUNGOH
Refleksi 20 Tahun Damai Aceh: Menanti Peran Anak Syuhada Menjaga Damai Aceh Lewat Ketahanan Pangan
Refleksi 20 Tahun Damai Aceh: Menanti Peran Anak Syuhada Menjaga Damai Aceh Lewat Ketahanan Pangan
Oleh: Masady Manggeng*)
Sudah 20 tahun, perdamaian Aceh berlalu sejak penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Helsinki, Finlandia pada 15 Agustus 2005.
Sejak saat itu, suara senjata telah digantikan oleh suara pembangunan.
Namun damai sejati tidak hanya berarti senyapnya peluru—ia harus tercermin dalam keadilan ekonomi, pemulihan hak-hak dasar, dan pemberdayaan para pewaris sejarah perjuangan Aceh.
Salah satu langkah konkret yang patut menjadi fokus utama ke depan adalah pelibatan eks kombatan GAM dan anak-anak para syuhada konflik Aceh dalam menyukseskan program ketahanan pangan yang digagas Presiden Prabowo Subianto.
Apalagi Aceh memiliki lahan yang luas nan subur yang belum tergarap dengan maksimal.
Begitu juga dengan potensi laut yang melimpah, sebagai urat nadi kekuatan ketahanan pangan masa depan.
Anugerah ini harus benar-benar dimanfaatkan untuk kemakmuran jangka panjang.
Baca juga: Berharap Pusat Realisasikan Seluruh Butir MoU Helsinki
Mereka anak-anak syuhada bukan saja bagian dari masa lalu, tetapi juga bagian dari masa depan.
Eks kombatan GAM dan anak-anak syuhada korban konflik bukan hanya bagian dari sejarah, tapi simbol persatuan dan harapan baru Aceh.
Mereka akan berdiri digarda terdepan, tidak lagi mengangkat senjata, tetapi cangkul, bibit, dan mengarungi lautan — demi menjaga ketahanan pangan Aceh, demi masa depan yang lebih damai dan mandiri.
Anak-anak para syuhada adalah generasi penerus perjuangan yang telah kehilangan sosok orang tua mereka—sudah saatnya mereka diberi ruang untuk tumbuh sebagai pemimpin baru dalam dunia pertanian, peternakan, dan kewirausahaan desa.
Di Aceh, ribuan hektare lahan belum optimal dikelola, termasuk wilayah penyangga hutan yang dapat digunakan untuk tujuan pangan berkelanjutan.
Salah satu janji penting dalam implementasi damai Helsinki adalah peruntukan lahan bagi eks kombatan GAM. Namun hingga kini, banyak yang belum terealisasi.
Jika janji tersebut benar-benar diwujudkan, maka kita tidak hanya menanam padi dan jagung, tetapi juga menanam harapan, kepercayaan, dan rekonsiliasi sejati.
Semangat baru anak syuhada
Utang: Membangun Negeri atau Menyandera Masa Depan? |
![]() |
---|
Melihat Peluang dan Tantangan Potensi Migas Lepas Pantai Aceh |
![]() |
---|
Dua Dekade Damai, Rakyat Masih Menanti Keadilan Pengelolaan Sumber Daya Alam |
![]() |
---|
Kampung Haji Indonesia dan Wakaf Baitul Asyi |
![]() |
---|
80 Tahun Merdeka: Saatnya Mengingat Kembali Jantung Perjuangan dari Tanah Rencong |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.