Gagasan Era Soeharto Masih Menjadi Berkah Ganda Bagi Warga Desa Ini
Setelah melihat hasil panen yang cukup bagus, warga lainnya mulai ikut memelihara ikan dengan konsep mina padi
SERAMBINEWS.COM - Meski rezim Soeharto harus berhenti di tengah jalan akibat aksi mahasiswa.
Tapi masih ada warisannya yang sampai sekarang membawa berkah bagi warga desa.
Salah satunya di Desa Ponggok, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, lebih populer dengan wisata kolam air tawarnya, Umbul Ponggok.
Sebab, berbeda dari kebanyakan, para pengunjung dapat berswafoto dengan berbagai tema unik dalam kolam tersebut.
Baca: Warga Bacang Tangkap Seorang Pencuri Saat Bersembunyi di Kolam Ikan, Begini Nasib Pelaku

Aneka ikan hias air tawar yang ada di dalamnya, menjadi pemandangan seolah-olah berada di perairan bebas.
Tapi siapa sangka, bila desa mandiri ini lebih dahulu melakukan budidaya ikan nila sebelum membuka lokasi wisata.
Desa yang berada antara kaki Gunung Merapi dan Merbabu ini memiliki sumber air yang melimpah. Debit air yang dihasilkan oleh mata air di sana mencapai 735 liter per detik.
Warga desa pun memanfaatkan potensi ini dengan memelihara ikan. Berdasarkan penelusuran Kontan.co.id, warga Desa Ponggok sudah melakukan budidaya ini sejak 1980-an.
Baca: Saluran Irigasi di Desa Ini Bisa Pelihara Ikan dan Bersih, Wisatawan Berdatangan, Begini Caranya?
Namun, mereka tak membangun kolam-kolam ikan, pemeliharaan ikan dilakukan dengan konsep mina padi, yakni pemeliharaan ikan di lahan sawah.
Sistem mina padi merupakan gagasan pemerintah di zaman Presiden Soeharto. Konsep ini dikembangkan di Ponggok lantaran besarnya debit air di lokasi itu.
Lantaran ada peluang untuk mendapatkan manfaat ganda dari bertani dan memelihara ikan nila, petani menerapkan konsep ini.
Selain memanen beras, mereka juga bisa memanen ikan nila di sawahnya, sehingga pendapatannya berlipat. Konsep ini pun masih digunakan sampai sekarang.
Junaidi Mulyono, Kepala Desa Umbul Ponggok mengatakan bahwa dirinya adalah pioner pembudidaya ikan nila di Ponggok.
Baca: Mau Usaha tanpa Modal Besar, Coba Pelihara Ikan di Parit Seperti yang Dilakukan Orang Jepang
Setelah melihat hasil panen yang cukup bagus, warga lainnya mulai ikut memelihara ikan dengan konsep mina padi.
Kini, selain mina padi, sarana budidaya ikan yang digunakan mulai berkembang. Tidak lagi hanya menggunakan sistem mina padi tapi juga menggunakan aliran anak sungai.
Seperti Sugeng Raharjo bersama sejumlah warga lainnya menggunakan salah satu aliran sungai untuk membudidayakan ikan nila.
Dia bilang, saat ini ada sekitar 20 orang yang menggantungkan hidupnya dari perikanan model ini.
Bukan mengembangkan lahan perikanan sendiri, ke-20 orang itu mempunyai lahan bersama.
Baca: Petambak Blang Panyang Panen Udang Tiger
"Lahan yang kami gunakan jadi satu, seperti di aliran sungai," kata Sugeng. Lantas, mereka membeli bibit ikan secara patungan. Pemeliharaan ikan pun dilakukan secara bersama-sama.
Dalam sekali tebar ada tiga kuintal benih nila yang dia sebar dalam satu kolam. Nantinya, hasil panen bakal dijual ke Bumdes dan tengkulak dari luar desa.
"Yang pertama, kami arahkan dulu ke Bumdes karena kami ada kerjasama dengan mereka," jelas Sugeng.
Asal tahu saja, Bumdes juga membantu para petani dalam proses budidaya yaitu permodalan untuk benih dan pakan.
Nantinya, hasil panen petani bakal dibeli sesuai harga pasaran dan langsung dipotong untuk mengganti biaya pakan dan lainnya.
Baca: Gali Lubang Pondasi Kolam Ikan, Pekerja Temukan Dua Rangka Manusia
Seluruh petani tersebut dibagi dalam dua kelompok yaitu Pok Darwis dan Pok Dakan. Jika diukur, total lahan untuk memelihara ikan di sana disana mencapai sekitar 4 hektare.
Ada sekitar 20 orang yang menggantungkan hidupnya melalui sektor usaha perikanan ini.
Berhasil menjadi desa mandiri, membuat para warganya cukup mudah untuk menjalankan usaha. Melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), para pembudidaya ikan ini mendapatkan bantuan untuk modal pembelian benih dan pakan ikan.
Maklum saja, tingginya harga benih menyulitkan mereka melakukan ekspansi usaha.
Junaidi Mulyono, Kepala Desa Umbul Ponggok menyatakan bahwa hasil panen perikanan warga bakal digunakan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku produksi makanan olahan ikan. Produk olahan ikan tersebut dikerjakan oleh ibu-ibu PKK.
Baca: Budidaya Ikan Kerapu Aceh
"Bentuk produknya berupa kue kering yang dikemas sehingga dapat dijadikan oleh-oleh para wisatawan," ungkap dia beberapa waktu yang lalu.
Sugeng Raharjo, salah satu pembudidaya ikan nila di Desa Ponggok menjelaskan, sistem kerjasama yang dijalin dengan BUMDes adalah subsidi pembelian pakan dan benih.
Pembayaran sisa pinjaman modal dilakukan saat panen. Makanya, penjualan selalu diprioritaskan kepada BUMDes.
Hasil penjualan panen ikan tidak semata-mata hanya untuk pembudidaya dan BUMDes. Sekitar 10% dari hasil penjualan itu disumbangkan dalam kas Rukun Warga (RW).
Alasannya, sungai yang dipakai sebagai lahan perikanan merupakan milik RW setempat. Baru setelah itu, selebihnya dibagikan sesuai dengan porsi pembudidaya.
Baca: Mahasiswa FKP Perkenalkan Pola Budidaya Ikan
Sentra perikanan ini memang masih eksis hingga sekarang. Tapi, siapa sangka pada 1990-an usaha perikanan ini sempat hancur hingga mengakibatkan para pembudidayanya gulung tikar.
Makin banyaknya benih yang ditebar dalam anak sungai dan banyaknya ikan dewasa siap panen rupanya menimbulkan bau anyir yang cukup tajam.
Sontak hewan pemangsa seperti musang dan berang-berang pun mulai berdatangan.
Anggapan tidak berbahaya ternyata salah, makin lama ikan-ikan hasil ternak mereka mati dalam jumlah besar. Alhasil, mereka harus menanggung rugi.
"Untuk membasminya, kami menutup semua lubang tempat sembunyi berang-berang dengan semen sehingga mereka tidak bisa lagi makan ikan kami," katanya pada KONTAN, Rabu (8/3/2018).
Baca: Rawa Tripa Berpotensi Budidaya Ikan
Masa kejayaan perikanan berlangsung tahun 2000'an. Murahnya harga pakan ikan serta masih terbatasnya pembenih ikan nila membuat mereka menuai untung besar. Permintaan benih pun mulai berdatangan dari luar kota.
Saat itu, harga jual ikan dipasaran juga sedang bagus sehingga, para pembudidaya dapat mengantongi pendapatan yang cukup tinggi.
Sayangnya, kondisi ini tidak bertahan sampai sekarang. Harga pakan yang terus naik membuat kantong modal mereka terus menipis. Pasalnya, dalam sebulan dibutuhkan pakan minimal 30 karung.
Bila harga pasar sedang turun, mereka memilih untuk tidak memanen ikan, untuk menghindari kerugian. Ikan-ikan dewasa tersebut tetap dibiarkan dalam kolam dengan diberikan pakan.
Saat harga dianggap bagus, barulah ikan-ikan tersebut dipanen dan dijual ke BUMDes serta tengkulak.
Baca: Peringatan Maulid, 4 Ekor Ikan Bandeng yang Dilelang Ini Laku Seharga Rp 2 Miliar Lebih
Pakan dalam budidaya ikan nilah sangat penting. Selain pemberiannya harus selalu dikontrol, jenis pakannya pun tak bisa sembarangan.
Seperti para pembudidaya nila lainnya, petani ikan di Desa Ponggok, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah menggunakan pakan produksi pabrik. Oleh karena itu, harga jual pakan yang tinggi cukup menyulitkan mereka.
Anap Farikhin, pembudidaya lainnya mengatakan, tingginya harga pakan menjadi kendala para petani. Kebutuhan pakan yang tinggi, tidak jarang membuat modalnya kian menipis atau ludes sebelum masa panen.
"Nila itu makannya banyak, setiap tiga jam sekali atau lima kali sehari wajib diberikan pakan. Makin banyak makannya makin cepat besar dan segara dipanen," katanya.
Anap menambahkan bila dia masih menggunakan pakan pabrikan karena belum dapat memproduksi pakan apung secara mandiri.
Baca: Puluhan Ribu Bandeng dan Udang Lenyap Disapu Banjir
"Kalau pakai pakan tenggelam takutnya ikan belum sempat makan sudah jatuh ke tanah pakannya, nanti malah jadi racun," jelasnya.
Sementara, adanya anomali cuaca tak berpengaruh pada perkembangan ikan. Sebab, selama debit air mengalir cukup deras, kondisi ikan akan baik-baik saja.
Namun, aliran air memang harus benar-benar diperhatikan. Sebab, saat anomali cuaca ikan rentan sakit dan mati.
Anap memelihara nila di kolam seluas 3.200 m2. Dalam sekali panen, dia bisa mendapatkan 1,5 ton ikan.
Para petani pun tak bersaing. Mereka memilih saling bekerjasama menghasilkan nila berkualitas.
Baca: Jamil Meraup Rupiah dari Budidaya Lele di Pekarangan Rumah
"Persaingan itu adanya di pasar, harga jual yang tidak menentu," kata Sugeng, salah seorang petani ikan.
Tak hanya orangtua, anak-anak muda juga ikut menggeluti usaha ini. Hasil yang cukup menjanjikan menjadi pemikat bagi mereka.
Bahkan, kini, selain pembesaran ikan, para petani juga mulai belajar soal pembenihan. Tujuannya agar mereka tak perlu lagi membeli benih dari luar kota, seperti Bandung dan Tasik.
Pembenihan mandiri ini juga bisa memangkas biaya produksi. Anakannya pun diambil dari indukan terpilih sehingga menghasilkan benih berkualitas.
Dengan adanya cara budidaya serta manajemen yang baik, para petani berharap usaha budidaya nila ini dapat meningkatkan taraf ekonomi keluarganya.
Baca: Pria Ini Tangkap Ikan Lele Raksasa
Sekedar info, Anap mulai membudidayakan nila sejak tujuh tahun lalu karena tergiur dengan keuntungan yang didapatkan. Dia pun belajar secara otodidak untuk memulai usahanya tersebut.
Selain menjual hasil panen pada BUMDes, petani juga memasok ikan ke para tengkulak atau pemilik restoran yang datang langsung.
Sementara itu, petani nila yang lain, yakni Sugeng mengatakan tidak ada persaingan antar sesama petani ikan disana. Mereka saling membantu dan bertukar ide soal budidaya.(Tri Sulistiowati/Kontan.co.id)
Berita ini sudah tayang di Kontan.co.id: