Pilpres 2019
Abraham Samad Mencuat Lagi, Gelorakan Reformasi Putih dan Ungkap Keinginan Nyapres pada 2019
Selain dengan parpol tersebut, Abraham juga mengakui sudah berkomunikasi secara intensif dengan beberapa parpol.
Lanjut Abraham, menjadi Ketua KPK ibarat berada di atas menara dan melihat ke bawah, semua persoalan terpantau dari atas
"Persoalan A sampai Z kita tahu semua, karena kita tahu maka mengetahui juga cara keluar dari masalah. Itulah modal utama saya yang tidak dimiliki calon lain," kata dia.
Dengan posisi itu, Abraham menilai bahwa dirinya memiliki kemampuan membawa bangsa Indonesia keluar dari jeratan korupsi.
Gerakan Reformasi Putih
Kunjungan Abraham Samad ke Kota Manado sejak, Minggu (20/5/2018), dalam rangkaian peringatan 20 tahun perjalanan reformasi bangsa Indonesia.
Ketua KPK RI 2011-2015 merasa prihatin menyikapi 20 tahun perjalanan reformasi bangsa Indonesia.
Menurutnya, persoalan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) masih membelenggu bangsa.
"Padahal, tujuan utama reformasi 1998 adalah menghancurkan praktek KKN," kata dia.
(Baca: Dunia Usaha Terbanyak Kasus Korupsi)
(Baca: Kodam Hasanuddin: Anggota Polres Tidak Ditabrak Mobil Oknum TNI, Tapi Naik Sendiri ke Atas Mobil)
Abraham melontarkan gerakan Reformasi Putih untuk kembali meluruskan tujuan mulia gerakan reformasi.
Reformasi Putih adalah gerakan damai yang melibatkan seluruh elemen bangsa untuk melakukan perubahan secara menyeluruh dengan dijawai semangat persatuan dan kesatuan untuk mewujudkan Indonesia yang Maju dan Sejahtera.
Pokok-pokok pikiran Abraham Samad soal gerakan reformasi putih ini akan ia sampaikan di tiga kampus di Manado, yakni Universitas Negeri Manado, Universitas Sam Ratulangi, dan Politeknik Negeri Manado.
Abraham mengaku risau akan ihwal perjalanan 20 reformasi. Ia menilai masih maraknya praktek KKN karena bangsa ini tidak fokus.
"Kita seolah sibuk melakukan perubahan. Tapi, kita tidak tahu perubahan itu untuk siapa dan menjawab kebutuhan apa," katanya.
Menurut Abraham, reformasi birokrasi yang saat ini sedang digalakkan hanya dimaknai sebagai remunerasi alias naik gaji, tanpa perubahan yang berarti.
"Akhirnya, rakyatlah yang dikorbankan. Kualitas pelayanan publik rendah, pembangunan tidak merata. Di sisi lain ego sektoral semakin tinggi dan menghambat perubahan itu sendiri," tutur Abraham.
(Baca: Mahasiswa Arak ‘Jenazah’ di DPRA)
(Baca: 3 Terduga Pelempar Bus Ditangkap Kernet dan Sopir, Dikejar dan Ditendang Hingga Masuk Parit)