OTT KPK di Aceh

Praperadilan Terhadap KPK, Ini Poin-poin yang Dimohon Embong dan YARA dalam Kasus OTT Irwandi Yusuf

Irwandi sesungguhnya dijemput di Pendopo Gubernur Aceh. Bukan saat sedang melakukan transaksi dengan pihak lain, lazimnya sebuah OTT

Penulis: Zainal Arifin M Nur | Editor: Zaenal
KOLASE SERAMBINEWS.COM/IST
Yuni Eko Hariatna alias Embong (kiri) dan Safaruddin SH (kanan) 

Selanjutnya disebut TERMOHON

Adapun alasan-alasan hukum kami mengajukan gugatan Pra-Peradilan ini adalah sebagai berikut :

I. KEWENANGAN PENGADILAN

Permohonan Pra-Peradilan ini diajukan berdasarkan:

Pasal 77 Undang-undang No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, yang menyatakan bahwa Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus tentang:

a. Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;

b. Ganti  kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

(Irwandi Bisa Praperadilan)

II. LEGAL STANDING

1. Bahwa berdasarkan  pasal 1 angka 10 KUHAP (UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana), praperadilan adalah wewenang hakim untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang tentang:

a. sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;

b. sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;

c. permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.

2. Bahwa berdasar Pasal 80 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP, Praperadilan terhadap tidak sahnya penghentian penyidikan dan penghentian penuntutan dapat diajukan oleh Penyidik/Penuntut dan Pihak Ketiga Berkepentingan;

3. Bahwa siapa yang dimaksud dengan frasa “pihak ketiga yang berkepentingan” dalam pasal 80 KUHAP, Mahkamah Konstitusi dalam putusannya pada perkara nomor 98/PUU-X/2012 yang diucapkan tanggal 21 Mei 2013 dimana Pemohonnya adalah Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) dalam amar putusannya  menyatakan:

“Mengabulkan permohonan Pemohon; 1.1. Frasa “pihak ketiga yang berkepentingan“ dalam Pasal 80 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) adalah bertentangan dengan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai “termasuk saksi korban atau pelapor, lembaga swadaya masyarakat atau organisasi kemasyarakatan”; 1.2. Frasa “pihak ketiga yang berkepentingan“ dalam Pasal 80 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “termasuk saksi korban atau pelapor, lembaga swadaya masyarakat atau organisasi kemasyarakatan”;

4. Bahwa Pemohon adalah Kepala Perwakilan Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Kota Banda Aceh, di mana Yayasan Advokasi Rakyat Aceh adalah salah satu Organisasi Bantuan Hukum yang bekerjasama dengan Kementerian Hukum dan HAM dalam menjalankan UU No 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum;

5. Bahwa dalam permohonan pemeriksaan Praperadilan ini, Pemohon mengajukan pemeriksaan terhadap sah tidaknya pengangkapan dan penahanan terhadap Gubernur Non Aktif Provinsi Aceh, Irwandi Yusuf yang di tangkap oleh Termohon dalam Operasi Tangkap Tangan pada 3/7/2018.

6. Bahwa berdasarkan dalil-dalil tersebut diatas, maka Pemohon memiliki kualifikasi secara hukum untuk bertindak sebagai pihak ketiga yang berkepentingan untuk mengajukan Permohonan Praperadilan  a quo;

(Hakim Kusno Gugurkan Praperadilan Jilid II Setya Novanto)

III. OBJEK PRA-PERADILAN

7. Bahwa yang menjadi objek dalam gugatan Pra-Peradilan ini adalah: Sah atau tidaknya penangkapan dan Penahanan terhadap Gubernur Provinsi Aceh Non Aktif, Irwandi Yusuf.

IV. POSITA

Alasan Pokok yang mendasari permohonan pemeriksaan Praperadilan adalah sebagai berikut: :

8. Bahwa Irwandi sesungguhnya dijemput di Pendopo Gubernur Aceh. "Bukan saat sedang melakukan transaksi dengan pihak lain, lazimnya sebuah OTT.

9. Bahwa barang bukti yang diperlihatkan TERMOHON berupa uang dan bukti transfer kepada publik tidak di sita dari tangan Irwandi Yususf, tapi itu semua diperoleh dari orang lain, barang bukti itu diambil TERMOHON dari pihak swasta, bukan dari kedua orang yang di-OTT.

10. Bahwa Bahkan semua transaksi yang ada dalam print out pengiriman uang, diduga tidak dikirimkan kepada Irwandi, tapi kepada pihak lain yang disinyalir untuk keperluan kegiatan promosi pembangunan Aceh, yaitu Aceh Marathon.

11. Bahwa menurut pada Pasal 2 ayat (1) Peraturan MA (Perma) No.4 Tahun 2016 tentang Larangan Peninjauan Kembali Putusan Praperadilan disebutkan, “Obyek Praperadilan adalah: a. sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, penetapan tersangka, penyitaan dan penggeledahan; b. ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan”.

 12. Bahwa Pasal 77 huruf a UU No. 8 Tahun 1981 Kitab undangUndang Hukum Acara Pidana menyatakan "pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini, tentang sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan";

13. Bahwa definisi dari Delik tertangkap tangan berasal dari zaman romawi yang disebut dengan istilah delictum flagrans. Delik tertangkap tangan ini kemudian diadopsi hukum pidana perancis dengan istilah flagrant delit kemudian di belanda disebut dengan heterdaad. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tertangkap tangan sama dengan tertangkap basah dalam percakapan sehari-hari, diartikan sebagai kedapatan waktu melakukan kejahatan atau perbuatan yang tak boleh dilakukan.

14. Bahwa definisi tertangkap tangan secara yuridis yaitu sebagaimana diatur dalam BAB I Tentang Ketentuan Umum Pasal 1 angka 19 KUHAP adalah: Tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana atau dengan segera setelah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu.

15. Bahwa Berdasarkan uraian pasal tersebut, terdapat empat keadaan seseorang dapat dikatakan tertangkap tangan:

* Tertangkapnya seseorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana;

* Tertangkapnya seseorang segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan;

* Tertangkapnya seseorang sesaat kemudian diserukan khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya

* dan apabila sesaat kemudian, pada orang yang melakukan tindak pidana, ditemukan benda yang diduga keras telah digunakan untuk melakukan tindak pidana itu.

16. Bahwa penangkapan terhadap Irwandi Yusuf tidak memenuhi unsur sebagaimana diatur dalam pasal 1 angka 19 KUHAP dengan fakta yang ada, oleh karena itu sangat beralasan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atau Majelis Hakim yang menyidangkan perkara ini menyatakan penangkapan dan penahanan Irwandi Yusus oleh TERMOHON adalah tidak sah dan bertentangan dengan hukum, dan memerintahkan kepada TERMOHON  agar segera membebaskan Irwandi Yusuf dari penahanan TERMOHON.

17. Bahwa di kalangan Ahli Hukum Pidana, praktek Operasi Tangkap Tangan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum masih menjadi perdebatan terkait legalitasnya bahkan guru besar Hukum Pidana Prof. (Em) Romli Atmasasmita dalam artikelnya di Koran Sindo Selasa 3 Oktober 2017 pada intinya mengatakan OTT tidak memiliki dasar hukum kuat dari aspek yuridis hukum pidana dan dapat berpotensi menimbulkan masalah pelanggaran prinsip due process of law, bahkan pelanggaran hak asasi tersangka.

18. Bahwa TERMOHON sampai saat ini tidak bisa membuktikan keterlibatan Irwandi Yusuf dalam perkara dugaan korupsi yang di sangkakan oleh TERMOHON dan oleh karena itu TERMOHON harus melepasakan Irwandi Yusuf dari penahanan TERMOHON agar IrwandiYusuf dapat menjalankan kembali roda pemerintahan di Provinsi Aceh sehingga proses pembangunan di Aceh tidak terhambat, apalagi Irwandi Yususf merupakan salah satu orang yang sangat berjasa dalam perdamaian Aceh dengan Pemerintah Republik Indonesia,  hal ini juga untuk memenuhi rasa keadilan hukum dan persamaan hak di muka hukum dan pemerintahan sebagai mana telah di jamin hak setiap warga Negara dalam UUD 1945.

(Ketua DPP PNA: Plt Gubernur Mutasi Besar-besaran, Ada Apa?)

V. PENETAPAN

Berdasarkan alasan-alasan yang telah Pemohon sebutkan di atas, mohon kiranya Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atau Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini berkenan memberikan penetepan sebagai berikut:

1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya.

2. Menyatakan Pemohon sah kedudukannya sebagai pihak ketiga berkepentingan dan berhak mengajukan Permohonan Praperadilan dalam perkara aquo.

3. Menyatakan penangkapan dan penahanan terhadap Gubernur Provinsi Aceh Non Aktif, Irwandi Yusuf tidak sah

4. Memerintahkan Termohon untuk segera membebaskan Gubernur Provinsi Aceh Non Aktif, Irwandi Yusuf.

Atau: Bilamana Bapak Ketua/Majelis Hakim berpendapat  lain, mohon   putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

HORMAT KAMI

PEMOHON

KUASA PEMOHON

SAFARUDDIN, SH                        INDRA KUSMERAN, SH

MUHAMMAD ZUBIR, SH           MUZAKIR, SH

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved