Penasihat Presiden Martti Ahtisaari Kunjungi Aceh, Ini Tujuan dan Orang-orang yang Ditemui
Sebagai orang yang pernah terlibat dalam perdamaian Aceh, Jaakko Oksanen sangat senang dan gembira, karena bisa datang lagi ke Aceh.
Penulis: Herianto | Editor: Zaenal
Laporan Herianto | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Dua petinggi lembaga Crisis Management Initiative (CMI)/Office of Presiden Ahtisaari, Finlandia, berkunjung ke Aceh, Kamis (18/10/2018).
Keduanya adalah, Major General (ret) Jaakko Oksanen, Senior Advisor (Penasihat Senior) Crisis Management Initiative (CMI)/Martti Ahtisaari Centre dan Minna Kukkonen – Karlander, Advisor CMI/Office Of President Ahtisari.
Setiba di Aceh, kedua petinggi lembaga yang memediasi perdamaian Aceh ini melakukan pertemuan dengan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) di Gedung DPRA, Jalan Tgk Daud Beureueh, Banda Aceh.
Kedatangan kedua orang yang ikut memantau proses perdamaian Aceh ini disambut oleh Ketua DPRA, Tgk Muharuddin beserta sejumlah anggota DPRA seperti Zuriat Suparjo, Azhari Cage, Iskandar Usman Al Farlaki, Nurzahri, serta pimpinan DPRK dari beberapa kabupaten/kota, dan perwakilan mantan anggota GAM.
Jaakko Oksanen mengatakan, selain bertemu pimpinan DPRA, mereka juga akan melakukan pertemuan dengan Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah, Wali Nanggroe Malik Mahmud Al Haitar, dan unsur lainnya.

(Pemerintah Harus Memahami Peran Penting Mantan Kombatan GAM dalam Menjaga Perdamaian Aceh)
Dalam pertemuan dengan pimpinan DPRA, Jaakko Oksanen menyatakan, poin-poin kesepakatan perdamaian (MoU) antara GAM dengan Pemerintah RI yang sampai kini belum bisa dilaksanakan, akan terus diperjuangkan, tetapi dengan cara politik dan legal hukum.
“Hal itu dimaksudkan untuk menjaga perdamaian Aceh yang telah berjalan selama 13 tahun, agar terus terus berlanjut sepanjang masa,” kata Jaakko Oksanen.
Jaakko Oksanen mengatakan, dirinya bersama Minna Kukkonen - Karlander, berkunjung kembali ke Aceh untuk melihat kondisi Aceh, setelah 13 tahun menjalani perdamaian.
Perdamaian Aceh, menurutnya, harus selalu dijaga, karena sudah menjadi milik seluruh masyarakat Aceh dan Indonesia.
Karena itu, kata Jaakko, semua pihak di Aceh, terutama pimpinan dan anggota DPRA, DPRK, gubernur, bupati/wali kota, wajib menjaga dan memeliharanya.
Sebagai orang yang pernah terlibat dalam perdamaian Aceh, kata Jaakko Oksanen, dirinya sangat senang dan gembira, karena bisa datang lagi ke Aceh.
Menurut dia, Aceh saat ini dalam situasi damai, aman, tenang, dan nyaman.
(Peringati 10 Tahun MoU, YARA Gugat Gubernur, Malik Mahmud, Martti, Presiden, dan DPRA)
Jaakko menambahkan, kedatangan mereka ke Aceh kali ini, sekaligus untuk memberi informasi kepada masyarakat dunia bahwa perdamaian yang terjadi antara GAM dengan Pemerintah RI, sampai kini masih berlanjut dengan baik.
Namun begitu dalam perjalanannya selama 13 tahun, pasti ada hal-hal yang belum bisa dilaksanakan.
Terkait hal ini, Jaakko Oksanen menyarankan agar hal itu terus diperjuangkan melalui jalur politik dan legal hukum.
“Saran dan usul yang kami terima dari ketua dan anggota DPRA, mengenai hal yang belum berjalan itu, akan kami sampaikan kepada Presiden Martti Ahtisaari, selaku pihak yang memfasilitasi Perdamaian Aceh, pada tanggal 15 Helsinki 2015 lalu, di Helsinki, Fitlandia,” kata dia.
“Info itu sangat penting bagi kami untuk mengetahui kondisi terkini mengenai perjalanan perdamian Aceh, selama 13 tahun,” lanjutnya.
(Utusan Martti Tanya Nasib MoU)
Ketua DPRA, Tgk Muharuddin mengatakan, kehadiran petinggi CMI Martti Ahtisari Center ke Aceh, dalam rangka melihat perkembangan pelaksanaan kemjuan perdamaian Aceh, setelah 13 tahun berjalan.
Muharuddin menyampaikan terima kasih atas kepedulian pimpinan CMI yang terus memantau perdamaian Aceh.
Namun begitu, kata dia, dalam perjalanan perdamaian Aceh, masih ada hal-hal yang belum berjalan sesuai dengan isi UUPA.
Di antaranya soal bendera dan lambang Aceh, qanunnya sudah disahkan, tapi pusat belum memberikan persetujuan untuk dilaksanakan.
Kecuali itu, pembagian tanah bagi mantan kombatan GAM juga belum dilaksanakan sampai kini, dan lainnya.
Yang sudah dirasakan sebagian masyarakat Aceh, atas perdamaian Aceh adalah, Aceh sudah menerima dana otonomi khusus sepuluh tahun dari rencana yang akan diberikan 20 tahun lamanya.
Ketua maupun Pimpinan DPRA yang hadir dalam pertemuan, meminta dua utusan CMI Martti Ahtisari Center yang datang ke Aceh untuk melaksanakan monitoring perdamaian Aceh.
“Yang disampikan kepada Presiden Marttiti Ahtisaari nanati jangan kondisi amannya saja, tapi poin-poin perdamian Aceh yang belum jalan juga harus disampikan untuk dilakukan pertemuan kembali, antara CMI dengan pemerintah Pusat dan perwakilan GAM,” kata Muharuddin.
(Hari Ini, KPK Kembali Panggil Fenny Steffy Burase Terkait Kasus Irwandi Yusuf)
Hal itu, kata Tgk Muharuddin, dimaksudkan untuk menyikapi mengenai isi poin-poin MoU yang belum berjalan, agar perdamaian Aceh terus berjalan sepanjang masa, dan tidak menimbulkan konflik kembali.
Beberapa Anggota DPRA, seperti Zuriat Suparjo, Azhari Cage, Iskandar Usman Al Farlaki, Nurzahri berpendapat, konflik Aceh bisa saja muncul seketika akibat ketidakpuasan masyarakat Aceh, atas poin-poin perdamaian yang belum dijalankan pemerintah pusat untuk mantan kombatan GAM maupun masyarakat Aceh secara menyeluruh.(*)