Cukai Rokok, Antara Pendapatan Negara dan Visi Kesehatan Pemerintah

Pemerintah akhirnya membatalkan rencana kenaikan tarif cukai rokok untuk 2019. Kebijakan ini melawan tren kenaikan cukai rokok rata-rata 10,5 persen.

Editor: Taufik Hidayat
Tribun Jabar/Ahmad Imam Baehaqi
Dadang Mulya (42), warga Desa Pancalang, Kecamatan Pancalang, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, mengaku sebagai sosok pria yang menggendong bayi pada bungkus rokok dan protes karena tak ada izin. 

“Langkah ini adalah afirmasi pada industri tembakau kecil dan menengah, termasuk mempertahankan kesempatan kerja buruh-buruh industri tembakau,” ujar Eva.

Sebelumnya, Kementerian Perindustrian juga sudah pernah mengusulkan penundaan kenaikan cukai untuk tahun depan.

Kementerian ini juga konsisten menolak kenaikan cukai yang dianggap “terlalu tinggi” dan memberi tekanan yang besar pada industri tembakau.

Penundaan kenaikan cukai, kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, adalah kesempatan pada industri tembakau untuk bernafas, setelah menghadapi kenaikan cukai dari tahun ke tahun.

Akibat kebijakan cukai yang progresif, jumlah produksi dan pemain di industri tembakau terus berkurang, kata Airlangga.

Jumlah pabrik rokok turun sekitar 80,83 persen dari 2.540 pabrik pada 2011 menjadi tinggal 487 pabrik pada 2017.

Ada banyak kebaikan dari kebijakan ini, terutama respons positif dari pasar, tegas Airlangga.

“Efek persepsi market-nya kan bagus, bursa saham naik kemudian rupiah menguat," ujar Menteri Airlangga di Jakarta, Selasa.

Saham PT Gudang Garam memang terpantau meroket 6,6 persen menjadi Rp77.075 per saham sejak Jumat pekan lalu sesaat setelah Menteri Mulyani mengumumkan penundaan kenaikan cukai.

Tren berlanjut pada Senin yang menguat 2,69 persen menjadi Rp79.150 per saham, dan naik lagi menjadi Rp80.025 pada hari berikutnya.

Harga saham emiten rokok lain yaitu PT HM Sampoerna dan PT Wismilak Inti Makmur juga naik.

Visi kesehatan publik yang hilang

Sebaliknya, dalam sebuah diskusi di Jakarta, ekonomi Faisal Basri yang juga aktif pada Komisi Nasional (Komnas) Pengendalian Tembakau menuding peran besar industri rokok dalam pengambilan keputusan ini.

Menurut dia, ini bukti determinasi industri rokok sehingga bisa mengubah orientasi kebijakan pemerintah dari sebelumnya “menuju pengendalian tembakau secara progresif” menjadi “mendukung pertumbuhan industri tembakau”.

“Alasan satu-satunya karena pemerintah takut dengan industri rokok. Ini kebijakan bukan untuk menjaga tenaga kerja, karena pabrik rokok sudah mesin semua sekarang,” ujar Faisal, Selasa (6/11/2018).

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved