Peringati Milad ke-42 Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Ini Pesan Ketua Fraksi Partai Aceh

Milad ke-42 GAM kali ini diharapkan menjadi momen khusus bagi Aceh untuk menuntut apa yang sudah dijanjikan Pemerintah Pusat dalam MoU Helsinki.

Penulis: Taufik Hidayat | Editor: Taufik Hidayat
Serambinews.com
Iskandar Usman Al-Farlaky 

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Ketua Fraksi Partai Aceh (PA) di DPR Aceh, Iskandar Usman Al-Farlaky, berharap milad ke-42 Gerakan Aceh Merdeka (GAM) kali ini menjadi momen khusus bagi para eks kombatan GAM dan masyarakat Aceh untuk berjuang bersama, menuntut apa yang sudah dijanjikan Pemerintah Pusat dalam MoU Helsinki.

"Ini harus jadi momen kebangkitan kita. Momen persatuan Aceh. Semua harus sepadu-padan di tiap level komponen pemerintahan dan masyarakat  untuk menagih apa yang belum terwujud, demi tujuan kesejahteraan Aceh di masa datang," kata Iskandar, Selasa (4/12/2018) dini hari.

Iskandar mengungkapkan, masih banyak kekhususan Aceh yang belum sepenuhnya diberikan oleh Pusat jika mengacu pada MoU Helsinki.

"Batas wilayah, lahan untuk mantan kombatan, soal pertanahan, kelanjutan reintegrasi, pemberdayaan masyarakat, serta beberapa item lainnya. Ini perlu perjuangan bersama," tegas Iskandar.

Baca: Konsul AS Bahas Aceh dengan Ketua Fraksi PA

Ia berharap pelaksanaan milad ke-42 GAM di seluruh Aceh, juga dapat menjadi bahan evaluasi pelaksanaan damai di Aceh.

Artinya segala kekurangan dapat dicari solusi untuk diperjuangkan bersama-sama. "Kami di parlemen sangat memerlukan dukungan dari semua lapisan, termasuk KPA,” katanya.

“Di milad kali ini, selain mengirim doa untuk para syuhada, kita juga berharap ini menjadi ajang pemersatu Aceh ke depan, dan meningkatkan posisi tawar Aceh terhadap Pusat," kata Iskandar, anggota DPRA dari Aceh Timur itu.

Ini sejarah lahirnya GAM

Tepat 42 tahun lalu, Gerakan Aceh Merdeka atau GAM diproklamirkan.  Sebuah gerakan yang bercita-cita melepaskan Aceh dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Konflik antara pemerintah RI dan GAM yang diakibatkan perbedaan keinginan ini telah berlangsung sejak tahun 1976 dan menyebabkan jatuhnya hampir sekitar 15.000 jiwa.

Baca: 13 Tahun MoU Helsinki, Kisah Apa Karya dan Pasukan GAM Menunggu Utusan CMI di Belantara Aceh

Organisasi ini juga dikenal dengan nama Aceh Sumatra National Liberation Front (ASNLF). GAM dipimpin oleh Hasan di Tiro yang selama hampir tiga dekade bermukim dan berkewarganegaraan Swedia.

Pada 2 Juni 2010, ia memperoleh status kewarganegaraan Indonesia, tepat sehari sebelum ia meninggal dunia di Banda Aceh.

Pada 4 Desember 1976 inilah, inisiator Gerakan Aceh Merdeka, Hasan di Tiro dan beberapa pengikut setianya mengeluarkan pernyataan perlawanan terhadap pemerintah RI yang dilangsungkan di perbukitan Halimun di kawasan Kabupaten Pidie.

Diawal masa berdirinya GAM, nama resmi yang digunakan adalah Aceh Merdeka (AM). Oleh pemerintah RI pada periode 1980-1990 nama gerakan tersebut dikatakan dengan GPK-AM.

Perlawanan represif bersenjata gerakan tersebut mendapat sambutan keras dari pemerintah pusat RI yang akhirnya menggelar sebuah operasi militer di Provinsi Daerah Istimewa Aceh yang dikenal dengan DOM (Daerah Operasi Militer) pada paruh akhir 80-an sampai dengan akhir 90-an.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved