Konsultasi Agama Islam

Tak Hanya Bunga Uang, Riba Juga Bisa Berbentuk Bayar Kopi dan Jasa, Begini Kekhawatiran Ulama

Ustaz Masrul Aidi menjelaskan, setiap utang piutang yang mendatangkan keuntungan untuk pemberi utang, adalah riba.

Penulis: Zainal Arifin M Nur | Editor: Zaenal
SERAMBINEWS.COM/ZAINAL ARIFIN M NUR
Ustaz Masrul Aidi saat mengisi pengajian rutin KWPSI di Rumoh Aceh Kupi Luwak, Jeulingke, Banda Aceh, Rabu (5/12/2018) malam. 

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Riba secara sederhana dapat diartikan sebagai “pinjaman yang mensyaratkan adanya penambahan saat pengembalian”.

Kebanyakan masyarakat menyebut riba sebagai bunga uang. Hal ini didasari karena secara linguistik riba juga berarti tumbuh dan membesar.

Maka, setiap pinjaman yang menyaratkan atau menetapkan kelebihan saat pengembalian adalah riba.

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Prof. Dr. Tgk. H. Muslim Ibrahim MA, pada suatu kesempatan mengisi  pengajian rutin bersama Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) di Banda Aceh, menyebutkan, berbagai transaksi masyarakat saat ini, termasuk di Aceh, kerap bersentuhan dengan praktik riba.

Tidak hanya terbatas transaksi perbankan nonsyariah, hutang-piutang dan bunga, tetapi termasuk juga dalam perdagangan dengan menaikkan dan menurunkan timbangan, semua adalah bagian dari riba yang merusak keseimbangan hidup.

Doktor Muslim Ibrahim menambahkan, masyarakat selama ini antara sadar dan tidak terus berhubungan dengan perbankan yang menggunakan sistem riba, kredit rumah, kendaraan, serta pinjam meminjam uang dengan menambahkan bunga saat pengembalian.

Menurut Guru Besar UIN Ar-Raniry ini, sumber sebagian besar masalah sosial dan ekonomi dunia hari ini adalah riba. Setiap muslim wajib turut memeranginya.

Ia mengutip satu hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Rasulullah SAW bersabda, "Akan datang suatu masa ketika semua orang memakan riba. Mereka yang tidak mau makan riba pun pasti terkena debunya."

Baca: Ulama Seluruh Pidie Laksanakan Muzakarrah, Bahas Bahaya Riba dan Rentenir

Masa yang disebutkan Rasulullah itu, kata Muslim Ibrahim adalah gambaran hari ini, dan itu artinya kita semua tengah terlibat dengan riba.

Sebab, di masa ini, seluruh tata kehidupan kita telah bercampur dengan riba.

Baca: Praktek Riba Jerumuskan Umat Islam di Aceh

Baca: Bukan Rokok, Anggota DPRA Sebut Riba dan Rentenir Penyebab Kemiskinan di Aceh

Bayar Kopi dan Jasa

Bahaya riba ini kembali menjadi salah satu topik yang diangkat dalam pengajian rutin KWPSI, Rabu (5/12/2018) malam.

Pengajian kali ini diasuh oleh Ustaz H Masrul Aidi Lc (Pimpinan Dayah Babul Maghfirah Cot Keu'eung, Kuta Baro, Aceh Besar, dengan tema "Bersegera kepada syari’at dan ampunan Allah; Kajian Surat Ali Imran ayat 133".

Menjawab pertanyaan jamaah tentang kredit dan utang piutang, Ustaz Masrul Aidi menjelaskan, setiap utang piutang yang mendatangkan keuntungan untuk pemberi utang, adalah riba.

Menurutnya, saking khawatirnya ulama terhadap riba ini, sampai-sampai tidak berani menerima balasan kebaikan dan jasa dari orang yang berutang darinya.

Ustaz Masrul mencontohkan, si A yang berutang pada si B minum kopi di warung yang sama.

Biasanya si A tidak pernah membayar kopi untuk si B, demikian juga sebaliknya si B tidak pernah membayar kopi untuk si A, alias masing-masing bayar sendiri.

Baca: Membasmi Rentenir dan Riba, Ini Program Pemkab Abdya untuk Pedagang

Baca: PNS Jadi Korban Gaya Hidup Mewah dan ‘Terjerat’ Kredit, Ini Kebijakan Bupati Abdya Akmal Ibrahim

Namun, setelah si A berutang pada si B, lalu ia membayar kopi untuk si B, maka itu termasuk riba.

Karena patut diduga tindakan si A membayar kopi si B ini ada kaitannya dengan utang piutang.

“Jangankan yang bentuknya ril seperti ini, bahkan yang berbentuk jasa saja diantisipasi oleh ulama,” ungkap Masrul Aidi.

Ia kembali memberi contoh setiap kali berpapasan dengan seseorang yang berutang kepadanya, tidak pernah menawarkannya untuk menumpang sepeda motor milik temannya.

Tetapi semenjak temannya itu berutang kepada dirinya, sang teman berubah 180 derajat, selalu menawarkan jasa untuk mengantar dirinya ke tempat tujuan.

“Itu pun menjadi riba,” ungkap Alumnus Ulumul Hadits Universitas Al-Azhar Mesir ini.

“Sedemikian takutnya ulama terhadap bahaya riba ini,” lanjutnya.

Baca: Hukum Menggadaikan SK PNS di Bank untuk Dapat Kredit, Simak Penjelasan Ustadz Abdul Somad

Ia melanjutkan, berdasarkan ajaran Islam, tidak ada manfaat apapun yang boleh diambil oleh si pemberi utang dari barang gadaian, kecuali hanya sebagai penjamin bahwa utang itu akan dibayar sampai jatuhnya tempo.

Semua ini, kata Ustaz Masrul, menunjukkan betapa Islam mengajarkan umatnya untuk membantu sesama, yang kaya memberdayakan si miskin, bukan malah menghisap darah orang-orang yang sedang membutuhkan bantuan.

Lihat cuplikan video penjelasan Ustaz Masrul Aidi terkait utang piutang dan bahaya riba, di bawah ini.

Dahulukan Menikah atau Bayar Utang?

Usai pengajian, Serambinews.com menanyakan satu titipan pertanyaan dari jamaah ghaib (dunia maya).

Pertanyaan yang masuk via pesan Whatsapp itu berbunyi begini:

“Kalo kita punya utang tapi pada saat itu juga ingin menikah, manakah yang harus didahulukan? Bayar utang atau menikah?”

Menjawab hal ini Ustaz Masrul Aidi mengatakan, ada tiga kondisi yang biasanya terjadi dalam kasus seperti ini.

Kondisi pertama, utangnya sudah jatuh tempo, aka diprioritaskan bayar utang.

Kondisi kedua, utangnya belum jatuh tempo, maka didahulukan untuk menikah

Kondisi yang ketiga, mendamaikan keduanya, bayar utang tetap, nikah tetap jalan. Karena menikah tidak mensyaratkan mas kawin tunai, tapi boleh kredit.

“Jadi prinsip dasarnya tidak berbenturan. Kalau memang salah satunya yang harus diprioritaskan, maka dilihat lagi kondisi kedharuratan seseorang itu untuk segera menikah. Kira-kira kalau tidak menikah segera apakah akan terjurumus kepada perbuatan dosa, maksiat, berzina atau tidak. Bila tidak, maka membayar utang yang sudah jatuh tempo lebih diprioritaskan,” pungkas Alumnus Ulumul Hadits Universitas Al-Azhar Mesir ini.

Lihat video lengkapnya di bawah ini.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved