TNI AL Sebut Ada Cekungan Menyerupai Teluk di Dasar Laut Selat Sunda Pasca Tsunami Banten

Tsunami Banten yang datang tiba-tiba tanpa diikuti gempa itu diduga terjadi akibat aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau.

Editor: Amirullah
ANTARA FOTO/BISNIS INDONESIA/NURUL HIDAYAT VIA KOMPAS.COM
Foto udara letusan Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda, Minggu (23/12/2018). Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyampaikan telah terjadi erupsi Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda pada Sabtu (22/12/2018) pukul 17.22 WIB dengan tinggi kolom abu teramati sekitar 1.500 meter di atas puncak (sekitar 1.838 meter di atas permukaan laut) 

Laporan wartawan GridHot.ID, Dewi Lusmawati

SERAMBINEWS.COM - Kawasan pesisir pantai Anyer, provinsi Banten, hingga Lampung diterjang gelombang Tsunami pada Sabtu malam (22/12/2018) pukul 21.30 WIB.

Tsunami Banten yang datang tiba-tiba tanpa diikuti gempa itu diduga terjadi akibat aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau.

Kini, usai terjadi erupsi dan Tsunami Gunung Anak Krakatau, TNI Angkatan Laut (AL) menemukan penampakan tak biasa di dasar laut Selat Sunda.

Selama ini, aktivitas erupsi Gunung Anak Krakatau dianggap sebagai hal yang biasa. Namun pada hari ini, Kamis (27/12/2018) status gunung Anak Krakatau resmi ditingkatkan.

Baca: Marcus/Kevin Awali Laga di Malaysia Masters 2019, Ini Jadwal Tiga Turnamen Badminton Bulan Januari

Baca: Lantik 45 Anggota PPK, Ketua KIP Abdya: Jangan Coba-coba Main Mata dengan Peserta Pemilu

Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI Angkatan Laut (Pushidrosal) menemukan adanya pendangkalan dasar laut di Selat Sunda.

Hal ini seperti dikutip GridHot.ID dari artikel terbitan Tnial.mil.id pada 1 Januari 2018.

Tak hanya temukan adanya pendangkalan dasar laut, TNI AL juga menyebut adanya perubahan bentuk morfologi Gunung Anak Krakatau setelah terjadinya erupsi dan longsoran yang menyebabkan tsunami di perairan Selat Sunda, Sabtu (22/12/2018) lalu.

Hasil tersebut diperoleh setelah KRI Rigel-933 yang merupakan kapal survei di bawah pembinaan Pushidrosal melakukan survei hidro-oseanografi dan investigasi di area longsoran Gunung Anak Krakatau setelah terjadinya erupsi dan tsunami di perairan Selat Sunda.

Menurut Kapushidrosal Laksda TNI Dr. Ir. Harjo Susmoro, S.Sos., S.H., M.H. dari data hasil survei hidro-oseanografi Pushidrosal tahun 2016 dan data Multi Beam Echosounder (MBES) hasil Survei Tim Pushidrosal pada tgl 29 sd 30 Desember 2019, perairan di Selatan Gunung Anak Krakatau diperoleh perubahan kontur kedalaman 20 sd 40 m lebih dangkal.

Baca: Atasi Kekurangan Personel, KIP Pidie Kukuhkan 46 PPK Tambahan

Baca: Bagi yang Lolos CPNS 2018 Kemendikbud, Ini Jadwal, Ketentuan & Cara Penyusunan Pemberkasan

TNI AL temukan adanya cekungan kawah menyerupai teluk di sekitar Gunung Anak Krakatau Twitter @_TNIAL_

Tentunya hal ini dikarenakan adanya tumpahan magma dan material longsoran Gunung Anak Krakatau yang langsung jatuh ke laut.

 “Selain itu dengan pengamatan visual radar dan analisis dari citra ditemukan perubahan morfologi bentuk Anak Gunung Krakatau pada sisi sebelah barat seluas 401.000 m2 atau lebih kurang sepertiga bagian lereng sudah hilang dan menjadi cekungan kawah menyerupai teluk. Pada cekungan kawah ini masih dijumpai semburan magma Gunung Anak Krakatau yang berasal dari bawah air, laut” kata Kapushidrosal saat meninjau langsung KRI Rigel di perairan Banten seperti dikutip.

TNI AL temukan adanya cekungan kawah menyerupai teluk di sekitar Gunung Anak Krakatau Twitter @_TNIAL_

Baca: Bingung Mau Tulis Caption Foto di Instagram? Kumpulan Quotes dan Kalimat Bijak Ini Bisa Kamu Coba

Baca: Mahathir Mohamad Punya Satu Keinginan Besar di Tahun Baru Ini, Sapu Bersih Korupsi dari Malaysia

Survei investigasi pasca Tsunami di perairan Selat Sunda yang dilaksanakan oleh Pushidrosal merupakan tugas yang sesuai amanah dari Kepres 62 Tahun 2016 sebagai Kotama Pembinaan TNI AL dan anggota International Hidrographyc Organization (IHO) mempunyai tugas melaksanakan survei investigasi pada saat terjadi bencana alam maupun kecelakaan di laut untuk menjamin keselamatan navigasi dan keamanan pelayaran bagi kapal-kapal yang sedang berlayar.

“Selain itu data batimetri, oseanografi, data layer dasar laut yang diperoleh dari peralatan sub bottom profiling (SBP) diharapkan dapat diteliti dan dianalisis lebih detail lagi oleh peneliti, pakar dan akedemisi sehingga mampu memberikan informasi kepada pemerintah serta masyarakat fenomena yang terjadi pasca erupsi dan tsunami di perairan Selat Sunda,” pungkas Kapushidrosal.

Diharapkan pula oleh Kapushidrosal dari data hasil survei tersebut akan dapat dibuat penelitian ilmiah dan untuk pembuatan peta khusus tematik Mitigasi Bencana di Kabupaten/Provinsi di Banten.

KRI Rigel milik TNI AL Twitter @_TNIAL_

Baca: Status Pernikahannya dengan Habib Usman bin Yahya Telah Resmi, Kartika Putri Tunjukan Buku Nikah

Baca: Saat Awan Berbentuk Gelombang Tsunami Muncul, 5 Pesawat Tak Bisa Mendarat & Berputar-putar 20 Menit

Sementara itu, BMKG menemukan retakan baru di badan Gunung Anak Krakatau.

Menurut Kepala BMKG, Prof Dwikorita Karnawati, retakan itu muncul setelah gunung mengalami penyusutan dari 338 mdpl menjadi 110 mdpl.

Hal ini disampaikan Dwikorita di Posko Terpadu Tsunami Selat Sunda, Labuan, Kabupaten Pandeglang, Selasa (1/1/2019).

Dwikorita mengatakan jika berdasarkan pantauan terbaru BMKG lewat udara, gunung Anak Krakatau sudah landai.

Ada asap mengepul dari bawah air laut.

"Pantauan terbaru kami lewat udara, gunung sudah landai, asap mengepul dari bawah air laut.

Tapi di badan gunung yang tersisa di permukaan, ada celah yang mengepul terus mengeluarkan asap, celah itu pastinya dalam, bukan celah biasa," kata Dwikorita sebagaimana dikutip dari Kompas.com.

Dwikorita juga mengatakan terdapat dua retakan baru dalam satu garis lurus di salah satu sisi badan Gunung Anak Krakatau.

Gunung Anak Krakatau, aktif, masif dan berbahaya jika erupsi. Tribunnews

Dwikorita menduga, retakan itu terjadi lantaran adanya getaran tinggi yang muncul saat erupsi gunung Anak Krakatau.

Munculnya retakan baru itu membuat BMKG khawatir akan terjadi tsunami susulan.

Hal ini dikarenakan kondisi bawah laut Gunung Anak Krakatau saat terdapat jurang di sisi barat hingga selatan.

"Yang kami khawatirkan di bawah laut curam, di atas landai.

Jika retakan tersambung, lalu ada getaran, ini bisa terdorong dan bisa roboh (longsor)" ujar Dwikorita menjelaskan.

Bagian badan gunung Anak Krakatau yang diduga akan longsor karena retakan tersebut bervolume 67 juta kubik dengan panjang sekitar 1 kilometer.

Volume tersebut lebih kecil dari longsoran yang menyebabkan tsunami Selat Sunda pada Sabtu (22/12/2018) lalu.

"Jika ada potensi tsunami, tentu harapannya tidak seperti yang kemarin, namun kami meminta masyarakat untuk waspada saat berada di zona 500 meter sekitar pantai" tandasnya.

Untuk memantau adanya tsunami karena Gunung Anak Krakatau, kini BMKG sudah memasang alat berupa sensor pemantau gelombang dan iklim.

Sensor itu dipasang di pulau Sebesi yang berjarak cukup dekat dengan Gunung Anak Krakatau.

Nantinya, alat tersebut akan bekerja memantau pergerakan gelombang dan cuaca yang disebabkan oleh aktivitas Gunung Anak Krakatau.

Jika ada gelombang mengalami fluktuasi yang tinggi, maka sensor akan mengirim sinyal ke pusat data yang terhubung.(*)

Artikel ini telah tayang di gridhot.id dengan judul Ada Penampakan Tak Biasa di Dasar Laut Selat Sunda Usai Tsunami Gunung Anak Krakatau, TNI AL: Muncul Cekungan Kawah Menyerupai Teluk

Sumber: GridHot.id
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved