Citizen Reporter

Kisah Peneliti Pertama Mendarat di Andaman

KM (Kapal Motor) Aceh Millenium yang berangkat dari Pelabuhan Malahayati dengan mengangkut sampel komoditas

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Kisah Peneliti Pertama Mendarat di Andaman
IST
T CUT MAHMUD AZIZ, MA

Penumpang umumnya turis domestik dari India daratan. Setiba di Pelabuhan Havelock, kami terkesima melihat banyak sekali ikan ukuran besar di bawah jembatan. Kalau di Aceh ikan-ikan itu mungkin sudah dipancing karena konsumsi ikan di Aceh terbilang tinggi, berbeda dengan di India, mereka lebih suka daging kambing dan ayam.

Di Havelock kami kunjungi Pantai Kalapather dan Radhanagar. Di depan pintu masuk Kalapather banyak kios souvenir pernak-pernik yang terbuat dari kerang laut dan mutiara, juga baju bertuliskan Havelock. Harga mutiara terbilang murah, mulai Rp 50.000-Rp 200.000. Paling murah mutiara putih, lalu yang warnanya agak merah jambu. Di sini ada delapan titik keramaian. Kami menginap di Arpita Penthouse, daerah yang paling ramai penginapannya.

Dalam diskusi dengan tourism agent kami mendapat informasi bahwa kunjungan turis di Havelock setiap hari mencapai 3.000-an orang. Sepanjang jalan banyak sekali penginapan dan hotel besar yang sedang dibangun. Sekitar 20% area di sini dipakai untuk kegiatan pariwisata, sedangkan sisanya tetap dijadikan lingkungan alami dengan hutan-hutan lebat. Di sepanjang jalan kami lihat banyak sekali pohon pinang dan kelapa, terasa seperti suasana di Bireuen dan Aceh Utara.

Sebelum kembali ke Port Blair, kami berbincang sambil melihat-lihat buku tamu penginapan. Tertera deretan nama, negara, dan tanda tangan dari warga negara yang berlibur di Havelock. Banyak dari Eropa dan Amerika, bahkan dari Israel. Ketika kami tanya “Apakah sudah ada sebelumnya turis atau peneliti dari Indonesia?” Pemilik penginapan menjawab,”Andalah yang pertama.”

Ini merupakan kesempatan langka dan menjadi pengalaman sangat berharga bagi kami, karena untuk menuju kemari membutuhkan izin yang ketat. Selain pengurusan visa, kami harus mengisi formulir izin khusus untuk dapat masuk ke Andaman dan Nikobar.

Saking tak mudahnya, Duta Besar Amerika atau kalangan Kedubes Amerika di India hingga saat ini belum diizinkan masuk ke sana, sedangkan Indonesia dapat masuk. Ini semua tak terlepas dari hubungan diplomasi Indonesia dengan India yang terjalin sangat baik.

Dari Havelock kami kembali ke Port Blair dari Port Blair kami lanjutkan perjalanan ke Chennai.

Di sini kami mengadakan pertemuan dan mewawancarai beberapa pengusaha dan General Manager Chennai Airport. Chennai, kota terbesar keempat di India, tertata rapi, relatif bersih dengan penduduk yang ramah. Suasana kotanya seperti Kota Makassar di Sulawesi Selatan.

Sedangkan yang dapat diimpor dari Andaman & Nikobar dan Chennai ke Aceh, antara lain, bahan tekstil dan pakaian juga produk laut seperti ikan tuna, udang, kepiting, lobster, dan mutiara. Hasil observasi dan wawancara di Sunday Market, Port Blair, bahwasanya masyarakat kepulauan ini tak banyak mengonsumsi ikan, khususnya tuna, padahal perairan Teluk Benggala terkenal dengan potensi ikan tunanya.

Barang yang diekspor ke Port Blair dapat dilanjutkan dengan mengirim barang tersebut ke Chennai. Ini dapat menjadi pasar yang potensial bagi Aceh dan Sumatra pada umumnya untuk masuk ke mainland. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved