Korupsi
Terdakwa Korupsi Dana Gempa Menangis Setelah Divonis 2 Tahun Penjara, Minta Presiden Evaluasi Jaksa
Jika ia dinyatakan penerima suap, Muhir mempertanyakan pemberi suap yang tidak ditangkap dan dijatuhkan vonis yang sama seperti dirinya.
SERAMBINEWS.COM, MATARAM - Muhir, anggota DPRD Kota Mataram, terdakwa kasus operasi tangkap tangan (OTT) dana rehabilitasi pasca-gempa untuk pembangunan SMP dan SMA di Kota Mataram, divonis 2 tahun penjara dan denda Rp 50 juta.
Vonis itu dibacakan oleh Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Pengadilan Negeri Mataram, Jumat siang (1/3/2019).
Mendapat vonis tersebut, Muhir menangis dan memeluk keluarganya yang datang di persidangan. Bukan hanya Muhir, keluarga dan kerabat dekat Muhir, menangis histeris atas vonis hakim itu.
"Ya Allah, tidak adil ini. Allahuakbar, jangan nangis, jangan nangis," teriak keluarga Muhir menenangkan Muhir yang juga tersedu.
Baca: Pendaftaran CPNS 2019 Masih Dibuka, Simak Penjelasan Ustadz Abdul Somad Soal Suap CPNS
Dilansir dari Kompas.com, usai vonis itu Muhir digiring ke luar dan dipeluk. Sebagian besar keluarga Muhir berteriak tak terima vonis hakim.
Sidang tersebut berlangsung dengan penjagaan ketat aparat di pengadilan Tipikor Kota Mataram.
Muhir tertangkap ketika menerima uang Rp 30 juta dari Kepala Dinas Pendidikan Kota Mataram Sudenom yang didampingi seorang kontraktor, Tjatur Totok pada 14 September 2018.
Hakim menyatakan bahwa Muhir secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi, dengan menerima pemberian atau hadiah berupa uang sebesar Rp 30 juta dari seorang kontraktor.
Baca: Sering Jadi Ajang Seremoni, MaTA Sorot Pencanangan Wilayah Bebas Korupsi di Kejaksaan
Majelis hakim tersebut diketuai Isnurul Syamsul Arif dan hakim anggota masing-masing Ferdinand M Leander dan Abadi.
Muhir ditangkap oleh tim intelijen Adiyaksa Monitoring Ceter (AMC) di warung Encim jalan Rajawali 1 Nomor 18, Cakranegara, Kota Mataram.
"Terdakwa dinyatakan telah melanggar Pasal 11, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2001 perubahan atas Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tidak Pidana Korupsi," kata Isnurul.
"Atas putusan ini, terdakwa punya hak untuk menyatakan keberatan atau silakan berkonsultasi dengan kuasa hukum saudara," kata Isnurul.
Baca: Tiga Tersangka Korupsi di Bireuen Ini Kembalikan Uang Proyek Rp 893 Juta ke Jaksa
Muhir dan kuasa hukumnya serta jaksa penuntut umum menyatakan pikir-pikir.
Kepada wartawan, Muhir mengatakan bahwa dirinya adalah korban kriminalisasi.
Jika ia dinyatakan penerima suap, Muhir mempertanyakan pemberi suap yang tidak ditangkap dan dijatuhkan vonis yang sama seperti dirinya.
"Ini tidak ada keadilan. ini jelas-jelas sudah kriminalisasi. Tidak ada barang bukti pada saya. Saya minta pada Presiden mengevaluasi Kejaksaan Negeri Mataram (Kejari) Mataram. Nah ini adalah salah satu kezoliman terhadap kami bahwa yang menyuap kami Sudemom maupun Tjatur Totok tidak diungkap di sini. Ini adalah salah satu ketidakadilan Kejari Mataram, harus terungkap ini," kata Muhir.
Baca: Dana Desa Sektor Korupsi Nomor 1, Berikut Daftar 5 Sektor yang Paling Banyak Dikorupsi Selama 2018
Menurut Muhir, tidak ada barang bukti dirinya menerima suap. Ia juga mengaku tidak pernah menerima suap.
"Nah itu kami minta pada presiden, pada Jaksa Agung dan pihak-pihak lain untuk mengevaluasi Kejari Mataram. Ini sudah merugikan rakyat, karena ini sudah mengkriminalisasi," katanya.
Sementara itu, kuasa hukum Muhir, Ini Kurniawati, mengaku kecewa karena vonis hakim dinilai janggal.
Menurutnya, hakim menggunakan Pasal 11 UU Tipikor. Semestinya, kata Ini, pasal itu digandengkan dengan Pasal 13.
Penerima dan pemberi suap atau hadiah atau gratifikasi harus juga ditangkap dan diganjar hukuman yang sama.
"Kalau kita melihat fakta sidang kalau dia gunakan Pasal 11 harus dengan gandengannya pasal 13. Di sini yang pemberi suap tidak dijadikan tersangka tetapi yang penerima saja yang dihukum, penyuap dan yang disuap semestinya sama sama kena kalau memang mau diterapkan Pasal 11," kata Kurniawati.
Baca: Terima Suap, 5 Anggota DPRD Sumut Dicabut Hak Politik, Divonis 4 Tahun Penjara dan Denda Rp 200 Juta
Dia juga menilai, berdasarkan fakta persidangan, saat OTT, ada cobaan pemberiaan uang, tetapi ditolak terdakwa, sehingga barang bukti ditemukan justru di kantong Totok bukan pada terdakwa.
"Itu ada pada bukti formil berita acara penggeledahan bahwa barang bukti ada pada Totok, mestinya Muhir bebas, dan sejak awal kami minta supaya bebas," tandas Kurniawati.
Muhir dan kuasa hukumnya masih menimbang-nimbang apakah akan melakukan banding atau menerima putusan vonis hakim.
Dalam Nota Keuangan Anggaran Perubahan APBD 2018, alokasi dana bencana untuk rehabilitasi sekolah sebesar Rp 4,2 miliar untuk 31 dari 63 sekolah yang diajukan karena terdampak gempa.
Sebelum dana tersebut dikucurkan, terdakwa Muhir justru meminta jatah pada mantan Kepala Dinas Pendidikan Kota Mataram, Sudenom.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Divonis 2 Tahun, Muhir, Terdakwa Korupsi Dana Gempa Menangis"
Baca: Kasus Suap Satu Ember, Ini Dakwaan Lengkap Versi KPK yang Disebut Halusinasi oleh Irwandi Yusuf