Akademisi Unsyiah Sarankan Kisruh MAA Diselesaikan dengan Cara Aceh
Jika MAA sampai hancur, maka anak cucu atau generasi Aceh akan mengenang apa yang terjadi saat ini sebagai masa kegelapan.
Penulis: Zainal Arifin M Nur | Editor: Zaenal
Akademisi Unsyiah Sarankan Kisruh MAA Diselesaikan dengan Cara Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Dosen Hukum Adat Fak Hukum Unsyiah, Dr Teuku Muttaqin Mansur MH menyarankan agar polemik seputar penunjukkan Pelaksana tugas (plt) Ketua Majelis Adat Aceh (MAA) diselesaikan dengan cara Aceh.
“Apa itu cara Aceh? Semua permasalahan diselesaikan dengan musyawarah, mufakat, saling menghargai, dan saling menghormati,” tulis Teuku Muttaqin dalam pesan Whatsapp kepada Serambinews.com, Senin (4/3/2019).
Seperti diberitakan, pelantikan Pelaksana tugas (Plt) Ketua Majelis Adat Aceh (MAA), bersama Ketua Majelis Pendidikan Aceh (MPA) dan Ketua Baitul Mal Aceh, oleh Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah, Jumat (22/2/2019) lalu, memunculkan pro-kontra.
Baca: Nova Iriansyah Tunjuk Tiga Plt
Khusus untuk MAA, muncul gelombang protes terhadap keputusan Plt Gubernur Aceh.
Penolakan terhadap kebijakan mem-Plt-kan Ketua MAA ini setidaknya disuarakan oleh Majelis Duek Pakat Mukim (MDPM) Aceh Besar dan MAA Kota Sabang.
Baca: Forum Mukim Aceh Besar Ultimatum Plt Gubernur
Baca: Giliran MAA Sabang Protes Nova Terkait Pengangkatan Plt
Pihak yang memerotes menilai, kebijakan Plt Gubernur Aceh menunjuk Saidan Nafi sebagai Plt Ketua MAA mengangkangi hasil Musyawarah Besar (Mubes) MAA yang berlangsung di Hotel Grand Nanggroe, Banda Aceh, 23-24 Oktober 2018 lalu.
Dalam kongres tersebut, H Badruzzaman Ismail M.Hum terpilih secara aklamasi untuk memimpin kembali Majelis Adat Aceh (MAA) periode 2019-2023.
Baca: Badruzzaman Ismail Kembali Pimpin Majelis Adat Aceh
Baca: Plt Gubernur Dilaporkan ke Ombudsman Aceh
Menanggapi penolakan sejumlah pihak ini, Karo Hukum Setda Aceh, Amrizal J Prang menjelaskan bahwa proses pelaksanaan mubes MAA yang dinilai cacat hukum sehingga Plt Gubernur menunda dulu pengangkatan Badruzzaman Ismail.
Di sisi lain, masa jabatan ketua lama sudah berakhir dan mengisi kekosongan jabatan Nova melantik Saidan Nafi sebagai Plt.
Menurut Amrizal, pelaksanaan mubes itu tidak memenuhi unsur Qanun Aceh Nomor 3 tahun 2004 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Majelis Adat Aceh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).
Dalam qanun itu disebutkan, salah satu peserta mubes adalah Tuha Nanggroe.
Baca: Pelantikan Ketua MAA Tuai Polemik, Begini Penjelasan Karo Hukum Setda Aceh
Baca: Kenapa Harus Plt?
Pike ngen Ulee Lupie
Menanggapi polemik ini, Dosen Hukum Adat pada Fak Hukum Unsyiah, Dr Teuku Muttaqin Mansur MH menyarankan agar persoalan itu diselesaikan dengan musyawarah, mufakat, saling menghargai, dan saling menghormati.
Muttaqin mengingatkan, tidak semua persoalan harus diselesaikan dengan hukum.
Perlu kebijaksanaan dan kebijakan yang manfaatnya lebih besar untuk orang banyak.
“Syi duek pakat, pike ngon ulee lupie. Nyo ngon ulee suum mandum han seuleusoe. Mandum masalah na jalan keluar jih. (Perlu bermusyawarah, berpikirlah dengan kepala dingin. Kalau disikapi secara emosional, semua masalah tidak akan selesai),” ungkap T Muttaqin.
Baca: Badruzzaman Ismail: Watee Tes Beut Quran Meuhambo Mandum, karena Hana To Ngon Meunasah
Ia menegaskan, Majelis Adat Aceh (MAA) bukan barang baru di Aceh.
“Dari LAKA (Lembaga Adat dan Kebudayaan Aceh) dulu dibangun oleh Prof Ali Hasymi hingga digantikan dengan MAA sekarang, lembaga ini sangat dihormati dan dihargai,” ujarnya.
Karenanya, Dr Muttaqin meminta kepada semua pihak agar tidak memperpanjang kisruh ini, karena akan melemahkan MAA.
Jika MAA sampai hancur, kata Muttaqin, maka anak cucu atau generasi Aceh akan mengenang apa yang terjadi saat ini sebagai masa kegelapan.
“Saya berharap Pak Plt dan MAA perlu duduk bersama,” ungkap Dr. Teuku Muttaqin Mansur, MH. Dosen Hukum Adat Fak Hukum Unsyiah.(*)