Jurnalisme Warga

Adat bagi Pengantin Baru di Aceh

SEBELUMNYA saya sudah menulis beberapa adat yang berlaku bagi pengantin baru, secara khusus di Aceh Besar dan Banda Aceh

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Adat bagi Pengantin Baru di Aceh
IST
AMIRUDDIN (Abu Teuming), Penyuluh Informasi Publik (PIP) Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, aktivis lembaga Keluarga Sakinah Mawaddah dan Rahmah (K-Samara), dan Sekretaris Jenderal Warung Penulis (WP), melaporkan dari Kota Lhokseumawe

Salam tempel tidak dibatasi. Juga tidak perlu memberi dalam jumlah banyak. Yang penting ada, sebagai wujud melestarikan adat dan cara menyambut pendatang baru dalam keluarga besar mereka. Jadi, para kerabat tidak perlu resah bila pasangan muda bersilaturahmi ke rumah, jamu mereka seadanya, dan berikan sedekah semampunya.

Lazimnya, salam tempel senilai uang yang ada gambar Soekarno (warna merah) atau paling kecil uang warna biru bergambar I Gusti Ngurah Rai (uang versi lama) dan Djuanda Kartawidjaja (versi baru). Tetapi jangan melihat pada Soekarno dan Gusti Ngurah Rainya, justru harus lebih dari itu, yaitu terhubungnya silaturahmi yang dahulunya tidak pernah kenal sama sekali, tiba-tiba telah jadi bagian dari keluarganya. Atau wujud dari kadatangan orang asing dalam keluarga mereka yang diterima dengan rasa gembira dan bangga.

Saat kunjungan, pasangan muda itu harus membawa buah tangan, seperti gula satu kilogram, satu pak roti, satu pak teh, dan sebotol sirop. Itu kebiasaan yang orang bawa. Namun, ada juga yang membawa lebih dari itu. Saya pernah mewawancarai pengantin baru, ia mengatakan sering membawa bolu pada saat kunjungan ke keluarga istri. Artinya, biaya pengadaan gula dan roti lebih tinggi ketimbang anggaran pengadaan bolu.

Dalam bahasa humor disebut meukat saka (jual gula), sebab ketika pengantin bertamu selalu membawa gula. Saat pulang ada salam tempel yang dimaknai sebagai hasil jualan gula. Ini hanya bahasa humor yang jadi bahan gurauan keluarga tertentu yang selera humornya tinggi.

Berkunjung tanpa buah tangan akan membuat pasangan muda itu malu. Demikian pula kerabat yang dikunjungi, akan merasa malu bila tidak ada salam tempel. Jadi, ada timbal balik dalam adat ini. Nilai kebaikannya ada pada saling sedekah dan menghidupkan silaturahmi yang sangat dianjurkan Islam. Inilah bukti adat di Aceh yang selalu selaras dengan tuntunan Islam.

Adat ini berlaku bagi kedua pengantin baru. Setelah berkunjung dan silaturahmi dengan keluarga istri, dilanjut dengan berkunjung ke keluarga suami.

Bila si pengantin baru belum bertamu pada kerabat, biasanya kerabat akan bertanya kenapa belum main-main ke rumah, sebab mereka paham adat ini terus berlaku, sehingga mereka akan tetap menanti sejoli yang baru merintis mahligai rumah tangga.

Dalam pandangan mertua yang terbilang ekstrem, mertua akan bertanya ke mana saja sudah bertamu, dan ke rumah siapa yang belum dikunjungi? Berapa uang yang diberikan? Bila belum didatangi, mertua menganjurkan untuk segera menyambangi kerabat.

Seandainya ada kerabat yang didatangi, tetapi tidak ada salam tempel, maka hal serupa akan berimbas pada anak dari kerabat tersebut jika kelak menikah. Jadi, jangan abaikan adat mulia itu, sebab akan berefek pada anak cucunya suatu saat.

Adat yang saya jelaskan di atas berlaku hampir di seantero Aceh. Seperti di Banda Aceh, Aceh Besar, Bireuen, Pidie, Lhokseumawe hingga Aceh Tamiang. Termasuk di wilayah ALA dan ABAS. Bagi Anda yang ingin menikah dengan putra putri asal Aceh, harus paham tradisi yang berkembang di sana. Agar Anda diterima oleh si buah hati, juga kerabat calon pasangan.

Selamat Hari Raya Idulfitri 1440 H. Mohon maaf lahir dan batin.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved