Opini

Blok Harapan South Andaman

SAAT gelembung gas raksasa ditemukan di perairan Blok South Andaman, hanya beberapa mil dari pantai Aceh, yang bergetar bukan hanya dasar laut

Editor: mufti
For Serambinews.com
Jasman J Ma'ruf, Profesor Manajemen di FEB USK 

Jasman J Ma'ruf, Profesor Manajemen di FEB USK

SAAT gelembung gas raksasa ditemukan di perairan Blok South Andaman, hanya beberapa mil dari pantai Aceh, yang bergetar bukan hanya dasar laut, tapi juga kenangan kolektif orang-orang di tanah ini.
Para eksekutif Mubadala Energy di Jakarta dan Abu Dhabi mungkin merayakan penemuan itu dengan grafik dan proyeksi investasi. Tapi di balik euforia statistik, Aceh-- wilayah yang pernah menjadi poros LNG pertama Indonesia-- justru berdiri dalam diam, menunggu, berharap, sekaligus waspada. Karena Aceh pernah kaya. Tapi juga pernah ditinggalkan.

Tak banyak orang Jakarta tahu bahwa di tahun 1970-an, ketika PT Arun NGL berdiri di Lhokseumawe, Aceh menjadi tulang punggung ekspor LNG Indonesia. Triliunan rupiah mengalir dari kilang itu, menyuplai energi ke Jepang dan Korea, menopang neraca perdagangan negara ini.

Tapi di desa-desa sekitar kilang, suara anak-anak yang bermain di halaman hanya berjarak satu pagar dari mesin raksasa yang tak pernah mereka pahami atau miliki. Tenaga kerja lokal tidak disiapkan, tidak diprioritaskan, bahkan tidak dianggap. Posisi operator, teknisi, hingga staf manajemen diisi orang luar. Masyarakat lokal hanya diberi ruang sebagai petugas keamanan, sopir, atau buruh harian.

Kilang Arun beroperasi selama lebih dari tiga dekade. Tapi ketika ditutup, yang tertinggal hannyalah infrastruktur kosong dan rasa ditinggalkan. Tidak ada alih teknologi. Tidak ada transformasi sosial. Hanya lubang yang dalam di dalam hati dan sejarah Aceh.

Sejarah baru

Kini, sebuah babak penting tengah ditulis di perairan utara Aceh. Mubadala Energy-- perusahaan energi kelas dunia asal Uni Emirat Arab-- telah menemukan cadangan gas raksasa di Blok South Andaman, dan dunia energi menoleh. Eksplorasi awal yang sukses membuka jalan bagi produksi komersial yang direncanakan akan dimulai dalam tiga hingga empat tahun ke depan.

Namun, ini bukan semata proyek energi. Ini adalah titik balik sejarah.
Di masa lalu, Aceh pernah menjadi poros energi nasional melalui PT Arun NGL. Tapi banyak yang masih ingat: ribuan kiloliter gas yang diekspor tidak serta merta membawa ribuan peluang bagi anak-anak Aceh. Warga hanya menonton dari luar pagar. Bukan karena mereka tidak mampu, tapi karena tidak pernah diberi kesempatan.

Kini, ketika peluang itu datang kembali, jawabannya bisa dan harus berbeda.
Mubadala tidak hanya berdiri di atas ladang gas, tetapi juga di ambang sejarah baru yang lebih adil dan berkelanjutan. Ini adalah kesempatan langka untuk membalik narasi. Bukan lagi soal “siapa yang punya teknologi”, tetapi “siapa yang mau berbagi masa depan”. Aceh siap. Rakyatnya siap.

Yang dibutuhkan hanya satu hal: kemauan untuk membuka jalan sejak sekarang.
Bersama, kita bisa menciptakan warisan yang lebih dari sekadar kilang dan angka ekspor-- tapi warisan berupa generasi terlatih yang lahir dari tanah sendiri, untuk menjaga tanah sendiri.
Dan kelak, ketika kilang Mubadala mulai menyala, Aceh tak lagi menonton dari luar. Tapi ikut menjaga, ikut bekerja, dan ikut bangga.

SDM lokal

Bayangkan jika sejak hari ini, Mubadala Energy dan Pemerintah Aceh duduk bersama, lalu mengirim surat ke seluruh SMA di pelosok Aceh. Mereka tidak mencari orang kuat, bukan pula orang kaya tapi anak-anak muda dengan semangat, potensi, dan mimpi yang belum sempat tumbuh.

Mereka yang selama ini hanya tahu industri migas dari buku paket, kini dibukakan pintu: dilatih secara internasional, dipersiapkan sebagai operator kilang, teknisi instrumentasi, dan pengendali proses produksi energi kelas dunia. Bukan sekadar penonton, tapi pelaku utama.

Dan ini bukan karena belas kasihan. Bukan pula retorika sosial. Ini adalah keputusan bisnis yang cerdas, strategis, dan berjangka panjang.

Mengapa? Karena SDM lokal yang disiapkan sejak dini bukan hanya tenaga kerja. Mereka adalah jembatan antara perusahaan dan masyarakat.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved