Jurnalisme Warga

Wisata Religi ke Makam Papan Tinggi Barus

Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng), berada di pesisir barat Provinsi Sumatera Utara (Sumut)

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Wisata Religi ke Makam Papan Tinggi Barus
IST
KHAIRUDDIN, S.HI. M.Ag., Koordinator Warung Penulis Chapter Aceh Singkil dan Dai Perbatasan Aceh, melaporkan dari Barus, Sumatra Utara

OLEH KHAIRUDDIN, S.HI. M.Ag., Koordinator Warung Penulis Chapter Aceh Singkil dan Dai Perbatasan Aceh, melaporkan dari Barus, Sumatra Utara

Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng), berada di pesisir barat Provinsi Sumatera Utara (Sumut). Mayoritas penduduknya adalah suku Batak Toba dan Mandailing. Tetapi masyarakat yang berdomisili di Tapteng beragam suku seperti, Batak, Mandailing, Minangkabau, Nias, Jawa, Minahasa, Bugis dan Sunda. Bahkan ada keturunan Arab Saudi dan Yaman.

Tapteng merupakan salah satu daerah destinasi wisata di Provinsi Sumut. Daerah yang dijuluki “Negeri Wisata Sejuta Pesona” itu menyimpan potensi keindahan alam yang luar biasa. Di antaranya ialah wisata religi, wisata alam, gunung, pantai, dan laut. Kabupaten Tapteng memiliki 178 desa yang tersebar di 29 kecamatan.

Di antara sekian banyak kecamatan, ada satu kecamatan paling menarik, yaitu Barus, terletak di pantai barat Pulau Sumatra. Ibu kota kecamatan ini adalah Kelurahan Padang Masiang. Barus sebagai pusat peradaban pada abad 1-17 Masehi, disebutkan juga dengan nama lain, yaitu Fansur.

Barus dulunya merupakan kota pelabuhan terbesar yang pernah ada di Nusantara, jauh sebelum adanya Bandar Malaka dan Samudera Pasai di Aceh. Barus mengukuhkan dirinya sebagai penghasil kapur barus (kamper) yang terkenal ke mancanegara sehingga kota ini dinamai Barus.

Sejarah mencatat, sejak abad ke-7 Barus sudah dikenal sebagai kota dagang. Di masa itu komoditas yang sangat digandrungi seperti buah pala, cengkih, lada, kulit manis, merica, kemenyan, dan kayu bulat diperdagangkan di Barus. Konon bahan-bahan untuk pembalseman (mumi) para raja Mesir pun didatangkan dari Barus.

Di Barus yang dikenal sebagai kota perdagangan antarbangsa sangat dimungkinkan terjadinya kotak budaya dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Berkenaan dengan itu, berdatangan rombongan mubalig asal Arab ke negeri ini untuk tujuan penyebaran agama Islam yang dilatarbelakangi perdagangan. Para mubalig menghabiskan waktunya untuk syiar Islam di Barus dan berdagang.

Makam Papan Tinggi
Barus merupakan salah satu kecamatan yang ada di Tapteng yang menaungi 20 desa. Di antara sekian desa, ada satu desa yang memiliki sejuta peninggalan bersejarah, yaitu Desa Penanggahan. Di desa ini terdapat Makam Papan Tinggi yang selalu dipenuhi pengunjung dari berbagai daerah.

Matahari sudah mulai meninggi ketika saya meninggalkan rumah menuju Kota Barus. Perjalanan menuju desa wisata itu menempuh waktu sekitar empat jam dari Kecamatan Gunung Meriah, Kabupaten Aceh Singkil naik sepeda motor.

Jalan menuju Barus beraspal hitam dan mulus. Namun, untuk menuju ke sana penuh tantangan. Jalannya sangat sempit dan melewati jurang yang sangat terjal. Tapi kekhawatiran itu sirna karena ada rasa keingintahuan tentang Makam Papan Tinggi atau lebih dikenal dengan Tangga Seribu.

Misteri Tangga Seribu
Rasa capek dalam perjalanan belum hilang, ternyata rasa lelah itu pun bertambah saat melihat ratusan anak tangga yang mesti dilewati. Deretan tangga adalah akses agar bisa melihat Makam Papan Tinggi atau populer dengan nama Tangga Seribu. Sampai di sana, saya lihat pamplet di kanan Tangga Seribu,“Welcome to Papan Tinggi, Desa Pananggahan, Kecamatan Barus Utara.”

Ternyata, tidak mudah berziarah ke Makam Papan Tinggi. Sebelum menaiki tangga, peziarah disyaratkan bersuci di kaki bukit dengan air pancuran yang telah disediakan. Kemudian peziarah menaiki anak tangga yang dibangun permanen. Perlu ketangguhan fisik untuk menaiki anak-anak tangga yang curam dan menanjak. Namun, tangguh secara fisik saja tidak cukup, diperlukan pula niat ikhlas untuk mengunjungi Makam Papan Tinggi atau juga dikenal dengan Syekh Mahmud yang berada di puncak bukit. Bila niatnya tidak tulus, apalagi disertai niat syirik, maka sulit untuk dapat mencapai puncak bukit Makam Papan Tinggi tersebut.

Untuk mencapai ke makam butuh perjuangan dengan mendaki sekitar 700 anak tangga. Butuh waktu satu jam baru sampai ke makam. Ke sinilah kaum muslim di Barus dan kabupaten sekitarnya, seperti Aceh Singkil dan Kota Subulussalam baik anak-anak, remaja, maupun dewasa berziarah setiap tahun, terutama pada Ramadhan dan Syawal.

Mengenai anak tangga, sampai saat ini belum dapat dipastikan berapa jumlah pastinya. Masyarakat lebih mengenal objek wisata ini dengan sebutan Tangga Seribu. Bukan karena jumlah tangganya 1.000, tetapi sebab banyaknya anak tangga dan karena tidak ada kesamaan hitungan para pengunjung terkait jumlah anak tangga tersebut.

Ketika saya coba menghitung mulai dari bawah sampai ke puncak makam, berjumlah 741 anak tangga. Dan ketika saya turun, lalu menghitung kembali, jumlahnya berubah menjadi 715 anak tangga. Begitu juga dengan beberapa pengunjung lain, mereka mengaku jumlah anak tangga ini aneh. Hasil perhitungannya selalu tak sama persis. Banyak faktor penyebabnya, di antaranya karena keramat Papan Tinggi atau karena sudah kelelahan sampai ke atas, sehingga jadi lupa berapa jumlah anak tangga yang sudah dilewati. Demikian juga ketika turun. Menurut cerita rakyat di sana, pernah suatu ketika ada pengunjung yang tertarik menghitungnya, dengan membawa kapur tulis, tetapi hasilnya tetap tidak sama. Mungkin di sinilah misteri makam ini.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved