Breaking News

Hukum

Abdullah Puteh Lawan Sampai Titik Akhir, Banding Atas Putusan PN Jakarta Selatan

"Kita banding dan sudah kita sampaikan ke pengadilan. Putusan hakim itu tidak cermat dalam kasus ini," tukas Abdullah Puteh.

Penulis: Fikar W Eda | Editor: Nurul Hayati
Tribunnews.com/ Gita Irawan
Mantan Gubernur Aceh, Abdullah Puteh mengajukan banding setelah divonis satu setengah tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa (10/9/2019) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. 

"Di pengadilan, oleh jaksa disebutkan saya yang merayu HL untuk berinvestasi, itu sama sekali tidak benar. Sebab kenyataannya HL yang aktif menghubungi saya, termasuk membayarkan akomodasi hotel," tukas Puteh.

Baca: Eks Kombatan di Abdya Minta Kejelasan Soal Lahan, Begini Penjelasan Mantan Jubir GAM Blangpidie

Perjanjian antara PT Woyla dan HL diikat dalam akta perjanjian dengan 29 pasal. 

"Perjanjian itu yang dia dilanggar dan kita gugat ke pengadilan. Di antara perjanjian yang dilanggar itu adalah HL seharusnya membayar uang muka Rp 3 miliar dan menyetorkan royalti fee kepada saya tiap bulan. Tapi nyatanya itu tidak dipenuhi," urai Puteh.

Puteh lalu menggugat HL ke pengadilan dan mengharuskan membayar uang muka kerjasama sebesar Rp 7 miliar.

"Memang di pengadilan, kita kalah, tapi kemudian kita banding, dan kita menang. Begitu juga saat kasasi, kita juga menang, sampai ke Peninjauan Kembali, kita juga menang. Jadi sebetulnya kasus ini sudah selesai," beber Abdullah Puteh.

Tapi entah kenapa, lanjut Puteh, kasus ini dilaporkan secara pidana dengan tuduhan penipuan yang kemudian diputuskan oleh PN Jakarta Selatan.

"Seharusnya kasus ini tidak bisa diadili lagi sebab sudah incracht sebelumnya. Tapi saya tidak tahu, kenapa jadi bisa diadili juga," imbuh Puteh.

Baca: Dinkes Nagan Raya Temukan 7 Penderita Kusta

"Rp 350 Juta"

Seperti diberitakan sebelumnya,  Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kartim Haeruddin, Selasa (10/9/2019) menjatuhkan vonis 1,6 tahun penjara kepada Abdullah Puteh dan membayar biaya perkara Rp 5000.

Putusan tersebut jauh lebih rendah dari tuntutan jaksa, yaitu  selama 3 tahun 10 bulan dengan perintah supaya terdakwa ditahan.

Abdullah Puteh didakwa melakukan penggelapan uang senilai Rp 350 juta, dari seorang yang oleh jaksa disebut investor, bernama Herry Laksmono.

Baca: Begini Cara Kapolres Langsa dan Dandim Aceh Timur Bersilaturahmi dengan Pemuda Papua

Menurut Jaksa, Lumumba Tambunan, uang Rp 350 juta tersebut diperoleh dari sisa dana pengurusan dokumen AMDAL (analisis mengenai dampak lingkungan) yang dianggarkan Rp 750 juta oleh Herry.

Disebutkan, sementara dana pengurusan dokumen lingkungan hanya  sekitar Rp 400 juta.

"Sisanya sekitar Rp 350 juta tanpa hak dimiliki secara pribadi oleh terdakwa, dan atas perbuatannya terdakwa (Abdullah Puteh) merugikan saksi (Herry Laksmono), terdakwa diancam pidana Pasal 372 KUHP," kata penuntut umum dalam persidangan.

Menurut jaksa, penggelapan bermula dari perjanjian investasi antara Abdullah Puteh melalui perusahaannya PT Woyla Raya Abadi dan Herry Laksmono untuk memanfaatkan hasil hutan kayu di Kalimantan Tengah. (*)

Baca: Pemkab Aceh Jaya dan Kejari Buat Nota Kesempahaman Terkait Dana Desa

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved