Berita Banda Aceh
Tokoh Agama dan Adat Inventarisasi Masalah Anak dan Dukung Pemenuhan Hak Anak di Aceh
“Anak Aceh itu harus sehat secara akhlak, akidah, tangguh, dan berkembang dalam lingkungan yang aman dan sejahtera,” kata Tgk Faisal.
Penulis: Yarmen Dinamika | Editor: Nur Nihayati
“Anak Aceh itu harus sehat secara akhlak, akidah, tangguh, dan berkembang dalam lingkungan yang aman dan sejahtera,” kata Tgk Faisal.
Laporan Yarmen Dinamika | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - United Nations Children's Fund (Unicef) atau Dana Anak-Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa Perwakilan Aceh bersama Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh melaksanakan Workshop Peran Tokoh Agama dan Tokoh Adat di Aceh dalam upaya pemenuhan hak anak dan penyelesaian masalah anak Aceh.
Dalam workshop sehari yang berlangsung di Aula MPU Aceh, Sabtu (5/10/2019) itu, Unicef menggandeng tiga mitra pelaksana, yakni Flower Aceh, Durah untuk Aceh, dan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Aceh.
Acara dihadiri sekitar 50 peserta. Terdiri atas tokoh agama dan tokoh adat dari delapan kabupaten/kota di Aceh, meliputi Kota Sabang, Aceh Jaya, Aceh Singkil, Simeulue, Gayo Lues, Aceh Selatan, Pidie, dan Nagan Raya.
Baca: Wakapolda Aceh Hadiri Peringatan HUT Ke-74 TNI
Turut hadir pula perwakilan dari Dinas Kesehatan Aceh, Dinas Pemberdayaan dan Perlindungan Anak Aceh, Biro Keistimewaan dan Kesejahteraan Rakyat (Isra) Setda Aceh, beberapa lembaga swadaya dan tokoh masyarakat yang konsen terhadap program anak dan perempuan.
Baca: Ini Atraksi yang Ditampilkan untuk Memeriahkan HUT TNI ke-74 di Lhokseumawe
Workshop ini merupakan salah satu upaya bersama untuk menginventarisasi permasalahan anak di Aceh sekaligus untuk meningkatkan pemahaman tokoh adat dan tokoh agama mengenai situasi pemenuhan hak anak di Aceh, di samping untuk mencari solusi dan menjawab tantangan dalam pemenuhan hak anak di Aceh.
Baca: Miris! Tante-tante Ajak Bocah SD Beradegan Panas, Videonya Tersebar: Pekerjaan Si Wanita Terungkap
Saat membuka resmi workshop tersebut, Wakil Ketua MPU Aceh, Tgk Faisal Ali mengatakan, Aceh sudah melahirkan beberapa qanun yang berpihak pada anak, seperti Qanun Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pelestarian Adat di Aceh yang di dalamnya terdapat pasal-pasal tentang perlindungan anak, Qanun Nomor 11 Tahun 2008 tentang Perlindungan Anak, dan Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pembinaan dan Perlindungan Akidah Aceh.
Tgk Faisal Ali juga mengingatkan bahwa pemenuhan hak anak merupakan tanggung jawab semua pihak, termasuk tokoh agama dan tokoh adat.
Berbicara tentang anak, kata Faisal Ali, berarti bicara tentang masa depan, sebab anaklah yang akan mengisi kehidupan di dunia kelak.
“Anak Aceh itu harus sehat secara akhlak, akidah, tangguh, dan berkembang dalam lingkungan yang aman dan sejahtera,” kata Tgk Faisal.
Berdasarkan catatan Unicef, berbagai permasalahan terkait hak anak di Aceh saat ini sudah cukup mengkhawatirkan.
Aceh tercatat memiliki angka balita stunting ketiga terbanyak di Indonesia. Stunting disebabkan oleh beberapa faktor yang langsung berkaitan dengan gizi ibu hamil hingga 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), sanitasi, dan akses air bersih, penyakit infeksi berulang, hingga ketersediaan pangan dan kondisi sosial ekonomi.
Selain itu, kata Diana Anggraeni dari Unicef Perwakilan Aceh, rendahnya cakupan imunisasi pada anak di Aceh berisiko menyebabkan infeksi berulang dan wabah Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I) karena tidak adanya kekebalan kelompok di masyarakat.
Di lain pihak, kasus kekerasan terhadap anak di Aceh juga cukup tinggi, bahkan angkanya merupakan yang tertinggi ketiga di seluruh provinsi di Pulau Sumatera, dengan kasus kekerasan seksual pada anak menjadi jenis kasus yang paling banyak dilaporkan.