Jurnalisme Warga

Mempraktikkan Adat Peucicap Bayi

SERASA belum lengkap kebahagiaan suami istri sebelum kehadiran seorang anak, sang buah hati, penuai rindu, bunga mata dalam rumah tangga

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Mempraktikkan Adat Peucicap Bayi
IST
AMIRUDDIN(Abu Teuming), Penyuluh Agama Islam pada KUA Kecamatan Krueng Barona Jaya, Aceh Besar dan Direktur lembaga Keluarga Sakinah Mawaddah dan Rahmah (K-Samara), melaporkan dari Lhokseumawe

Sebelum sesi peucicap, bayi dibawa ke luar dari kamar oleh ayahnya, sambil memberikan salam pada tamu dan aktor peucicap. Orang yang peucicap meletakkan bayi di depannya, selanjutnya mengumandangkan azan di telinga kanan dan ditutup dengan ikamah di telinga kiri.

Setelah itu masuk fase peucicap. Tidak ada aturan baku menu apa yang harus diutamakan. Intinya, peucicap makanan pada bayi hukumnya sunat.

Aktor peucicap  lebih dulu mencelupkan jari tengahnya ke dalam piring berisi madu, lalu dimasukkan ke mulut bayi. Saat di-peucicap menu madu, orang peucicap berdoa agar si anak tidak diserang penyakit, sebab madu telah dijamin oleh Allah dalam Alquran sebagai penawar segala penyakit. Lewat madu pula diharapkan si bayi saat dewasa selalu menjaga lisan, selalu betutur kata manis dan sopan, serta baik akhlaknya, seperti manisnya madu.

Kemudian, di-peucicap air zamzam, sambil dibacakan doa khusus minum air yang punya kaitan dengan Nabi Ismail dan Siti Sarah itu. Terkadang air zamzam telah dicampur bersama buah-buahan segar yang telah digiling halus. Makanan yang telah digiling diambil dengan jari tengah, lalu disuapkah ke dalam mulut bayi agar ia mengisapnya pelan-pelan serta meletakkan di langit-langit.

Selanjutnya menu ayam bakar. Perlu diketahui, ayam bakar tidak disuap semuanya. Tetapi hanya sebagai isyarat saja. Saat disulang ayam atau diletakkan di mulut bayi, si bayi didoakan supaya saat dewasa mencari rezeki yang halal lagi baik, dan hanya memakan makanan yang halal. Juga diharapkan si bayi supaya tidak berlebihan menyantap makanan. Artinya, harus menghidupkan prinsip makan ketika lapar, berhenti sebelum kenyang.

Setelah peucicap, pemimpin ritual ini membacakan doa yang diaminkan oleh jamaah. Dengan harapan si anak menjadi hamba yang patuh pada Allah dan rasul-Nya, berbakti kepada orang tua, dan mampu menghidupkan rasa sosial dengan masyarakat luas.

Terakhir, sang bayi digendong dan dibawa keliling di hadapan jamaah yang hadir, sambil dibacakan selawat secara bersama-sama. Setelah sesi ini, maka berakhirlah ritual peucicap.

Momen penting pada tradisi peucicap bukan hanya ritualnya, tetapi sarat makna silaturahmi. Tetua gampong dan keluarga dari kedua pihak, baik ayah maupun ibu si bayi diundang bukan sekadar untuk makan-makan, tetapi juga membangun sikap saling melindungi, mengasuh, membimbing, dan memahami bahwa si bayi merupakan bagian dari kaum kita. Itulah filosofi yang jarang dipahami oleh banyak orang.

Sebagai orang Aceh, pahami dan lestarikanlah adat peucicap. Setidaknya kita sebagai orang tua telah berusaha agar anak menjadi generasi taat kepada Allah, rasul, orang tua, serta bermasyarakat.

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved