Mengenang 111 Tahun Meninggal Cut Nyak Dhien, Ratu Perang Simbol Heroisme Perempuan Aceh

Kematian suaminya Teuku Umar membuat Cut Nyak Dhien amat berduka. Namun, ia menolak larut dalam kesedihan, dan ratapan duka

Editor: bakri
FOTO/MAYOR INF ARIS NL KODAM III/SILIWANGI
Mahasiswa berjumlah 85 orang dari delapan perguruan tinggi dan akademi swasta se Jawa Barat, berkunjung ke makam pahlawan Nasional asal Aceh Cut Nyak Dhien, di Gunung Puyuh, Desa Suka Jaya, Kecamatan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang. 

Cut Nyak Dhien dikenal sebagai panglima perang yang tangguh di wilayah VI Mukim. Setelah bertahun-tahun bertempur, pasukan yang dipimpin Cut Nyak Dhien makin terdesak.

Demi menghindari kejaran pasukan Belanda, keluarga Cut Nyak Dhien lalu memutuskan mengungsi ke daerah yang makin terpencil dan terus mengobarkan semangat pertempuran. Tapi, dalam pertempuran sengit di kawasan Glee Tarun, Teuku Ibrahim gugur.

Kehadiran Teuku Umar

Setelah kematian suaminya, Cut Nyak Dien mengendalikan perlawanan melawan Belanda di daerah pedalaman Meulaboh bersama pasukan kecilnya dan mencoba melupakan suaminya. Sampai akhirnya hadirlah sosok seorang lelaki bernama Teuku Umar. Ia kemudian melamar Cut Nyak Dhien.

Pada awalnya Cut Nyak Dhien menolak, dan mengajukan satu syarat agar diizinkan berjuang di medan gerilya. Syarat itu disetujui Teuku Umar. Akhirnya Cut Nyak Dhien menikah lagi dengan Teuku Umar pada tahun 1880. Kehadiran Teuku Umar semakin menguatkan semangat perjuangan Aceh melawan Belanda.

Bersama Teuku Umar, Cut Nyak Dhien berhasil membangun kekuatan kembali dan mampu menghancurkan markas Belanda di sejumlah tempat. Namun, berkat taktik liciknya, Belanda kembali mendesak pasukan Cut Nyak Dhien dan Teuku Umar. Di tengah perang yang berkecamuk, pasangan Cut Nyak Dhien dan Teuku Umar mempunyai seorang putri Cut Gambang yang ketika dewasa dinikahkan dengan Teuku Di Buket, putra Teuku Cik Di Tiro yang juga pejuang dan pahlawan Aceh.

Dalam perjalanan hidup mereka, anak dan menantu Cut Nyak Dhien itu akhirnya juga gugur di medan perang. Ujian berat kembali dialami Cut Nyak Dhien ketika pada 11 Februari 1899 Teuku Umar gugur. Tapi, semangat tempurnya tetap bergelora dan ia bertekad berjuang sampai titik darah penghabisan. Sementara itu Belanda yang mengetahui kekuatan pasukan Cut Nyak Dhien kian melemah dan hanya bisa menghindar dari hutan-hutan terus melancarkan tekanan.

Didera rabun dan encok

Dalam pengembaraannya bergerilya di hutan, Cut Nyak Dhien mengalami sakit. Encok dan rabun menderanya. Melihat kondisi makin melemah, Panglima Perang Cut Nyak Dhien, Pang Laot Ali, menawarkan agar Cut Nyak Dhien menyerahkan diri ke Belanda. Tapi, Cut Nyak Dhien murka, dan melanjutkan pertempuran.

Pang Laot Ali yang dianggap sebagai pengkhianat oleh Cut Nyak Dhien, merasa iba. Dengan sembunyi-sembunyi ia menemui perwira Belanda dan memberitahu lokasi persembunyian Cut Nyak Dhien dan pasukannya. Akhirnya, Cut Nyak Dhien berhasil ditangkap oleh pasukan khusus Belanda yang dipimpin Letnan van Vurren.

Saat ditangkap, Cut Nyak Dhien menolak menyerah. Mulutnya terus berzikir. Hingga kemudian terjadi keributan karena Cut Nyak Dhien menghunuskan rencongnya dan mengenai Pang Laot Ali yang membujuknya untuk menyerah.

Dalam beberapa catatan sejarah, Belanda berhasil menangkap Cut Nyak Dhien, dan merawatnya di Banda Aceh hingga sembuh. Tapi, kemudian Belanda mengasingkan Cut Nyak Dhien ke Sumedang, Jawa Barat, untuk menghindari pengaruhnya mengobarkan kembali semangat melawan penjajah.

Di tempat pengasingannya, Cut Nyak Dhien yang sudah renta dan mengalami gangguan penglihatan lebih banyak mengajar agama. Ia tetap merahasiakan jati diri yang sebenarnya sampai akhir hayat. Cut Nyak Dhien wafat pada 6 November 1908 dan dimakamkan di Sumedang. Makam Cut Nyak Dhien baru diketahui secara pasti pada 1960 atau sekitar 50 tahun setelah kematiannya atas penelusuran Pemerintah Aceh. Sebagai tanda jasa, pada 2 Mei 1964, Pemerintah Indonesia menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada Ratu Perang asal Aceh itu. (ansari hasyim)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved