JURNALISME WARGA

Muloh Teupeh, Kuliner Khas dari Trueng Campli

BANDENG atau dalam bahasa Aceh dinamakan muloh, merupakan jenis ikan pangan yang terkenal di Asia Tenggara

Editor: hasyim
zoom-inlihat foto Muloh Teupeh, Kuliner Khas dari Trueng Campli
IST
IDA FITRI HANDAYANI, Guru SMA 4 Banda Aceh dan Anggota Warung Penulis, melaporkan dari Sigli, Pidie

IDA FITRI HANDAYANI, Guru SMA 4 Banda Aceh dan Anggota Warung Penulis, melaporkan dari Sigli, Pidie

BANDENG atau dalam bahasa Aceh dinamakan muloh, merupakan jenis ikan pangan yang terkenal di Asia Tenggara. Jadi, bukan hanya terkenal di Pidie atau di Bireuen yang sangat banyak dibudidayakan dalam tambak.

Bandeng hidup di Samudra Hindia dan Samudra Pasifik yang cenderung berkawanan di sekitar pesisir dan pulau-pulau yang berterumbu koral. Ikan bandeng muda dan baru menetas biasanya hidup di laut selama 2-3 minggu, lalu berpindah ke rawa-rawa bakau berair payau dan kadang kala di danau-danau yang berair asin. Bandeng baru kembali ke laut kalau sudah dewasa dan bisa berkembang biak.

Bandeng sangat mudah dibudidayakan. Walaupun termasuk ikan laut, bandeng juga bisa hidup di air payau, bahkan air tawar. Kenapa? Hal itu karena bandeng memiliki kemampuan dalam menghadapi perubahan kadar garam (salinitas) yang sangat besar (euryhaline) sehingga membuatnya mudah dibudidayakan.

Di Aceh, ikan bandeng banyak dibudidayakan di tambak-tambak. Di Pidie, Pidie Jaya, dan Bireuen, contohnya. Setelah cukup besar, ikan bandeng dijual dengan harga yang bervariasi. Bandeng memiliki cita rasa yang khas, dagingnya pun sangat lezat. Meskipun daging bandeng banyak durinya, tapi tidak mengubah rasanya yang nikmat.

Bandeng memiliki banyak sebutan, seperti bolu atau ikan agam. Dalam dunia perikanan internasional, bandeng dikenal dengan nama milkfish. Bandeng termasuk ikan pemakan tumbuhan seperti lumut, kelekap, dan plankton (nabati maupun hewani). Di Aceh bandeng populer dengan sebutan muloh.

Bandeng bisa diolah dengan cara digoreng, dibakar, dikukus, dipindang, atau diasap. Di Aceh, khususnya di Pidie ada hal unik dalam mengolah bandeng, yaitu dengan memisahkan duri dari tulangnya lalu ditaburi bumbu-bumbu khas, kemudian diolah kembali, namanya muloh teupeh.

Muloh teupeh–di Pidie terkadang ditulis muloh tepeh--adalah makanan khas Gampong Ukee dan Gampong Kumbang, Kecamatan Glumpang Baro, Pidie. Muloh teupeh masih menjadi bisnis industri rumahan. Walaupun demikian, pemasarannya pun tidak kaleng-kaleng. Kabarnya muloh teupeh sudah dipasarkan ke luar Pidie, seperti Banda Aceh, Sabang, Bireuen, dan kota-kota lainnya. Tentu ini menjadi suatu kebanggaan tersendiri bagi Pidie.

Selain dipasarkan ke berbagai daerah, muloh teupeh juga sudah banyak dipamerkan di event-event yang diselenggarakan di Aceh, yang terbaru pada Juni 2019. Saat itu, muloh teupeh dihadirkan dalam event Aceh Culinary Festival, sehingga muloh teupeh kerap dijadikan oleh-oleh khas yang dibawa ke luar Aceh sebagai buah tangan.

Proses pembuatannya terbilang tidak begitu rumit. Berikut saya deskripsikan sekilas cara mengolah bandeng agar menjadi muloh teupeh.

Kurang lebih seperti ini. Ikan bandeng dibersihkan dari sisik, isi perut, dan insang, sama seperti membersihkan ikan lain, mudah, sederhana, dan tidak perlu banyak menghabiskan waktu. Tapi bakal sulit bagi mereka yang telapak tangannya mulus alias tak pernah bersihkan ikan dan jarang memasak. Bahkan mereka perlu banyak waktu untuk sekedar membersihkan seekor ikan. Biasa hal ini melekat pada anak orang yang tak ada duit pecah/orang kaya.

Kembali lagi, kemudian ikannya diketuk-ketuk dan ditarik tulangnya melalui mulut ikan, tanpa merusak kulitnya. Keluarkan daging ikan lewat mulut dan lubang insang. Kemudian haluskan daging ikan dan pisahkan dari semua durinya. Selanjutnya campur daging ikan dengan kentang halus, garam, dan bumbu yang sudah dihaluskan hingga rata. Soal racikan bumbu, itu masih rahasia perusahaan, sebab itu menyangkut hak cipta. Kemudian, masukkan daging ikan yang sudah dibumbui itu ke dalam badan ikan yang tinggal kulit. Lalu panggang ikan yang sudah terbentuk seperti ikan semula sampai matang, kemudian angkat lalu siap disajikan. Nah, mudah bukan?

Khusus di Pidie, muloh teupeh tersedia di toko Waroeng Kuliner Aceh di Keuniree yang diolah langsung oleh pemiliknya, Ibu Husniati yang berprofesi sebagai pekerja sosial (Pendamping Sosial PKH). Semangat dagangnya tak membuat ia enggan mengabdi pada negara.

Dalam sebuah kesempatan, saya pernah bertanya pada Ibu Husniati, terkait alasannya mendirikan usaha kuliner muloh teupeh. Ia jelaskan, itu karena kepekaannya dalam melihat peluang, untuk membantu ibu-ibu/perempuan dampingannya dalam program Kemensos (PKH) melalui produksi muloh teupeh. Program ini kini bisa membantu perekonomian masyarakat sekitar, selain di Pidie, ia juga memasarkan melalui sosial media, lewat akun Instagram @mulohteupeh_pidie dan Website :bandengaceh.com.

Nah, tentu bukan hanya menjadi bisnis lokal lagi kan? Bahkan dengan promosi demikian tidak hanya bisa dilihat oleh orang terdekat, tetapi bisa disasar oleh masyarakat ban sigom Aceh.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved