Jurnalisme Warga

Abu di Lheue Dirikan Dayah sebagai Benteng Melawan Paham Sesat

Meski bukan dari keluarga kaya, Abu tumbuh dalam lingkungan yang mendukung nilai-nilai keislaman dan pendidikan.

Editor: mufti
IST
Tgk. H. ABDUL HADI alias Waled Gampong Gajah,  Ketua HUDA Pidie sekaligus Ketua Umum Riadah (Ikatan Alumni Dayah Darul Falah Jeunieb), melaporkan dari Pidie 

Tgk. H. ABDUL HADI alias Waled Gampong Gajah,  Ketua HUDA Pidie sekaligus Ketua Umum Riadah (Ikatan Alumni Dayah Darul Falah Jeunieb), melaporkan dari Pidie

Tgk H Abdushshamad bin Tgk Mudajini atau lebih dikenal dengan gelar Abu di Lheue atau Abu Balee, adalah ulama karismatik asal Krueng Kiran, Ulee Gle, Kabupaten Pidie Jaya. Ia lahir pada tahun 1933.

Gelar “Abu di Lheue” merujuk pada desa tempat pertama beliau mendirikan dayah di Jeunieb, Bireuen.

Sejak kecil, Abu di Lheue dikenal pendiam, menjauhi perbuatan tercela, dan menunjukkan akhlak tasawuf yang kuat.

Meski bukan dari keluarga kaya, Abu tumbuh dalam lingkungan yang mendukung nilai-nilai keislaman dan pendidikan.

Abu memulai pendidikan di SRI Jeulanga, setara SD, yang saat itu sudah mengajarkan kitab-kitab kuning. Ia melanjutkan pendidikan ke Dayah Manyang Gampong Meuleum selama tujuh tahun. Lalu ke Dayah Darussalam, Labuhan Haji, Aceh Selatan, di bawah asuhan Abuya Muda Waly al-Khalidy dari 1955–1962.

Di sana, Abu di Lheue mendalami ilmu lahir dan batin bersama ulama-ulama besar, termasuk Abu Lam Ateuk.

Kisah Abu di Lheue adalah teladan tentang ketekunan, kesederhanaan, dan kecintaan terhadap ilmu. Beliau menjadi simbol ulama yang lahir dari perjuangan dan keikhlasan, serta meninggalkan warisan spiritual yang mendalam bagi murid-murid dan masyarakatnya.

Dayah Darul Falah

Setelah menikahi Hj Lathifah binti Ismail Beuramat, Abu di Lheue menuntut ilmu tiga tahun di Dayah Darussalam, Labuhan Haji. Sepulangnya, ia mengabdi sebagai guru di Dayah Darul Atiq, Ulee Raboe, Keude Jeunieb (1962–1964).

Melihat kondisi Masjid Syuhada 44 di Desa Lheue yang pernah menjadi pusat pengajian, tetapi vakum akibat perang dan konflik DI/TII, sang mertua, Tgk Ismail Beuramat, menghidupkan kembali kegiatan keagamaan di masjid tersebut.  Tanggung jawab itu diserahkan kepada Abu di Lheue.

Tahun 1964, Abu di Lheue mendirikan Dayah Darul Falah, yang berarti "Negeri Kemenangan", sebagai pusat pendidikan Islam dan benteng melawan paham sesat.

Ia memimpin dayah tersebut 40 tahun (1964–2004), menjadikannya salah satu ulama paling disegani dan dirindukan di Aceh.

Berkat kegigihan Abu di Lheue, dayah ini berkembang pesat dan melahirkan ribuan alumni yang tersebar di berbagai wilayah Aceh.

Seiring waktu, Abu mendirikan Dayah Darul Falah Putri yang kemudian berganti nama menjadi Dayah Darun Najah, dipimpin oleh muridnya, Tgk Jailani. Kepribadian Abu

Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved