Fakta Tentang Penyakit Kusta, Gejalanya Mirip Penyakit Kulit Lain, Bisa Sembuh Total Asalkan?
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) ada sekitar 180 ribu orang di dunia yang terinfeksi kusta.
SERAMBINEWS.COM - 26 Januari 2020 diperingati sebagai Hari Kusta Internasional.
Peringatan ini selalu jatuh di hari Minggu terakhir di bulan Januari untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dunia terhadap penyakit yang kerap terbaikan, yaitu kusta.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) ada sekitar 180 ribu orang di dunia yang terinfeksi kusta.
Kulit adalah jaringan utama yang diserang oleh penyakit ini.
Sama dengan penyakit kulit lainnya, kusta juga menular dan mengakibatkan pembengkakan atau perubahan pada kulit.
Gejala-gejala pada kusta yang mirip dengan beberapa jenis penyakit kulit lainnya kerap membuat penanganannya terhambat.
Padahal, deteksi dini bisa mempercepat penyembuhan dan menghindari komplikasi lainnya.
Melansir dari berbagai sumber, berikut fakta penyakit kusta yang membedakannya dengan penyakit kulit lainnya:
1. Menyerang sistem saraf perifer
Jika kebanyakan penyakit kulit disebabkan karena gangguan pada sistem imun, kusta disebabkan oleh bakteri yang menyerang sistem saraf perifer.
Oleh karena itu, kusta menyebabkan rasa kebas pada area kulit yang terinfeksi, lemah otot hingga kelumpuhan, terutama pada tangan dan kaki.
Kusta bahkan menyebabkan kebutaan saat infeksi menyerag saraf fasial pada wajah.
2. Menyebabkan kelemahan otot
Sangat jarang penyakit kulit yang bisa menyebabkan kelemahan pada otot.
Melansir Hello Sehat, ada dua penyakit kulit yang bisa membuat otot melemah, yakni kusta dan dermatomiosis.
Namun, lemah otot pada dermatomiosis bukan gejala pertama yang muncul.
Sementara itu, lemah otot pada kusta kerap muncul bersamaan dengan borok pada kulit dan kerusakan parah.
Oleh sebab itu, penyakit ini harus segera mendapatkan pengobatan karena bisa mengakibatkan kecacatan pada penderitanya.
3. Muncul gejala mati rasa
Munculnya bercak putih juga bisa menjadi gejala penyakit kusta.
Tanda-tanda ini serpa dengan panu.
Akibatnya, banyak penderita kusta yang terlambat ditangani.
Padahal, penanganan yang terlambat pada kusta bisa menyebabkan komplikasi fatal.
Namun, bercak putih pada panu sering sekali terasa gatal saat terkena keringat, sedangkan kusta tidak akan terasa atau mati rasa.
Penderita kusta juga tidak bisa merasakan perubahan suhu sehingga kehilangan sensasi sentuhan dan rasa sakit pada kulit.
4. Penyebaran gejala memerlukan waktu lama
Melansir SehatQ, gejala dan tanda penyakit kusta baru akan muncul setelah 3 hingga 5 tahun setelah tubuh berkontak dengan bakteri penyebabnya.
Pada beberapa orang, gejala bahkan baru muncul setelah 20 tahun.
Oleh karena itu, sulit untuk mendeteksi waktu dan tempat terjadinya penularan infeksi penyakit kusta.
• Jabat Perdana Menteri Utama Bintang 5 di Sunda Empire, Pensiunan PNS Ini Belum Bayar Kontrakan
• Petinggi Sunda Empire Rangga Sasana Laporkan Balik Roy Suryo ke Mahkamah Internasional
Kusta Bisa Sembuh Total
Banyak orang mengira kusta tidak dapat diobati. Padahal, kusta bisa diobati total, dan obatnya pun sudah disediakan gratis oleh pemerintah Indonesia dari Badan Kesehatan Dunia (WHO).
Ditemui di ruang kerjanya di RSCM pada Selasa (3/9/2019); Ketua Kelompok Studi Morbus Hansen (Kusta), Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (Perdoski), Dr. dr. Sri Linuwih Susetyo Wardhani Menaldi, SpKK(K), menyatakan bahwa kusta bisa sembuh tanpa meninggalkan kecacatan sama sekali asal ditemukan sejak dini dan segera diobati.
Pengobatan kusta menggunakan kombinasi antibiotik atau disebut dengan multi drug treatment, seperti Rifampicin, Dapsone, dan Clofazimine.
Pengobatan ini tentu saja harus tuntas dan sesuai dengan resep dokter untuk menghindari bakteri kusta menjadi kebal atau resisten, sehingga dapat memutus rantai penularan.
Kabar baiknya, obat-obatan untuk kusta disediakan gratis oleh pemerintah dari bantuan World Health Organization (WHO).
Obat-obatan ini tersedia di beberapa puskesmas dan rumah sakit pemerintah dan swasta, sehingga pasien tidak perlu membelinya.
Akan tetapi, obat gratis dari WHO tersedia setara dengan jumlah kasus kusta yang dilaporkan oleh pemerintah Indonesia kepada WHO itu sendiri, sehingga membutuhkan pemeriksaan dari dokter terlebih dahulu.

Pada kusta tipe Pausi basiler (PB) atau level tuberkoloid, pengobatan umumnya berlangsung selama enam bulan.
Pada kusta tipe Multi basiler (MB) atau lepromatosa, pengobatan pada umumnya dilakukan selama 12 bulan atau lebih.
Tata laksana pengobatan kusta, diungkapkan dr. Dini, tidak terbatas pada kulit saja, tetapi harus bersama dengan disiplin ilmu lain, termasuk saraf, mata, bedah ortopedi, dan rehabilitasi medik, Bahkan, tata laksana juga dapat melibatkan psikolog, ilmu budaya, kesehatan masyarakat, ekonomi dan lain-lain.
"Kalau kusta sudah tipe MB, biasanya terjadi juga komplikasi ke bagian organ lain. Jadinya, pengobatannya itu harus dilakukan berkolaborasi atau berkoordinasi antar disiplin ilmu kedokteran yang terkait," ujar dr. Dini.
Misalnya, jika seorang penderita kusta mengalami gangguan saraf karena penyakitnya, maka dokter kulit akan bekerjasama dengan dokter saraf dalam melangsungkan penyembuhan.
Sementara itu, jika yang terkena dampak kusta adalah organ mata, maka kerja sama dilakukan antara dokter mata dan kulit khusus kusta.
Dokter Dini berkata bahwa hal yang paling ditakutkan dari penyakit kusta adalah kemungkinan terjadinya kecacatan permanen.
Dengan berobat teratur, cacat dapat dicegah.
Akan tetapi, bila saat berobat awal sudah terjadi cacat, maka cacat akan tetap ada walaupun sudah sembuh.
Bakteri yang ada pada penderita juga akan mati saat kusta dinyatakan sembuh, tetapi penderita bisa kembali mengalami gejala kusta jika terinfeksi bakteri baru.
• Mantan Intelijen Israel Sebut Corona Adalah Senjata Biologi Buatan China yang Kabur dari Lab
• Singgung Nama Sandiaga, Rocky Gerung Sebut Jokowi Sedang Berupaya agar Tak Dilengserkan hingga 2024
• Tak Ada Masker Layak Pakai, Orang di China Terpaksa Pakai Pembalut Wanita untuk Hindari Virus Corona
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "4 Fakta Tentang Kusta, Gejalanya Mirip dengan Penyakit Kulit Lain",
Penulis : Ariska Puspita Anggraini