Kupi Beungoh
Menangkap Peluang di Antara Pelancong Malaysia dan Penjual Salak di Pasar Aceh
Nyaris tidak ada yang membahas siapa dan kapan pesan suara itu dibuat, karena semua orang fokus membahas isi pesan yang merupakan suara seorang ibu.
Oleh Jafar Insya Reubee*)
SEBUAH pesan suara menjadi topik bahasan di grup-grup WhatsApp, hari ini, Ahad (2/2/2020).
Belum diketahui siapa pemilik suara dalam pesan itu, namun pesannya banyak dibahas di grup-grup WhatsApp, dari Malaysia hingga Aceh.
Nyaris tidak ada yang membahas siapa dan kapan pesan suara itu dibuat, karena semua orang fokus membahas isi pesan yang merupakan suara seorang ibu.
Berikut saya tulis lengkap isi pesan suara ibu tersebut.
“Assalamualaikom, saya nak melaporkan satu kes, di mana kami pelancong-pelancong daripada Malaysia, merasa tidak puas hati terhadap penjual salak yang berada di depan Pasar Aceh, di mana dia telah menjual buah salak dengan harga 15 ringget sekilo sedangkan dengan orang Aceh dia boleh jual dengan harga 3 ringget sekilo. Adakah orang Aceh seperti itu? Kami berasa amat sedih dengan tindakan ini. Harap dapat ambil tindakan. Terima kaseh.”
Beragam komentar pun bermunculan menanggapi pesan suara ini.
Tapi saya tak nak membahas tanggapan-tanggapan tersebut.
Saya hanya ingin menyampaikan bahwa kekecewaan-kekecewaan seperti ini akan berdampak tidak baik bagi dunia pariwisata Aceh.
Pihak terkait, terutama Dinas Pariwisata Aceh, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, hingga Dinas Pasar, tidak boleh berdiam diri terhadap kekecewaan para pelancong ini.
Harus ada tindakan yang tidak merugikan semua pihak.
Para penjual salak tetap bisa berdagang, para pelancong pun merasa senang dan tidak merasa menjadi korban penipuan.
Ada beberapa alasan kenapa kes ini harus segera disikapi.
Pertama, nama Aceh sedang sangat famous (terkenal) di Malaysia saat ini.
Sehingga Air Asia pun sampai menambah durasi penerbangan hingga 3 kali sehari dari dan ke Aceh.