Berita Pidie

Abusyik Kunjungi Stabat Sumatera Utara, Tinjau Ekowisata Hingga Belajar Atasi Konflik Gajah di Pidie

Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana cara mereka mengantisipasi konflik gajah dengan masyarakat.

Penulis: Nur Nihayati | Editor: Nur Nihayati
For Serambinews.com
Bupati Pidie, Roni Ahmad foto bersama usai pertemuan di Stabat, Sumatera Utara 

Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana cara mereka mengantisipasi konflik gajah dengan masyarakat.

laporan Nur Nihayati | Pidie

SERAMBINEWS.COM, SIGLI - Bupati Pidie, Roni Ahmad (Abusyik) bersama Ketua DPRK Pidie melakukan kunjungan peninjauan tempat pengembangan ekowisata dan pengelolaan gajah di Tangkahan Kabupaten Stabat-Sumut.

Terhitung sejak tanggal 3 hingga 6 Februari 2020 Abusyik dan rombongan melakukan sejumlah kegitan kedinasan itu.

Kabag Humas dan Protokol Pidie, Muhammad Fadhil SPdI MPd mengirimkan siaran tertulis kepada Serambinews.com, Selasa (4/2/2020).

Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana cara mereka mengantisipasi konflik gajah dengan masyarakat.

Hal ini didasari karena Kabupaten Pidie merupakan kawasan yang sering sekali terjadi konflik masyarakat dengan gajah.

Selama tahun 2019, konflik gajah dengan masyarakat sangat tinggi intensitasnya.

Kapolres Nagan Raya Dimutasi Menjadi Kapolres Langsa, Ini Kapolres Baru Nagan Raya

Polemik Ekspor Ganja, Dosen Pascasarjana IAIN Langsa: Mau Dikemas Seperti Apa pun Ganja Tetap Haram

Ketika Hendak Transaksi Narkoba di Jembatan, Polisi Ringkus Dua Pria di Aceh Utara

Misalkan di kawasan Mila, Keumala, Geumpang dan beberapa kawasan lainnya.

Dalam kegiatan diskusi tersebut, pihak CRU Tangkahan yang diwakili oleh Edy Sunardy, S. Hut.

Ia memaparkan bahwa untuk mencegah konflik antara manusia dengan gajah, diperlukan kesadaran masyarakat untuk merubah mindset.

"Artinya kita harus meningkatkan kesadaran terhadap pola tanam yang tidak disukai oleh gajah.

Misalnya kalau selama ini kita tanam padi, pinang, pisang, dan lain-lain; kita harus merubah untuk menanami lahan tersebut dengan tumbuhan yang tidak disukai oleh gajah, seperti serai wangi, jeruk nipis, dan lain sebagainya.

Perubahan pola tanam tersebut akan memberi dampak pada menurunnya konflik manusia dengan gajah.

Di samping itu, hal yang sangat urgent dalam mencegah konflik adalah kesadaran masyarakat untuk tidak merambah hutan.

Sehingga dengan tidak adanya perambahan hutan, maka gajah akan tercukupi makanannya dan mereka tidak akan turun untuk mencari makan di perkebunan warga.

Salah seorang pengurus CRU Tangkahan mengatakan bahwa mereka dulunya mereka pelaku ilegal loging.

Akan tetapi dengan kesadaran mereka untuk mengelola hutan demi anak cucu mereka kelak maka mereka sekarang sudah meninggalkan kegiatan ilegal loging dan beralih ke pengembangan ekowisata.

Kegiatan ekowisata tangkahan saat ini bisa menghasilkan pendapatan Rp 15 milyar lebih per tahun.

Salah satu cara yang cepat untuk meningkatkan kesadaran masyarakat adalah dengan membentuk suatu tim kecil yang siap sedia untuk melakukan hal-hal yang berhubungan dengan perubahan pola fikir masyarakat.

Sehingga lama kelamaan akan memotivasi masyarakat banyak untuk bergerak lebih aktif dan reaktif terhadap perubahan.

Menurut Edy, pentingnya kesadaran masyarakat dalam mengelola hutan dan meningkatkan kesadaran pola tanam.

CRU Tangkahan merupakan CRU yang sudah berdiri sendiri tanpa ada campur tangan pemerintah dalam pembiayaan.

Kegiatan diskusi tersebut berlangsung lebih kurang 2 jam.

Kegiatan ini berlangsung selama 3 hari (3-6 Februari 2020) berdasarkan surat undangan.

Turut hadir dalam rombongan Bupati dan Ketua DPRK Pidie, Kepala Bappeda, Kadis LH, Kadisparbudpora, Kadispertanian, Sekwan dan Kabag Humas & Protokol Setdakab Pidie. Kemudian DR. Fauzi Harun (pemerhati pertanian).

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved