Opini
Perlukah Menghidupkan Lagi Bioskop di Aceh?
Sebagai perbandingannya beliau menyatakan bahwa beberapa negara di Timur Tengah seperti Arab Saudi yang notabene negara Islam
Dalam penelitian kecil-kecilan ini penulis menayakan kepada 17 orang mahasiswa yang kebetulan pada hari itu datang kepada penulis untuk keperluan akademiknya plus dua orang volunteer dari lembaga One Care yang kebetulan sedang bertamu.
Ada lima pertanyaan yang diajukan di dalam angket; pertama apakah menurut mereka masyarakat Aceh perlu hiburan. Kedua, sebutkan beberapa tempat hiburan di Aceh. Ketiga; menurut Anda apakah bioskop merupakan salah satu tempat hiburan? Keempat; Apakah Anda setuju wacana dihidupkan kembali bioskop di Aceh? Kelima sebutkan jenis hiburan yang Anda sukai.
Dari angket sangat sederhana ini peneliti menemukan beberapa jawaban. Dapat disimpulkan bahwa responden sepakat masyarakat Aceh perlu hiburan. Namun apakah bioskop menjadi salah satu sarana hiburan? Pada titik ini mereka berbeda pandangan.
Begitu pula ketika ditanya apakah mereka setuju pada wacana dihidupkannya kembali bioskop di Aceh? Di sini pun mereka berbeda pendapat. Namun demikian mereka semua sepakat menginginkan kemajuan bagi Aceh.
Mafsadat dan mashlahat
Manakala suatu perkara mengandung mashlahat dan mafsadat dalam waktu yang sama, maka menyelesaikan masalah dengan cara melihat sisi mafsadat dan mashlahatnya menjadi keharusan. Dalam Islam terdapat prinsip menolak kerusakan (mafsadat) harus didahulukan daripada mengambil manfaat (kebaikan).
Qaidah itu berbunyi: "Menolak mafsadat harus didahulukan daripada mengambil manfaat". Namun apabila mafsadatnya bisa dieliminir, maka perkara keduniaan yang dasarnya ibahah ini bisa saja menjadi mubah bahkan menjadi sarana dakwah.
Hanya saja apakah pihak pengelola bisa menjamin bahwa kehadiran bioskop di Aceh bisa menjadi salah satu pilar dakwah selain sarana hiburan bagi masyarakat. Sebab seingat saya dulu pun di bioskop pernah dibuat pengumuman bahwa tempat duduk antara laki-laki dan perempuan dipisah, namun maklumat itu tidak diindahkan oleh penonton.
Dalam hal ini maka wajar jika ada pihak pihak yang merasa khawatir bahwa keberadaan bioskop akan menjadi kontra produktif terhadap keberadaan syariat Islam di Aceh.
Selain itu perlu juga mempertimbangkan hasil sebuah riset menyatakan minat masyarakat untuk menonton bioskop cenderung mengalami penurunan (Nurul Khotimah, 2016), dan perusahaan Cineplek 21 Group juga telah melakukan pembenahan dan pembaharuan dengan membentuk jaringan bioskopnya menjadi tiga merek terpisah, yaitu Cinema 21, Cinema XXI, dan The Premier sebagai strategi bisnis menyikapi keadaan ini (Patricia, 2010). Wallahu A'lam...