Karya Seni Pandemi Covid-19, Seniman Aceh Wig Maroe Lahirkan Monolog dan Gerak Tubuh
Bagi seniman teater Aceh, Wig Maroe, pandemi Covid-19 adalah ruang tanpa batas bagi ekspresi seni. Ia membuktikan hal itu dengan melahirkan...
Penulis: Fikar W Eda | Editor: Jalimin
Fikar W Eda | Bireuen
SERAMBINEWS.COM, BIREUEN - Bagi seniman teater Aceh, Wig Maroe, pandemi Covid-19 adalah ruang tanpa batas bagi ekspresi seni. Ia membuktikan hal itu dengan melahirkan enam karya monolog dan gerak tubuh selama menjalankan arahan pemerintah dalam program "#dirumahaja."
Wig --demikian pria berkulit agak gelap ini-- dipanggil, menjalani kegiatan #dirumahsaja di kediamannya di Bireuen. Ia merekam seluruh ekspresi artistiknya dan bisa dinikmati pada link YouTube Glinyoeng Art Channel/Rasyidin Wig Maroe.
Enam karya fragmen itu terdiri dari "Kolaborasi Gerak Tubuh Puisi Titik Koma karya Zetta bersama Devi Matahari, Zetta, Teuku Ilyas. Kemudian "Monolog Covid; Di Rumah Saja" sebuah pertunjukan meditasi yang naskahnya ditulis sendiri oleh Wig.
Karya lainnya, "Baca Puisi Dunia" bersama penyair Malaysia hastag #satusuarasatudunia, berjudul "Tubuh Kita Bukan Tembaga."
Selanjutnya pertunjukan monolog berjudul "Menukang Dirumah Saja" yang diperankan sendiri oleh Wig.
Lalu ada juga pertunjukan teater tubuh, ekplorasi pencarian "tubuh gampong" berjudul "Tubug Tukang," dan terakhir juga teater tubuh berjudul "Lenganku Perduli Sebelahnya."
• Belum Didukung Provinsi, Operasional Posko Bersama Perbatasan di Aceh Tamiang Dibiayai Patungan
• Viral Kebohongan Pengemis Ini Terbongkar, Pura-pura Kakinya Catat dan Berjalan Ngesot
• Aceh Besar Tuntaskan Penyaluran Sembako ke 22 Kecamatan, Tersisa untuk Pulo Aceh
Wig Maroe, adalah seorang seniman teater yang cukup aktif melahirkan karya. Ia acap merespon berbagai persoalan sosial, budaya dan lingkungan dalam berbagai bentuk pertunjukan.
Pria kritis ini memiliki nama asli Rasyidin. Menyandang gelar Sarjana Seni (SSn) dan Magister Seni (MSn) yang diraihnya dari dua perguruan seni ternama Indonesia, yaitu Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung dan Institut Seni Indonesia (ISI) Padang Panjang.
Saat ini, Wig yang lahir di Banda Aceh 26 Maret 1978, menjalani program doktoral seni di ISI Surakarta. Wig adalah dosen Prodi Teater di Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Aceh.
Dalam suasana bencana penyebaran Coronavirus atau Covid-19, menurutnya, tidak banyak yang dapat diperbuat selain memutar otak untuk tetap berkarya dan berkreasi sebagai seniman. Dan Wig telah berhasil memutar otak dengan menciptakan enam karya tadi.
Ia mengatakan, seorang kreator tidak harus cemas menghadapi penyebaran virus ini selagi mentaati apa yang diarahkan oleh pemerintah. Penerapan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB, bukan batasan, melainkan ladang kreasi. Tinggal bagaimana seorang kreator mampu memanfaatkan ruang -ruang yang ada secara kreatif.
• Bupati Aceh Barat Pantau Lokasi Pencarian Korban Hilang di Krueng Woyla
"Kreator tidak mau terjebak dalam situasi kepanikan yang berlebihan, khususnya dalam menyikapi PSBB," ujar Wig.
Sebelum pandemi Covid merebak seperti sekarang, Wig lebih banyak berada di Solo menuntaskan program doktoralnya. Ia mengambil minat pengkajian seni teater. Karena Covid, ia menjeda penyelesaiaian tugas akhir program doktoralnya, sampai suasana kembali kondusif.
