Jurnalisme Warga
Filosofi Timphan dan Kembang Loyang
Di Aceh Tamiang ada makanan tradisional yang memiliki makna filosofi saat menjelang Ramadhan maupun Lebaran

Orang terdahulu selalu memberikan contoh yang filosofis saat mendidik. Ketika murid atau anaknya bertanya, para guru tidak langsung menjawab secara langsung, tetapi memberikan stimulasi agar sang murid berpikir sendiri sebelum menemukan jawabannya. Ketika seorang anak manusia menemukan kebenaran setelah ia berpikir serius, maka diyakini bahwa ilmu itu akan lebih berbekas dan tersimpan lama dalam pikirannya kelak.
Sama halnya seperti seorang ahli telekomunikasi (IT) yang belajar sendiri (autodidak), kabarnya mereka yang mempelajari dengan metode tersebut lebih cerdas dan memahami secara kompleks dibanding ahli telekomunikasi yang memiliki guru atau membaca buku.
Begitu juga cara orang tua dalam membuat sesuatu termasuk makanan, mereka banyak mempertimbangkan aspek spiritual yang diyakini dapat mendatangkan kebaikan dalam konteks pengalaman yang sudah mereka jalani. Namun sayang, budaya berpikir orang tua yang kental akan nilai moral semakin hari semakin tergerus oleh zaman. Hadih Madja misalnya, sebuah nasihat orang Aceh yang begitu populer di masa kerajaan silam. Setiap katanya selalu memiliki nasihat dan petuah yang positif, namun anak zaman now lebih suka mengikuti budaya milenial karena dianggap keren dan populer. Ya, begitulah adanya.