Masyarakat Aceh Diingatkan Waspadai Gempa Saat Pandemi
'Warning' itu disampaikan Teuku Dadek menyusul terjadinya gempa berkekuatan 4,8 skala Richter (SR) pada Kamis (4/6/2020) pukul 05.27 WIB
Penulis: Yarmen Dinamika | Editor: Amirullah
Laporan Yarmen Dinamika l Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Asisten II (Bidang Ekonomi dan Pembangunan) Sekda Aceh yang juga mantan kepala pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA), Teuku Ahmad Dadek SH mengingatkan masyarakat Aceh agar senantiasa mewaspadai kemungkinan terjadinya gempa besar di provinsi paling barat Indonesia ini saat pandemi Covid-19.
'Warning' itu disampaikan Teuku Dadek menyusul terjadinya gempa berkekuatan 4,8 skala Richter (SR) pada Kamis (4/6/2020) pukul 05.27 WIB yang mengguncang Banda Aceh, Aceh Besar hingga Kota Sabang.
Berdasarkan analisis BMKG, episentrum gempa terletak pada koordinat 5,50 Lintang Utara dan 95,33 Bujur Timur, atau tepatnya berlokasi di darat pada jarak 5 kilometer tenggara Banda Aceh. Ini tergolong gempa dangkal, karena kedalamannya hanya 10 kilometer.
Sebagaimana diberitakan Serambinews.com pagi ini, gempa tersebut menyebabkan sebuah ruko dua lantai di Kota Sabang rusak.
Sebagian dinding lantai dua dan atap sengnya runtuh. Namun, tak ada korban jiwa maupun yang cedera akibat kejadian itu.
• Donald Trump Berlakukan Darurat Sipil di Sejumlah Kota untuk Cegah Kerusuh Meluas
• Hati-hati, Terlalu Sering Konsumsi Es Teh Manis Berbahaya Bagi Tubuh, Ini Alasannya
• 4 Bulan Lawan Corona hingga Kulit Wajah Menghitam, Dokter Hu Weifeng Meninggal Dunia
Selain menimbulkan kerusakan di Keunekai, Sabang, guncangan gempa itu juga dirasakan di wilayah Sabang III MMI dan Banda Aceh dan Aceh Besar II MMI.
Hasil monitoring BMKG hingga pukul 07.00 WIB tercatat sudah delapan kali aktivitas gempa, terdiri atas dua gempa pembuka/ pendahuluan (foreshocks), kemudian disusul gempa utama (mainshock), selanjutnya diikuti lima gempa susulan (aftershocks).
Dengan memperhatikan lokasi episentrum dan kedalaman hiposentrumnya gempa dangkal itu diyakini terpicu akibat aktivitas Sesar Besar Sumatra tepatnya pada Segmen Aceh.
Terkait dengan realitas itu, Teuku Dadek mengingatkan bahwa segmen Sesar Aceh adalah salah satu segmen sesar aktif sehingga dapat saja terjadi akumulasi tegangan (stres) kulit bumi di bagian utara Sesar Besar Sumatra.
Pascagempa Aceh pada 26 Desember 2004 zona segmen Sesar Aceh ini aktivitas gempanya relatif sepi dari gempa besar (signifikan).
Kondisi semacam ini disebut sebagai "seismic gap" yaitu zona sepi gempa meski sesarnya aktif, hingga suatu saat di zona ini dapat saja terjadi gempa yang signifikan.
• Banda Aceh, Aceh Besar Diguncang Gempa 4,2 SR
• Haji 2020 Batal Diberangkatkan, Jamaah Bisa Ambil Biaya Pelunasan Tapi Bukan Setoran Awal
"Untuk itu, Segmen Aceh ini merupakan salah satu segmen sesar aktif yang sangat patut kita waspadai," ujar Teuku Dadek.
Pejabat dan musisi yang menulis banyak buku tentang kebencanaan ini mengingatkan masyarakat Aceh jangan sampai lupa dengan potensi gempa yang mengintai Aceh, terutama segmen yang membelah Kota Banda Aceh.
"Mengetahui sumber gempa sangat penting, jangan sampai kita menghabiskan energi yang tidak perlu. Ingat juga selalu arah evakuasi," kata penulis buku 'Jejak Bencana di Aceh' ini.
Buku yang ditulis Dadek bersama Yarmen Dinamika (Wartawan Serambi Indonesia) dan Hermansyah (Filolog dan Dosen UIN Ar-Raniry) itu berisi rekaman kejadian berbagai macam bencana alam di Aceh dalam dua abad terakhir. Gempa dan banjir termasuk bencana alam yang paling sering terjadi di Aceh, selain tanah longsor.
"Fokus terhadap ancaman Covid-19 itu bagus dan sikap yang demikian memang relevan dengan kondisi riil sekarang ini. Tapi jangan sampai kita mengabaikan potensi gempa di Aceh," kata Dadek.
Penulis buku "Gempa Gayo" dan "Gempa Pijay" ini mengutip beberapa kajian yang dilakukan pakar ilmu kebencanaan tentang Aceh, khususnya Banda Aceh dan Aceh Besar.
• PTUN Vonis Jokowi Bersalah Atas Pemblokiran Internet di Papua, Ini Kata Istana & Menkominfo
• Akibat Posting Status Ujaran Kebencian di Facebook, Tiga Pria Ini Minta Maaf ke Polres Subulussalam
Salah satunya adalah hasil kajian Ibnu Rusdi dari TDMRC Universitas Syiah Kuala bahwa Kota Banda Aceh dibangun di atas endapan aluvium yang berumur sangat muda secara geologi (berumur Holosen).
Endapan aluvium yang muda termasuk dalam kategori tanah lunak, sehingga akan menimbulkan efek amplifikasi (penguatan guncangan tanah) apabila gempa bumi terjadi.
Selain itu, Kota Banda Aceh diapit oleh dua patahan aktif, patahan segmen Aceh di sisi barat daya dan segmen Seulimeum di sisi timur laut.
Penelitian sebelumnya bahkan menyatakan bahwa patahan segmen Aceh dan segmen Seulimeum mampu menghasilkan gempa bumi dengan magnitudo Mw 7.
Apabila gempa tersebut terjadi di masa yang akan datang, kata Dadek, maka Kota Banda Aceh akan mengalami kerusakan yang sangat parah.
"Untuk itulah, kita harus selalu waspada. Termasuk mengingatkan anak sekolah ke mana dan apa yang harus mereka lakukan saat gempa. Nah, kaitannya dengan Covid-19, saat menjadi korban gempa atau harus mengungsi, kita pun tetap menjaga protokol kesehatan standar Covid-19," kata penulis buku "Smong Purba" dan juga buku "Politik Hukum Bencana di Indonesia" ini. (*)