Berita Luar Negeri

Pemicu Demo di AS Positif Covid-19, Namun Kematiannya Bukan Karena Virus

Hasil autopsi mencerminkan positif yang asimptomatik, tetapi persisten dari infeksi sebelumnya. Artinya, virus tidak memainkan peran atas kematiannya.

AFP/CHANDAN KHANNA
Pengunjukrasa berdiri di depan gedung yang terbakar dalam aksi demonstrasi di Minneapolis, Minnesota, Jumat (29/5/2020). Amerika Serikat dilanda kerusuhan hebat, pasca meninggalnya George Floyd akibat kehabisan nafas, setelah lehernya ditindih seorang petugas Polisi Minneapolis dalam sebuah penangkapan. 

SERAMBINEWS.COM, MINNEAPOLIS - George Floyd (46), pria kulit hitam yang tewas setelah lehernya ditindih lutut polisi Minneapolis, ternyata positif mengidap Covid-19. Temuan itu diketahui setelah dilakukan autopsi terhadap jenazah sekuriti yang menghembuskan nafas terakhir pada 25 Mei 2020 itu.

"Hasil tes swab setelah kematian ditemukan positif untuk RNA 2019-nCoV," kata laporan hasil autopsi yang menggunakan istilah lain untuk virus corona yang menyebabkan Covid-19, Kamis (4/6/2020).

Kepala Pemeriksa Medis Dr Andrew Baker mengatakan, hasil autopsi mencerminkan positif yang asimptomatik (tidak ada gejala klinis) tetapi persisten dari infeksi sebelumnya. Artinya, virus tidak memainkan peran terkait kematian Floyd dan dikatakan tidak menular.

Bocah 3 Tahun ini Kena Semprot Gas Air Mata, Jadi Sasaran Polisi Saat Unjuk Rasa Kasus George Floyd

Unjuk Rasa Kematian George Floyd Memanas, Ini Cara KBRI Jamin Keselamatan 142 Ribu WNI di AS

Beredar Gambar Kartun The Simpsons Memprediksi Kematian George Floyd, Benarkah? Cek Faktanya

Terkait kematian Floyd, tiga mantan polisi Minneapolis yang ditangkap Rabu (3/6/2020), dijaring tuduhan-tuduhan membantu dan bersekongkol dengan pelaku utama, Derek Chauvi.

Tiga mantan polisi itu antara lain J Alexander Keung, Thomas Lane, dan Tou Thao.

Terdakwa Derek Chauvin dijadwalkan menjalani sidang pendahuluan pada Kamis waktu setempat. Persidangan itu bertepatan waktunya dengan peringatan meninggalnya Floyd yang dihadiri keluarga korban.

Aksi unjuk rasa sebagai bentuk solidaritas terhadap kematian Floyd terus berlangsung di kota-kota di Amerika Serikat (AS). Namun demonstrasi umumnya lebih damai dan tenang dibandingkan dengan minggu lalu.

Para pengunjuk rasa damai masih berada di kota-kota seperti Atlanta, Washington DC, dan Seattle. Namun di Kota News York dilaporkan ada bentrokan antara pengunjuk rasa dan polisi di New York.

Aksi Polisi Berlutut Heboh, Demo Kematian George Floyd Meluas di Amerika Serikat

Demo Rusuh Terkait Kematian George Floyd, Ribuan Orang Ditangkap, Trump Tuduh Antifa Biang Kerok

Selebritis Hollywood Ikut Demo Kematian George Floyd

Pihak berwenang mengatakan kota itu masih lebih tenang dari sebelumnya, tanpa ada laporan adanya penjarahan.

Di Kota Atlanta ada enam petugas polisi Atlanta didakwa melakukan tindakan berlebihan terhadap dua mahasiswa yang mengikuti unjuk rasa pada Sabtu malam lalu. Para polisi itu disebut memecahkan kaca mobil, menarik keluar seorang wanita dari dalam mobil dan menangkap laki-laki di sebelahnya.

Menteri Pertahanan (Menhan) AS Mark Esper menyebut pembunuhan George Floyd sebagai kejahatan mengerikan dan menyatakan para polisi yang terlibat harus dimintai pertanggungjawaban atas pembunuhan itu.

Uniknya, Esper menegaskan tidak mendukung penggunaan militer aktif untuk memadamkan unjuk rasa, sebuah sikap yang bertentangan dengan pidato Presiden Donald Trump pada awal pekan ini.
Sikap Esper itu senada dengan pernyataan mantan Menteri Pertahanan James Mattis. Pensiunan Jenderal Marinir AS itu mencerca Trump yang mengancam menerjunkan militer bersenjata untuk memadamkan kerusuhan.

"Trump merupakan presiden pertama dalam hidup saya yang tidak mencoba menyatukan rakyat Amerika. Kita menyaksikan konsekuensi tiga tahun tanpa kepemimpinan yang matang," kata Mattis yang mengundurkan diri dari jabatan Menhan AS pada 21 Desember 2018 itu.

Kejadian serupa

Peristiwa yang menimpa Floyd ternyata pernah terjadi sebelumnya di Negara Bagian Florida.

Sebuah video muncul di media sosial menunjukkan seorang petugas kepolisian Kota Sarasota menekan leher seorang pria menggunakan lutut.

Dalam video berdurasi 90 detik itu dan direkam pada 18 Mei 2020, tiga petugas terlihat berusaha membawa seorang pria ke tahanan. Seorang polisi kemudian terlihat berlutut di kepala dan leher pria itu.

Donald Trump Berlakukan Darurat Sipil di Sejumlah Kota untuk Cegah Kerusuh Meluas

Capres Demokrat AS: Trump Ciptakan Medan Perang di Negara Ini

Pria itu, ditangkap karena tuduhan kekerasan dalam rumah tangga terdengar berteriak, "Mengapa saya ditangkap?" saat petugas berlutut di leharnya. "Ketika saya berteriak, dan bertanya, mengapa saya ditahan, dia mulai meletakkan lututnya ke leher saya," kata Patrick Carroll dalam sebuah wawancara dengan WFTS, televisi aliansi CNN.

Seorang polisi yang terlibat mengatakan Carroll berupaya kabur. "Tersangka berusaha kabur dari petugas dan menolak untuk masuk ke bagian belakang mobil patroli. Tindakan dilakukan yaitu menekan dia ke tanah untuk membuatnya tenang, " ujar polisi itu dalam berkas pemeriksaan.

Kepolisian Sarasota mengatakan dalam sebuah pernyataan yang dirilis Selasa, mereka tidak mengetahui adanya video tersebut sampai pada Senin polisi mendapat notifikasi mengenai penangkapan tersebut.

Setelah meninjau beberapa video, Kepala Polisi Bernadette DiPino segera memulai penyelidikan.
Polisi yang menekan leher tersangka dengan lutut telah dibebastugaskan, namun tidak diketahui apakah dua petugas lainnya akan mendapat sanksi disipliner.

Kepolisian Sarasota juga merilis video yang diambil dari helikopter Kantor Sheriff Sarasota pada hari penangkapan. Video berdurasi 13 menit itu menyiarkan pandangan mata para polisi mengenai adegan itu .

Carroll, yang berkulit hitam, tidak mencari pertolongan medis atau secara resmi mengeluh tentang luka-lukanya terkait insiden itu. Carroll membantah melakukan perlawanan. Ia mengaku berusaha bergerak agar bisa bernafas.(cnn/feb)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved