Opini
Makan Sate Tak Perlu Piara Kambing?
Ketika itu sebuah media online memberitakan bahwa Abuya Syarkawi, Bupati Bener Meriah, menyatakan mengundurkan dari jabatan
Oleh Usamah El-Madny, Penulis adalah Penikmat Kopi, Tinggal di Aceh Besar
Tulisan ini terinspirasi siang hari Idul Fitri, Minggu (24/5/5), yang lalu. Ketika itu sebuah media online memberitakan bahwa Abuya Syarkawi, Bupati Bener Meriah, menyatakan mengundurkan dari jabatan yang sedang beliau emban itu.
Abuya Syarkawi saat ini merupakan satu dari dua ulama Aceh yang terlibat dalam kepemimpinan politik di Aceh. Satu lagi adalah Waled Husai, Wakil Bupati Aceh Besar.
Bagi saya keterlibatan ulama dalam kepemimpinan politik di Aceh menarik untuk kita diskusikan. Alasannya sederhana. Pertama, pada awal kemerdekaan salah satu Gubernur Aceh adalah ulama. Jadi, ulama terlibat dalam kepemimpinan politik bukan perkara baru.
Kedua, modal sosial politik yang ada sangat mungkin ulama Aceh terlibat kepemimpinan politik. Tinggal dikonsolidasi dan dikapitalisasi saja melalui proses demokrasi yang ada.
Catatan sejarah
Dalam catatan sejarah peradaban politik Islam, pada awalnya tidak ada pemisahan antara pemimpin agama dengan pemimpin politik. Otoritas kepemimpinan agama dan politik berada dan terpusatkan di satu tangan.
Mulai dari masa Rasulullah SAW yang secara de-jure dan de-facto memimpin Negara Madinah, sampai era khulafaurrasyidin (11 H/632 M-40 H/660 M, otoritas kepemimpinan agama dan politik tetap berada dalam satu tangan.
Situasi itu berakhir pada 40 H/ 661 M bersamaan berkesudahannya khulafaurrasyidin serta berdirinya Kekhalifahan Bani Umayyah.
Sejak itu, sampai hari ini otoritas keagamaan dipisahkan dengan otoritas kepemimpinan politik. Bahkan, tidak jarang antara kedua otoritas itu saling bermusuhan, curiga dan saling berhadapan.
Romantisme agar kedua otoritas itu berada di tangan ulama masih ada sampai hari ini. Tidak hanya di Indonesia, tapi juga di berbagai belahan dunia.
Ada yang berhasil. Ada yang tidak. Ada yang berhasil kemudian tumbang. Ada pula yang berhasil kemudian bertahan lama dan selanjutnya mengalami berbagai dinamika internal.
Yang berhasil kemudian tidak lama tumbang adalah apa yang dialami kelompok Thaliban di Afghanistan. Yang berhasil dan bertahan sampai hari ini dengan berbagai dinamikanya adalah para mullah di Iran. Para ulama syiah di negeri ini masih mampu mempertahankan otoritas kepemimpinan agama dan politik di satu tangan, yang mereka sebut dengan walayatulfaqih.
Sedangkan ikhtiar yang tidak berhasil sama sekali sangat banyak. Contohnya, Abul A'la Al-Maududi dan pengikutnya di Pakistan. Hasan Al-Banna dengan Ikhwanul Musliminnya di Mesir, dan lain-lain.
Kepemimpinan ulama