Kupi Beungoh

PEMA dan Migas Blok B di Aceh Utara, Jangan Sampai Kisah KIA Ladong Terulang

Tulisan saya ini tidak dimaksukan untuk mematahkan semangat Pemerintah Aceh, melalui PT PEMA (PT Pembangunan Aceh) untuk mengelola Blok B Aceh Utara

Editor: Zaenal
FOR SERAMBINEWS.COM
T Murdani mahasiswa program Doktor dalam bidang International Development, Fakultas Art Design, University of Canberra, Australia. 

Tulisan saya ini tidak dimaksudkan untuk mematahkan semangat Pemerintah Aceh, melalui PT PEMA (PT Pembangunan Aceh) untuk mengelola migas Blok B di Aceh Utara. Tapi  semata-mata sebagai pengingat agar tak mengulang kesalahan serupa.

Oleh T. Murdani*)

DUA Tahun Berjuang, Akhirnya PT PEMA ambil alih pengelolaan blok B di Aceh Utara dari PHE.

Sebuah judul berita yang sangat bombastis tayang di Serambinews.com, Kamis (18/6/2020) tengah malam.

Tidak hanya judulnya isinya juga sangat menarik dengan cerita perjuangan dan harapan Aceh ke depan.

Sementara di website resmi milik Pemerintah Aceh (www.acehprov.go.id), berita yang dirilis Humas Pemerintah Aceh itu diberi judul dengan huruf kapital, “SETELAH 44 TAHUN, AKHIRNYA ACEH BISA KELOLA SENDIRI MIGAS BLOK B ACEH UTARA”.

Dua Tahun Berjuang, Akhirnya PT PEMA Ambil Alih Pengelolaan Blok B di Aceh Utara dari PHE

Dari judul dan isi berita tersebut, dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa ini merupakan sebuah prestasi yang luar biasa dari pemerintah Aceh yang memiliki motto “Aceh Hebat”.

Bayangkan saja, andaikata ke depan Pemerintah Aceh berhasil mengelola sebuah blok migas, maka akan memberi dampak besar terhadap pertumbuhan ekonomi.

Dampak lainnya adalah akan terbukanya lapangan kerja, menurunnya angka pengangguran, serta kemiskinan di Aceh.

Keberhasilan tersebut akan menjadi sebuah catatan penting dalam sejarah kepemimpinan Plt. Nova Iriansyah, dimana Aceh mencatat dimulainya sebuah fase kebangkitan dari kemampuan mengelola sebuah blok migas.

PT PEMA sebagai pengelola tidak hanya mengukir sejarah tetapi juga akan menjadi perusahaan daerah yang akan mampu berbicara di tingkat nasional, bahkan internasional.

Aceh Ambil Alih Blok B, Pengelolaan Diserahkan ke PT PEMA

Aceh Kelola Sendiri Blok B, Hendra Budian: Keberhasilan Ini Jangan Ditanggapi Pesimis

Mudah-mudahan Bukan Cet Langet

Tapi tunggu sebentar, saya bertanya apakah judul berita tersebut sama seperti berita investasi Aceh naik 371,6 persen yang dirilis pihak DPTMSP awal bulan lalu?

Kenapa saya bertanya?

Sebab hanya dua bulan berselang, perusahaan multimoda level internasional milik putra Aceh, PT Trans Continent, malah angkat kaki dari Kawasan Industri Aceh (KIA) Ladong, yang saya yakin hingga bulan ini belum juga terwujud.

Sebagai salah satu elemen rakyat Aceh, hal ini penting saya pertanyakan, agar Aceh tidak terus menerus dalam kondisi cet langet.

Juga agar rakyat Aceh jangan terus-terusan dicilet meulisan.

Tulisan saya ini tidak dimaksukan untuk mematahkan semangat Pemerintah Aceh, melalui PT PEMA (PT Pembangunan Aceh) untuk mengelola Blok B Aceh Utara.

Tapi perlu diingat, ini bukanlah pekerjaan yang segampang membalikkan telapak tangan.

Butuh dana besar, orang-orang profesional, dan para pekerja keras untuk mengemban tugas ini.

Agar Blok B tidak bernasib sama dengan perusahaan semen di Laweung Pidie, Kawasan Industri Aceh di Ladong Aceh Besar, Kawasan Ekonomi Khusus di Arun Lhokseumawe, atau konektivitas Aceh-Andaman (India) yang beberapa bulan lalu semangatnya sangat berapi-api.

Investasi di Aceh, What Wrong?

Investasi di Aceh Naik 371,6 Persen, Sepanjang Tahun 2019 Mencapai Rp 5,8 Triliun, Ini Datanya

Modal dan SDM

Sebagai pengelola baru di bidang migas, PT. PEMA tentu akan membutuhkan modal operasional yang cukup besar.

Nah apakah dana operasional ini akan dibebankan kepada dana Otsus?

Atau pemerintah Aceh menggunakan sumber dana lain.

Kalau Pemerintah Aceh menggunakan dana publik, maka sistem transparansi harus diadopsi agar masyarakat tahu bahwa dana kompensasi post-conflict telah digunakan kemana saja dan apa hasilnya.

Selain modal operasional bagaimana pula dengan sumberdaya manusia, apakah Aceh memiliki tenaga-tenaga terampil dalam mengelola migas.

Sumberdaya manusia ini sangat sensitif karena kalau salah pengelolaannya akan menimbulkan konflik baru di Aceh.

Apalagi kalau sampai terbukti dengan istilah dalam Bahasa Aceh “buya krueng teudong-dong, buya tamong meuraseuki.”  

Tentu saja bukan bermaksud merendahkan kapasitas dan keahlian orang Aceh.

Memang ramai orang Aceh saat ini bekerja di perusahaan migas di luar negeri, seperti Qatar dan berbagai negara lainnya.

Tapi apakah mereka mau begitu saja diajak pulang untuk berjuang bersama perusahaan daerah yang belum memiliki pengalaman sama sekali dalam mengelola migas?

Dua pertanyaan di atas bukanlah bentuk pesimis terhadap kemampuan elit dan pejabat Aceh.

Tetapi dari fakta dan data yang ada, termasuk yang baru terjadi dalam kasus KIA Ladong adalah, bahwa kita terbiasa menggunakan link (hubungan emosional) dan “olah” dalam menempatkan orang pada posisi tertentu.

Bukan mengutamakan skill yang sesuai dengan bidang yang dibutuhkan.

Jangan sampai pengalaman yang dialami oleh Ismail Rasyid dengan jurus seumanoe meulisan agar pulang untuk berinvestasi di KIA Ladong, kembali terulang.

Ismail Rasyid yang termakan angin surga akhirnya harus menanggung kerugian dan cabut dari kawasan industri yang dikelola oleh PT. PEMA.

Pelajaran ini sangat penting bagi masyarakat Aceh yang sekarang bekerja di luar negeri, agar selalu mengingat pepatah dalam Bahasa Inggris “one bird in the hand is worth ten in the bush” (satu burung di tangan lebih baik daripada sepuluh di dalam hutan).

Artinya lebih baik untuk memegang sesuatu yang sudah Anda miliki daripada mengambil risiko mendapatkan sesuatu yang lebih baik yang mungkin cuma cet langet.

Asumsi ini mengingat PT. PEMA sendiri lebih terkenal dengan catatan kegagalannya daripada kesuksesan.

Mungkin kesuksesan yang patut diacungkan jempol adalah dalam membantu pemerintah untuk penyerapan anggaran semata.

KIA Ladong merupakan sebuah catatan penting dan menjadi track record perusahaan tersebut, di mana deadline yang sudah disusun sendiri saja tidak mampu diwujudkan.

SKK Migas, BPMA dan Premier Oil Andaman Salurkan Bantuan untuk Masyarakat Terdampak Covid-19

VIDEO - Aceh Pelajari Peluang Ekspor Pasir dan Kerikil ke Andaman India

Saran untuk Plt Gubernur

Menelusuri beberapa fakta dan data dari beberapa kondisi investasi Aceh saat ini, maka tidak salahnya jika saya sebagai bagian dari rakyat Aceh, memberikan beberapa saran untuk pemimpin Aceh, dalam hal ini Bapak Nova Iriansyah, selaku Plt Gubernur Aceh.

Saran ini semata-mata agar kesalahan yang terus berulang dalam dunia investasi Aceh, tidak terulang kembali pada Blok B Aceh Utara.

Karena ini menjadi pertaruhan bagi Plt Gubernur di mata publik dan para investor.

Karena itu, sebelum nasi kembali menjadi bubur, sebaiknya Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah mengevaluasi kembali seluruh stakeholder yang terkait dengan pengembangan dunia investasi.

Mulai dari asisten yang mengkoordinir perekonomian, mengevaluasi kinerja seluruh pegawai PEMA, hingga para kepala dinas, Kabid, Kabag, dan kasi yang berhubungan langsung dengan dunia investasi.

Penempatan orang pada posisi tertentu yang ada kaitannya dengan link, lobby, olah, dan para ahli lulusan medsos, sudah saatnya digantikan dengan para ahli yang memiliki kerja nyata.

Sehingga hikayat cet langet dan meukat mie lam eumpang tidak mengganggu motto Aceh Hebat.

Khusus terkait dengan PEMA, Plt Gubernur sudah harus menganalisa dan mempelajari langsung secara detil berapa anggaran yang sudah dikucurkan kepada PEMA dan berapa yang sudah dikembalikan ke kas daerah.

Berapa keuntungan yang sudah dihasilkan, berapa kerugian yang sudah dialami, sehingga tidak lagi menggerogoti anggaran daerah.

Pihak DPRA juga perlu memanggil PEMA untuk mempertanggungjawabkan dana daerah yang telah mereka "nikmati" selama ini.

Perlu juga dicari tahu dan dipublikasihkan keberhasilan apa yang sudah PT PEMA sumbangkan, atau kendala apa yang mereka hadapi, sehingga dapat dicari solusi bersama.

Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa keledai saja tidak akan terperosok ke dalam lubang yang sama untuk kedua kalinya.

Malulah kita sebagai manusia kalau terus-terusan meupingkom bak-bak soet.

Sebagai pemerhati pembangunan Aceh, saya sedikit prihatin melihat kondisi DPRA yang akhir-akhir ini lebih getol menyorot Bank Aceh, tapi abai dengan kinerja PEMA.

Padahal, dengan berbagai dinamika yang ada, Bank Aceh sudah memberi dividen kepada para pemegang saham, mulai dari provinsi hingga pemkab/pemko.

Mungkinkah ini disebabkan tumpok dari Bank Aceh agak samar?

Sehinggak perlu diperjelas dan setelah jelas akan disesuaikan dengan kondisi yang ada?

Terakhir, Wahai Bapak Plt dan para Anggota Dewan yang Terhormat, kami masyarakat gampong ingin mendengar penjelasan.

Apa sumbangan PT. PEMA dalam pembangunan Aceh? Apa peran PEMA dalam upaya mengurangi kemiskinan di Aceh, berapa tenaga kerja yang sudah diserap oleh perusahaan daerah tersebut?

Berapa orang rakyat jelata yang bekerja disana dan berapa orang dari jalur khusus yang menikmati posisi di sana…?

Canberra, 19 Juni 2020

*) PENULIS  T. Murdani adalah mahasiswa program Doktor dalam bidang International Development, Fakultas Art & Design, University of Canberra, Australia, mengajar pada jurusan Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved