Luar Negeri
Warga Tepi Barat dan Lembah Jordan Menjerit, Tanah Mau Diambil Lagi, Arab Hanya Keluarkan Seruan
Warga Palestina di Tepi Barat dan Lembah Jordan mulai menjerit ketakutan. Tanah dan rumah yang akan mereka tempati akan diambil alih oleh Yahudi
SERAMBNEWS.COM, FASAYIL- Warga Palestina di Tepi Barat dan Lembah Jordan mulai menjerit ketakutan.
Tanah dan rumah yang akan mereka tempati akan diambil alih oleh Yahudi mulai 1 Juli 2020 mendatang.
Negara-negara Arab dan Eropa dinilai hanya berani mengeluarkan seruan, tetapi tidak berani bertindak untuk melawan rencana Presiden AS Donald Trump.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bersumpah akan mencaplok lagi tanah di semua lembah dan permukiman Tepi Barat tanpa tersisa.
Kegilaan pemimpin Zionis itu tidak terlepas dari dukungan Presiden AS, Donald Trump yang dinilai lebih parah dari Netanyahu.
Pemerintahan Palestina di Ramallah telah berulangkali menegaskan menolak keinginan Yahudi itu.
Bahkan, memutuskan hubungan dengan Israel, sehingga bantuan Israel dari pajak hilang, selain pertahanan dan lainnya.
Dengan kondisi itu, Pemerintahan Palestina harus berjuang sendiri untuk menghidupi pegawai dan rakyatnya.
Defisit keuangan yang mencapai triliunan rupiah terus didengungkan ke dunia, tetapi bantuan belum juga ada.
Negara-negara kaya di Arab yang ditimpa virus Corona juga harus berjuang mempertahankan ekonominya yang juga mulai turun.
Di tengah-tengah kondisi perekonomian yang buruk, rakyat Palestina harus menghadapi Zionis yang ingin memperkecil wilayah Palestina.

Dilansir AP, Jumat (19/6/2020), seperti orang-orang Fasayil menggiring hewan di gurun dan tebing rendah di Lembah Jordan selama beberapa generasi,
Tetapi, saat ini, hampir setiap orang di desa bekerja untuk pemukim Yahudi di area pertanian modern yang luas di utara dan selatan.
Tanah penggembalaan di barat dan timur, mengarah tepi Sungai Yordan telah berubah menjadi pemukiman atau dipagari oleh militer Israel.
• Palestina Meradang, Zionis Abaikan Seruan Barat, Bersikeras Perluas Jajahan di Tepi Barat
• Palestina Krisis Berat, Teriak Bantuan, Belum Ada Negara Arab yang Gubris
• Arab Saudi Desak Muslim Bersatu, Cegah Israel Caplok Lagi Tepi Barat
Jadi, alih-alih mengarahkan domba ke padang rumput, orang-orang bangun sebelum fajar untuk bekerja di permukiman dengan upah 3 dolar AS atau sekitar Rp 52 ribu per jam atau pindah.
“Semua orang di sini bekerja di permukiman, tidak ada yang lain,” kata Iyad Taamra, seorang anggota dewan desa yang mengelola sebuah toko kelontong kecil.
"Jika kamu punya uang, kamu pergi ke tempat lain, di mana ada masa depan,” tambahnya kepada AP, Jumat (19/6/2020).

Orang-orang Palestina takut masyarakat di seberang Lembah Yordan akan menemui nasib yang sama jika Israel melanjutkan rencananya untuk mencaplok wilayah itu.
Kawasan itu sekitar seperempat dari Tepi Barat yang diduduki pernah dipandang sebagai keranjang roti negara masa depan Palestina.
Netanyahu mengatakan Israel akan mencaplok tanah itu, tetapi bukan orang-orang yang beradadi dalamnya .
Dia mengatakan kepada sebuah surat kabar Israel mereka akan tinggal di kantong itu di bawah pemerintahan sendiri yang terbatas, dengan Israel megendalikan keamanan.
Di daerah yang sangat bergantung pada pertanian, hilangnya pertanian dan lahan penggembalaan bisa memaksa banyak orang pindah.
Shaul Arieli, seorang pensiunan komandan militer Israel yang bekerja di demarkasi perbatasan selama proses perdamaian pada 1990-an, mengatakan:
“Palestina akan kehilangan hingga 70.000 hektare lahan .”
Dia berharap Israel akan membuat perbatasan baru sepanjang 200 kilometer antara Lembah Jordan dan seluruh Tepi Barat.
Bahkan, termasuk perbatasan 60 kilometer di sekitar Kota Jericho, Palestina.
Dia mendasarkan kesimpulannya pada peta yang disajikan oleh Netanyahu dan Gedung Putih.
Peta itu menunjukkan Israel memperluas kedaulatan atas petak-petak tanah yang besar.
Dan meninggalkan daerah-daerah berpenduduk paling banyak di luar perbatasannya.
Itay Epshtain, penasihat khusus Dewan Pengungsi Norwegia, Jumat (19/6/2020) mengatakan Palestina akan kehilangan perlindungan terbatas.
Dia mengatakan pengadilan Israel tidak lagi secara resmi berkewajiban mempertimbangkan hukum internasional terkait dengan pendudukan militer.
"Palestina tidak memiliki status sipil di Israel, dan tidak berada di bawah otoritas komandan militer,” katanya.
Bahkan, tambahnya, tidak akan mamu berdiri di Pengadilan Tinggi atau menantang keputusan pemerintah.
Lembah Jordan adalah rumah bagi sekitar 60.000 warga Palestina, tetapi hampir 90% dari tanah itu bagian dari apa yang dikenal sebagai Area C.
Dimana tiga perlima Tepi Barat berada di bawah kendali Israel sepenuhnya.

Di Lembah Jordan, wilayah itu mencakup wilayah militer tertutup dan sekitar 50 permukiman pertanian yang menampung sekitar 12.000 warga Israel.
Orang-orang Palestina dilarang masuk ke daerah-daerah itu, bahkan di tanah yang mereka miliki sendiri.
Warga Palestina juga dilarang menggali sumur atau membangun infrastruktur apapun tanpa izin militer yang sulit didapat.
Dari 2009 hingga 2016, hanya 2% lebih dari 3.300 aplikasi izin di Area C dikeluarkan, menurut Peace Now , kelompok anti-pemukiman Israel, mengutip statistik resmi.
Apapun yang dibangun tanpa izin, dari perluasan rumah hingga tenda, kandang hewan, dan jaringan irigasi, berisiko dibongkar oleh militer Israel.
"Jika Anda menggali sumur, mereka akan datang keesokan harinya dan menutupnya dengan beton," kata Hani Saida, seorang petani dari kota al-Auja.
"Mereka mungkin mencaplok wilayah ini, tetapi mereka tidak akan pernah memberi kami hak yang sama,” tambahnya.
“Mereka akan terus berusaha mengusir kami,” ujar Hani Saida
"Dari tahun 1967 hingga saat ini, air minum, air pertanian, perbatasan, perlintasan, jalan, pemerintahan di Area C antara desa dan kota, pintu masuk ke kota-kota semuanya berada di bawah kendali Israel, "kata Mohannad Saida, sepupu Hani.
"Tidak ada yang akan berubah," katanya.
Dia mengatakan keluarganya memiliki sekitar 750 hektare atau 3 kilometer persegi utara al-Auja, membentang tepi Sungai Jordan.
Mereka melarikan diri selama perang 1967, ketika Israel merebut Tepi Barat dari Jordania dan tanah mereka diubah sebagai zona militer.
Selama bertahun-tahun, mereka berkendara ke bukit untuk melihat ke bawah ke tanah.
Sekitar 15 tahun yang lalu, mereka memperhatikan barisan pohon kurma yang baru ditanam, perpanjangan dari pemukiman terdekat.
Beberapa tahun kemudian, seorang kerabat yang bekerja sebagai pengemudi buldoser dapat memasuki area untuk proyek konstruksi Israel.
Dia mengambil gambar rumah-rumah dari batu lumpur tempat leluhur mereka dilahirkan dan dibesarkan.
"Kami melihat rumah lumpur kami," kata Saida, seraya menambahka rumahnya masih berdiri utuh.
Rencana aneksasi Israel telah memicu kemarahan internasional, dengan negara-negara Eropa dan Arab hanya memberi peringatan kepada Zionis..
Tindakan Israrel akan melanggar hukum internasional dan mengancam harapan yang tersisa untuk solusi damai dua negara.
Negara-negara itu tidak berani melakukan tindakan nyata sebelum Israel benar-benar mewujudkan rencananya.
Saat Israel benar-benar membangun pagar perbatasan baru, saaa itulah akan terlihat
Apakah negara Arab dan Eropa berani menentang dengan tindakan nyata.?
Kita lihat saja nanti.(*)