Berita Luar Negeri

915 Perempuan Hilang di Peru Selama Wabah Covid-19, Kemungkinan Diculik atau Dibunuh

Sebagian dari mereka kemungkinan merupakan korban kekerasan berbasis gender. Namun, butuh penelusuran lebih lanjut.

SERAMBINEWS.COM, BOGOTA - Sebanyak 915 perempuan dan anak perempuan dilaporkan hilang di Peru selama masa karantina wilayah akibat wabah Covid-19.

Secara rinci, para korban hilang itu terdiri atas 309 perempuan dan 606 anak perempuan dalam laporan antara 16 Maret hingga 30 Juni 2020. Informasi ini disampaikan pejabat urusan hak perempuan, Selasa (4/8/2020).

Isabel Ortiz, komisioner hak perempuan di kantor Ombudsman Nasional Peru, menyebut bahwa pencatatan harus tetap dijalankan untuk menelusuri jejak mereka yang hilang atas pertimbangan jumlah kasus yang tinggi itu.

Update Covid-19 di Aceh - Tambah 43 Warga Aceh Positif Corona, Satu Lagi Meninggal

Dahsyatnya Dampak Corona, 25 Perusahaan Ritel Amerika Serikat Ajukan Kebangkrutan 

Puskesmas Ingin Jaya dan Dinas Kesehatan Aceh Besar Ditutup,Ini Penjelasan Jubir Covid-19 Aceh Besar

"Angka ini sudah mengkhawatirkan," kata Ortiz kepada Yayasan Thomson Reuters. Dia menambahkan hal itu harus dilakukan bagaimana pun keadaan perempuan hilang itu hingga ditemukan, entah masih hidup atau meninggal dunia, serta apakah mereka korban perdagangan seks, kekerasan dalam rumah tangga, atau pembunuhan perempuan.

"Kami mengetahui jumlah perempuan dan anak perempuan yang hilang, namun kami tidak mempunyai informasi terperinci tentang berapa banyak yang telah ditemukan. Kami tidak mempunyai catatan yang tepat dan mutakhir," ujar Ortiz.

Tanpa data semacam itu, selamanya tidak akan diketahui bagaimana keadaan selanjutnya para perempuan yang dilaporkan hilang tersebut. Sebagian dari mereka kemungkinan merupakan korban kekerasan berbasis gender.

"Dalam beberapa kasus, pelaku (kekerasan atau pembunuhan) adalah orang yang melaporkan bahwa korban hilang," kata Ortiz menjelaskan.

Aceh Besar akan Siapkan RS Jantho Khusus untuk Penanganan Covid-19

Bupati Sarkawi Gelar Rapat Evaluasi Percepatan Penanganan Outbreak Covid-19 di Bener Meriah

Terbaru, RSUD Nagan Raya Kembali Rawat 2 Pasien Reaktif Rapid Test Covid-19

Komisi nasional untuk pencatatan orang hilang akan memungkinkan terjadinya pertukaran silang informasi dengan kasus kejahatan terhadap perempuan lainnya untuk membantu penemuan korban dan mengidentifikasi pelaku.

"Kita membutuhkan pencatatan yang lebih tepat agar dapat membuat kita mengaitkan kasus perempuan hilang dengan kejahatan lain, seperti perdagangan manusia dan kekerasan seksual," tutur Ortiz.

Negara-negara di seluruh dunia melaporkan adanya peningkatan kasus kekerasan dalam rumah tangga selama masa pembatasan sosial akibat pandemi Covid-19.

Amerika Serikat Alami Resesi, Terburuk Sepanjang Sejarah Ekonomi AS

Dan menurut Ortiz, di wilayah Amerika Latin dan Karibia, kasus pembunuhan perempuan serta kekerasan terhadap perempuan memang tinggi karena kultur kejantanan (macho culture) dan norma sosial yang mengatur peran perempuan.

"Kekerasan terhadap perempuan terjadi karena banyak pola patriarki yang berlaku di masyarakat. Banyak sekali stereotip tentang peran perempuan yang mengatur perilaku semestinya, dan ketika tidak sesuai, maka kekerasan digunakan terhadap mereka," demikian ujar Ortiz.(reuters/antara)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved