Nelayan Langsa di 86 Aparat
Sering Dipungli dan Dipersulit saat Urus Dokumen, Ini Permintaan Nelayan Pusong Langsa
Saat ini, surat berlayar hanya berlaku untuk satu hari, sehingga nelayan dipersulit dengan pengurusan yang berulang-ulang.
Penulis: Zubir | Editor: Taufik Hidayat
Laporan Zubir | Langsa
SERAMBINEWS.COM, LANGSA - Nelayan di Pulau Pusong khususnya meminta surat izin berlayar dari Dinas Perikanan dan surat kesehatan kapal dari Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas III Cabang Lhokseumawe, berlaku minimal untuk 1 minggu kerja, tidak 1 hari kerja.
Pemilik boat, Rahmadi Yahya, mengatakan, di tengah covid-19 ini masyarakat nelayan juga dihadapkan kondisi ekonomi sulit, ditambah lagi oknum aparat yang terkesan memang mencari-cari kesalahan mereka.
Lalu persoalan lain dihadapi nelayan khususnya nelayan di Telaga Tujuh (Pulau Pusong), surat berlayar sekarang hanya berlaku satu hari, sehingga sulit mereka melakukan pengurusannya berulang-ulang.
Nelayan berharap ada dispensasi dari pihak Perikanan agar diberikan satu minggu disamakan dengan nelayan seperti di Kuala Langsa, karena melayan Pusong ke laut 1 hari atau 2 hari sudah pulang.
Kemudian surat kesehatan kapal dari Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas III Cabang Lhokseumawe, yang kini ditetapkan harua mengurusnya setiap sekali berlayar.
Padahal sebelumnya, surat kesehatan ini tidak berlaku bagi nelayan, tapi sepengetahuan mereka berlaku untuk kapal kargo antarnegara.
Sehingga regulasi surat kesehatan dari Kepmenkes ini juga sangat membebankan nelayan khususnya di Pulau Pusong, yang harus bolak balik mengurusnya setiap pergi melaut
Kelengkapan surat inilah, tambah Rahmadi Yahya, dijadikan masalah oleh oknum aparat di laut. Ditambah lagi persoalan pelampung di boat kurang 1 saja, juga jadi masalah dan dibesarkan.
"Saat di laut ada pemeriksaan, jika surat ataubsyarat lain tak lengkap maka akan ditangkap, terkesan aparat memang mencari-cari kesalahan hingga ujung-ujungnya nelayan harus membayar atau terjadi 86," tegasnya.
Nelayan mencari ikan di laut selama ini berstatus legal fishing, seharusnya dilakukan pembinaan bila ada hal kecil, bukan nelayan yang dibinasakan.
Seperti laporkan sebelumnya, nelayan Kota Langsa saat ini mulai takut melaut, jika ada kapal perang sedang beroperasi di laut sekitar mereka mencari ikan.
Demikian salah satu keluhan nelayan yang disampaikan seorang nelayan (tekong boat), Marzuki, saat blak-blakan mengadu ke DPRK Langsa, Kamis (06/08/2020) hari ini.
Menurut Marzuki, mereka pikir setelah diteken perjanjian damai MoU Helsingky antara GAM dan RI, Aceh sekarang sudah aman.
Tapi ternyata tidak, sekarang di laut sudah seperti masa konflik lagi. Nelayan memohon dewan menyikapi persoalan dihadapi nelayan ini.
• Langka dan Bikin Haru! Anak Lelaki Pangku Ibunya yang Sudah Tua hingga Tertidur Pulas di Pelukan
• Qatar Dituduh Pasok Senjata Berat ke Hizbullah pada 2017, Coba Tutup Mulut Kontraktor Keamanan AS
• Tiga Pasien Positif Diisolasi di Rumah Sehat Covid-19 di Nagan Raya, Pasien Reaktif Sudah Pulang