Kemendikbud Beri Bantuan Pulsa Kepada Mahasiswa Agar Bisa Kuliah Daring, Ini Syaratnya

Kemendikbud juga sedang menyalurkan bantuan uang kuliah untuk mahasiswa yang ekonominya terdampak pandemi Covid-19.

Dok. Kemendikbud
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim (Dok. Kemendikbud) 

SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan kini tengah mengkaji rencana pemberian bantuan pulsa kepada mahasiswa selama pandemi covid-19.

Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud Nizam mengatakan bantuan pulsa tersebut diberikan kepada mahasiswa agar bisa menjalani kuliah jarak jauh secara daring.

"Bantuan pulsa untuk mahasiswa dalam pengusulan, mudah-mudahan bisa terealiasi," ujar Nizam dalam webinar LLDIKTI Wilayah 15, Selasa (18/8/2020).

Selain itu, Kemendikbud juga sedang mengusulkan bantuan tablet untuk membantu pembelajaran di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T).

Usulan ini disampaikan Kemendikbud kepada Kementerian Keuangan.

Dirgahayu Republik Indonesia Atau Selamat HUT RI? Ini Penjelasan Kemendikbud

Kemendikbud Siapkan Kurikulum Darurat untuk Sekolah yang Belajar Online

1.113 Guru Taman Pendidikan Alquran dan Madin di Bener Meriah ikut Pembinaan dan Latihan

Kemendikbud juga sedang menyalurkan bantuan uang kuliah untuk mahasiswa yang ekonominya terdampak pandemi Covid-19.

"Sedang kita upayakan bantuan uang kuliah untuk mahasiswa," kata Nizam.

Sebelumnya Kemendikbud juga memberikan bantuan UKT atau biaya perkuliahan kepada 410 ribu mahasiswa 3, 5 dan 7 kepada PTN dan PTS dengan menggunakan anggaran Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah pada Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan.

Mendikbud Nadiem Makarim juga telah mengeluarkan Permendikbud Nomor 25 Tahun 2020 yang memberikan keringanan.

Nizam mengatakan, perguruan tinggi di Indonesia telah melakukan pembelajaran daring sejak awal masa pandemi Covid-19.

Menurut Nizam, hampir seluruh perguruan tinggi telah melakukan pembelajaran daring.

"Selama 5 bulan kemarin. Saat pandemi, kita sudah melakukan pembelajaran daring sesuai arahan mas menteri sejak 9 Maret," ujar Nizam.

Nizam mengatakan, Kemendikbud melakukan langkah untuk membantu perguruan tinggi dalam pembelajaran daring.

Langkah Kemendikbud tersebut adalah dengan memasukan situs pembelajaran daring perguruan tinggi ke dalam white list.

Ini Penjelasan Pemilik Akun Media Sosial yang Menyebarkan Video Hasil Rekaman CCTV di Masjid

TP PKK Aceh Tengah Bantu Pemerintah Cegah Penyebaran Covid-19    

Lagi, Pasien Positif Covid-19 di Aceh Besar Meninggal, Total Kini Menjadi 10 Orang dari 9 Kecamatan

Perguruan tinggi yang situs masuk white list tidak dikenakan tarif oleh penyedia jasa internet.

"Kita lakukan pertama kita me-whitelist-kan kampus-kampus yang punya situs pembelajaran daring. Kita sampaikan ke Kominfo dan penyedia jasa internet untuk me-whitelist-kan. Artinya akses perguruan tinggi tersebut tidak berbayar sejak akhir Maret," jelas Nizam.

Kemendikbud juga menyediakan konten pembelajaran daring bagi dosen yang tidak memiliki materi perkuliahan. Pembagian materi perkuliahan ini dilakukan dengan cara berbagi antar kampus.

"Ini yang banyak di manfaatkan oleh perguruan tinggi kita. Sekitar 300 perguruan tinggi saling berbagi konten ini," tutur Nizam.

Selain itu, Kemendikbud juga menyediakan platform Learning Management System (LMS) bagi perguruan tinggi yang belum memiliki.

Dipercaya Menjaga Rumah, Reza Justru Kuras Seluruh Barang Milik Saudaranya

Platform ini dapat diakses secara gratis oleh perguruan tinggi melalui laman SPADA.

Wakil Ketua MPR RI Jazilul Fawaid meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melakukan perbaikan akses terhadap wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T).

Menurutnya, pembelajaran jarak jauh di masa pandemi sangat penting untuk dilakukan para pelajar dan mahasiswa.

"Semestinya Kemendikbud dengan seluruh unsur, pejabat pemerintah yang lain menyelesaikan atau menjadikan pembelajaran jarak jauh disiapkan infrastruktur aksesnya secara baik," ujar Jazilul.

Dirinya berharap pembelajaran jarak jauh tidak hanya dijadikan pilot project. Serta tidak hanya dijalankan karena situasi pandemi Covid-19 ini.

Menurut Jazilul, dibutuhkan pembangunan infrastruktur akses pembelajaran jarak jauh yang berkesinambungan.

"Memberikan akses layanan pendidikan kepada seluruh daerah yang ada di Indonesia utamanya di 3T," kata Jazilul.

Selain itu, Jazilul menilai Kemendikbud perlu membuat regulasi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran jarak jauh.

Jazilul mengungkapkan dari 86 juta peserta didik, baru 30 persen yang sudah menerima pembelajaran jarak jauh.

"Menurut saya Ini sudah darurat. Menurut saya pemerintah atau Kemendikbud mestinya mempercepat untuk mendukung atau mewujudkan tiga pilar pendidikan yang disebut dengan peningkatan mutu dan daya saing dan peningkatan akses dan pemerataan pendidikan di seluruh Nusantara," pungkas Jazilul.

Hak Belajar

Terkait pembukaan sekolah dengan cara belajar mengajar tatap muka, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan beralasan pembukaan sekolah tatap muka di zona hijau dan kuning agar siswa tidak mengalami loss ordering learning atau kerugian atas hak pembelajaran.

"Pertimbangan dari segi kesehatan dan pendidikan tentu kita lakukan. Agar risiko loss ordering learning enggak berlebihan dan enggak terlalu jauh, kita mencari keseimbangan itu dalam dimensinya," kata Pelaksana tugas Kepala Badan Penelitian, Pengembangan dan Perbukuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Totok Suprayitno.

Meski pro dan kontra mewarnai kebijakan tersebut, Totok menyakinkan hal tersebut harus tetap dilakukan agar siswa tidak kehilangan hak belajar terlalu jauh. "Kehilangan pengalaman belajar luar biasa dan sangat membahayakan. Sangat jauh berbahaya dari apa yang kita pikirkan," tutur dia.

Lebih jauh, penutupan sekolah akibat pandemi covid-19 memiliki imbas cukup berat, diantaranya penurunan kompetensi drastis, atau kerugian materi pada keluarga ekonomi rendah. "Karena mereka paling terhambat dan paling rentan dari segi apa pun. Ketika masuk sekolah lagi, bukannya naik, malah ketinggalan, tidak kunjung naik," jelas Totok.

Ia pun memastikan pembukaan belajar di kelas pada zona hijau dan kuning sangat memperhatikan protokol kesehatan ketat. Pembukaan sekolah tersebut bukan bersifat wajib. Terlebih, harus mendapatkan persetujuan dari Gugus Tugas Covid-19 setempat kemudian Pemda, komite sekolah, hingga orang tua.

"Kalau satu saja tidak setuju, batal. Dan protokol kesehatan tentu harus dipenuhi," ujarnya.

Biaya Internet

Masih terkait dengan metode belajar mengajar jarak jauh alias daring, Mayoritas masyarakat mengaku terbebani dengan biaya kuota internet selama pembelajaran online diberlakukan. Hal itu berdasarkan survei SMRC.

"Warga pada umumnya merasa sangat atau cukup berat membiayai sekolah online," kata Manajer Kebijakan Publik SMRC Tadi D. Wardi, dalam pemaparan daringnya.

Pengangguran di Indonesia Didominasi Orang yang Berpendidikan Tinggi, Menaker: Ini Ironi

Lagi, Pasien Positif Covid-19 di Aceh Besar Meninggal, Total Kini Menjadi 10 Orang dari 9 Kecamatan

Tadi Wardi menerangkan, mayoritas warga, sekitar 70%, mempunyai anggota keluarga yang masih sekolah serta kuliah, setidaknya satu orang.

Di antara warga yang mempunyai anggota keluarga masih sekolah/kuliah, sekitar 87% menyatakan bahwa sekolah/kuliah online (belajar jarak jauh) dilakukan oleh semua atau sebagian dari anggota keluarga yang masih sekolah/kuliah.

Sekitar 12% menyatakan bahwa anggota keluarganya yang masih sekolah/kuliah tidak melakukan belajar jarak jauh, sementara 1% tidak menjawab. "Di antara warga yang mempunyai anggota keluarga
sekolah/kuliah online, mayoritas (67%) merasa sangat/cukup berat membiayai sekolah/kuliah online," jelas Tadi.

Ia melanjutkan, sekitar 47% dari mereka mengeluarkan biaya internet lebih dari Rp 100 ribu per bulan untuk belajar/kuliah online.

"Penilaian bahwa biaya sekolah online sangat/cukup berat paling banyak pada warga perempuan, di pedesaan wilayah Maluku dan Papua, berlatar belakang pendidikan lebih rendah, berpendapatan lebih kecil, kerah biru, dan yang merasa kondisi ekonomi rumah tangganya sekarang jauh lebih buruk dibanding sebelum wabah Covid-19," ujar dia.

SMRC melakukan survei pada 2.201 responden. Responden merupakan koleksi sampel acak survei tatap muka SMRC sebelumnya dengan jumlah proporsional menurut provinsi untuk mewakili pemilih nasional.

Survei dilakukan pada 5-8 Agustus 2020 dengan melakukan wawancara melalui sambungan telepon yang dipilih secara acak. Margin of error dalam survei ini sebesar 2,1 persen dengan tingkat kepercayaan sebesar 95 persen.(tribun network/fah/rin/wly)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved