Opini
Qanun LKS dan Pola Pikir Regresif
Dalam beberapa hari terakhir, berita di media online dipenuhi lontaran pendapat pengamat, pengusaha, aktivis LSM dan akademisi
Kita bersyukur, sejauh ini proses konversi kepada perbankan Syariah di Aceh berjalan baik pada setahun terakhir. Proses pemindahan karyawan misalnya, dalam wawancara yang kami lakukan kepada pimpinan bank, mereka diterima tanpa tes dan tidak ada yang di-PHK satupun. Tetapi, bagi yang memilih tetap ingin bergabung dengan bank konvensional masih dibolehkan dengan catatan dipindahkan ke cabang di luar Aceh. Sementara bagi yang ingin resign akan mendapat pesangon sehingga tidak ada yang dirugikan.
Proses migrasi nasabah konvensional ke bank Syariah juga berlangsung lancar. Tidak ada dana yang ditarik keluar dari Aceh sehingga membuat perekonomian Aceh turun. Proses migrasi ini diperkirakan selesai pada akhir Desember 2020.
Dukungan dari nasabah menunjukkan bahwa mereka memahami niat baik pemerintah membebaskan diri dari transaksi ribawi di bank konvensional. Sementara bagi putra-putri Aceh yang bekerja di Bank konvensional, Qanun LKS membawa berkah, terbebasnya mereka dari mendapat penghasilan di tempat riba.
Bagi Bank Syariah, Qanun ini pun juga membawa keberkahan tersendiri. Selain terjadi peningkatan aset, bank Syariah juga kini memiliki kesempatan mengelola rekening Satker vertikal dari pusat, mengelola rekening operasional BUMN, perusahaan swasta bonafid, dan sejauh ini semua puas dengan sistem yang dimiliki Bank Syariah.
Akhirnya, proses konversi bank konvensional menjadi bank Syariah di Aceh, dan `pemaksaan' oleh pemerintah kepada masyarakat untuk bertranksi keuangan sesuai dengan hukum Syariat tidak membawa kemunduran apapun kepada semua pihak dan juga kepada perekonomian Aceh. Karena itu, adalah hal aneh kalau ada penolakan dari segelintir orang. Ini menunjukkan pola pikir yang regressif (mundur ke belakang) di tengah keinginan ramai menjalankan Syariat secara kaffah.