Seniman Berkarya
Buku “Seperti Belanda; dari Konflik Aceh ke MoU Helsinki” Format PDF Dibagikan kepada Penyair
Panitia penerbitan antologi Bunga Rampai Puisi Indonesia “Seperti Belanda; Dari Konflik Aceh ke Mou Helsinki” memenuhi janjinya dengan membagikan...
Penulis: Fikar W Eda | Editor: Jalimin
Laporan Fikar W Eda | Jakarta
SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Panitia penerbitan antologi Bunga Rampai Puisi Indonesia “Seperti Belanda; Dari Konflik Aceh ke Mou Helsinki” memenuhi janjinya dengan membagikan buku dalam format PDF kepada penyair yang mengisi buku tersebut.
Buku setebal 162 halaman itu memuat 97 puisi yang ditulis 67 penyair Indonesia yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia, dengan satu tema puisi; tentang Aceh.
Pilo Poly, inisiator penerbitan antologi ini, menyampai terima kasih kepada seluruh penyair yang mengirimkan karya dan kemudian dikurasi oleh penyair dan budayawan Salman Yoga.S, hingga terpilih karya 67 penyair.
Pilo menyatakan, sebagai tahap awal, panitia membagikan buku dalam format PDF sembari menunggu rampungnya buku edisi cetak.
Penerbitan buku tersebut dimaksudkan dalam rangka memperingati 15 tahun perdamaian Aceh, yang ditandatangani di Helsinki pada 15 Agustus 2005 oleh Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Pemerintah Republik Indonesia.
• Viral Pria Muslim Dengan Anjing Liar, Awalnya Cuma Beri Makan Hingga Mengikutinya ke Tempat Kerja
• 3 Efek Samping Mengejutkan Jika Terlalu Banyak Konsumsi Putih Telur
Pilo menyebut buku itu sebagai jejak perjalanan Aceh yang melintasi fase-fase sulit masa konflik, tsunami dan kemudian perdamaian. “Penyair, sebagai insan kreatif, merespon seluruh peristiwa ini dalam bentuk puisi,” ujar Pilo.
Buku ini juga dilengkapi dengan ulasan oleh Fachry Ali, sosiolog ternama Indonesia. Ia memberi benang merah dari satu puisi- ke puisi yang dimuat dalam buku ini, sehingga membentuk sebuah bentangan sejarah Aceh, yang mudah dicerna dan dipahami.
“Dari puisi-puisi yang terangkum dalam buku ini sesungguhnya dapat dilihat sebuah kejayaan, kemakmuran, perjuangan, kemudian konflik hingga bencana tsunami dan berakhir dengan perjanjian damai antara GAM dan Pemerintah RI. Di antara fase-fase tersebut ada hal lain yang tidak tampak dalam kepermukaan dan para penulis puisi melihatnya sebagai sesuatu yang esensi. Yaitu tentang nilai-nilai kemanusiaan, cinta-harapan-harapan, heroisme-pengkhianatan serta ‘keingkarjanjian’ negara dan lain-lain sebagainya. Memang haru, tetapi ternyata semua belum sepenuhnya ‘damai’ di mata para penulis puisi karena ingatan dan apresiasi-empati mengaktualisasikan kembali apa yang selayaknya tidak terjadi negeri indah ini,” demikian antara lain tulis Fachry Ali.
Aktris ternama Indonesia, Christine Hakim menyudahi buku ini dengan epilog yang mengangkat kesadaran, bahwa puisi-puisi dalam buku ini mencerminkan kesedihan, kegembiraan hingga kepada cahaya harapan.
“Artinya begitu banyak harapan baru yang akan membawa Aceh tetap dalam perdamaian sampai kapanpun,” tulis Christine Hakim, pemeran perempuan tangguh Tjoet Nja’ Dhien dalam film Tjoet Nja’ Dhien, sutradara Eros Djarot.(*)
• Jalur Gaza Mulai Memanas, Hamas Lepaskan Roket, Israel Kerahkan Jet Tempur
• Pria Ganteng Ini Lebih Memilih Janda Ketimbang Gadis, Ternyata Ini 6 Alasannya
• VIDEO 30 Ruangan Isolasi Covid-19 di RSUD Aceh Tamiang Siap Gunakan