16 Tahun Ishak Daud Meninggal

Begini Hidup Ambiya & Adiknya Setelah 16 Tahun Panglima GAM WIlayah Peureulak Tgk Ishak Daud Syahid

Mengenang jasa dan perjuangan almarhum, Panglima Sagoe 05 Idi Kuta Syafrizal Komeng, dan sejumlah kombatan GAM, dan anak sulung almarhum Ambiya (20) S

Penulis: Seni Hendri | Editor: Ansari Hasyim
SERAMBINEWS.COM/Screen shot Youtube AchehNational
Almarhum Ishak Daud saat bersama masyarakat di Aceh Timur. 

Di mata Nani Afrida, mantan jurnalis Tabloid Mingguan Kontras (anak usaha Serambi Indonesia yang sudah tidak terbit lagi) sosok Ishak Daud adalah Panglima GAM yang tegas, berani, tapi ramah.

"Saat itu yang ada di kepala saya, sebagai wartawan muda yang masih miskin pengalaman dan agak naif, adalah Ishak Daud itu pemimpin GAM yang kejam. Dia sering menculik orang-orang yang dekat dengan militer seperti anak sekolah atau juga wartawan yang dianggapnya berat sebelah," tulis Nani Afrida dalam catatan pribadi berjudul "Panglima Ishak Daud di Mata Saya".

Testimoni berseri itu dimuat di blog pribadinya "Catatan Kecil" pada 2013.

Ternyata semua anggapan Nani tentang sosok Ishak Daud yang sangar tidak benar.

"Saya sempat terkagum-kagum melihat Teungku Ishak yang ternyata cool banget and was totally manly. Tubuhnya tinggi besar dan tegap. Cara bicaranya tegas, berlogat melayu dan sering sinis bila ditanya menyangkut kondisi Aceh dan kebebasan pers," tulisnya.

Dalam catatan itu Nani bersama beberapa jurnalis lain sempat merasakan langsung petualangan bergerilya bersama pasukan Ishak Daud di hutan belantara Peureulak, Aceh Timur.

Meskipun hanya semalam, namun pengalaman itu cukup memberi kesan mendalam baginya.

Kesan lainnya, Ishak Daud ternyata amat menghormati perempuan.

"Bila dengan wartawan lelaki Ishak bersalaman sangat lama, saya justru diperlakukan beda. Dia menjabat tangan saya sekilas dan begitu cepat seolah terpaksa harus bersalaman dengan perempuan. Meski begitu, dia begitu ramah pada saya, bahkan jauh lebih ramah dibanding pertemuan di Keude Geurubak beberapa tahun yang lalu." tulisnya.

Sebagai jurnalis yang kenyang meliput konflik Aceh, Nani merasa terenyuh dengan berita meningganya Ishak Daud dalam pertempuran dengan TNI pda 8 September 2004.

Peristiwa kelabu itu kini sudah 15 tahun berlalu, dan menjadi catatan sejarah kelam konflik Aceh.

"Teungku Ishak sudah almarhum, tetapi sepertinya beliau begitu hidup dalam pikiran saya sebagai wartawan yang pernah meliput lama di Aceh." tulis Nani.

Sempat menjadi reporter untuk koran berbahasa Inggris, The Jakarta Post beberapa tahun, Nani Afrida, salah satu jurnalis perempuan Aceh, kini memilih berkarier di Kantor Berita Turki sebagai Chief Correspondent Anadolu Agency.(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved