Breaking News

Opini

Pesona Taman Krueng Daroy 2020

Setelah bertemu dan meminta izin agar saya dapat menyanyikan lagu-lagu yang dilantunkan oleh sang maestro penyanyi etnik Aceh

Editor: hasyim
zoom-inlihat foto Pesona Taman Krueng Daroy 2020
IST
SYAHRIL, S.Pd., M.Ag., Guru SMA Negeri 6 Banda Aceh, melaporkan dari Kota Banda Aceh

SYAHRIL, S.Pd., M.Ag., Guru SMA Negeri 6 Banda Aceh, melaporkan dari Kota Banda Aceh

 Ie Krueng Daroy jeut keu seujarah

Bak Putroe Kamaliah manoe meupa

Iskandar Muda geukueh krueng nyan

Tempat meuseunang Putroe di Raja

(Rafly Kande)

 Setelah bertemu dan meminta izin agar saya dapat menyanyikan lagu-lagu yang dilantunkan oleh sang maestro penyanyi etnik Aceh, Rafly Kande, pada hari Rabu, 20 Juni 2018, di depan toko aksesori handphone Peunayong, saya sering menyanyikan lagu itu di setiap acara pesta pernikahan, maupun saat yudisium di Program Pascasarjana UIN Ar-Raniry.

Lagu itu saya pilih bukan tanpa alasan. Selain ritme musiknya yang enak didengar, liriknya pun sarat akan sejarah Krueng Daroy (Sungai Daroy) pada masa lalu di Kerajaan Aceh Darussalam saat dipimpin oleh Sultan Alaiddin Iskandar Muda Meukuta Alam (4 April 1607-27 Desember 1636 Masehi).

Saya baru tahu sungai itu bernama Krueng Daroy ketika berusia 12 tahun, saat kelas VI SD, pada tahun 1986. Walaupun sudah mengetahui itu Krueng Daroy, tapi saya sama sekali tidak tahu bahwa Krueng Daroy memiliki sejarah yang penuh kenangan, bahkan romantis.

Dulunya, saya sering menginap di rumah abang sepupu saya, yaitu Boby Rusadi, Deny Sahyudi, dan Khairil Fadli di Geuceu Iniem. Hampir setiap hari Minggu kami memancing di Krueng Daroy yang berjarak lebih kurang 50 meter dari rumah. Ketika saya menyentuh air, terasa dingin di tangan, tapi sedikit agak berbau air parit. Namun, saya tidak menghiraukannya, yang penting dapat ikan. Ada beberapa jenis ikan yang kami dapat seperti: ikan puntius brevis (sirokan), gabus, bloso, nila, dan udang. Ya, itulah kenangan kami di masa kecil.

Bila ditelusuri sejarahnya, Krueng Daroy atau pada masa lalu disebut Darul Asyiqi atau Darul Isyki merupakan sungai buatan yang digali pada masa Sultan Iskandar Muda pada tahun 1613 M. Sultan Iskandar Muda berusia 23 tahun saat itu. Sumber air sungainya berhulu di kaki gunung Mata Ie, Aceh Besar. Dulunya sungai kecil ini mengalir lebih ke arah barat hingga ke Gampong Pande lalu mengalir ke Krueng Aceh dan terus bermuara ke pantai Gampong Jawa. Lalu Iskandar Muda membendung airnya, memindahkan aliran dari hulu sehingga bisa melintasi Dalam (Istana Kerajaan Aceh) yang pada saat itu sedang diperbaiki. 

Menurut cerita Best sewaktu ia tinggal di Aceh, Sultan menyuruh para pekerja melakukan penggalian hulu sungai melintasi Gampong Geuceu, Seutui, Neusu Aceh, Neusu Jaya, belakang Taman Gunongan, Taman Putroe Phang, istana Sultan (sekarang Pendopo Gubernur Aceh) dan bermuara ke Krueng Aceh berlangsung selama 20 hari. Lalu, atas perintah Sultan, bagian tepi Krueng Daroy dibuat berundak-undak sehingga orang-orang dapat mudah turun sampai ke bawah untuk mandi. (Denys Lombard, 2008: hlm. 185-186).

Dalam Kitab Bustanussalatin karya Syaikh Nuruddin Ar-Raniry dikisahkan bahwa terdapat sungai yang melintas di area Taman Bustanussalatin yang panjangnya mencapai 1.000 depa (± 1 km). Sebagai penahan dinding sungai terdapat batu berturap. Di kiri-kanannya terdapat kebun buah dan bunga yang indah. Kualitas airnya sangat jernih, sangat sejuk, siapa saja yang meminum airnya maka tubuh menjadi sehat. Di sisi tangga mengarah ke kanan terdapat batu menggampar bergelar Tanjung Indera Bangsa. Di atasnya terdapat sebuah balai delapan sagi, berupa seperti peterana rupanya. Di atas tempat itulah Sultan Iskandar Muda memancing ikan. Di sisi balai delapan sagi itu terdapat pohon buraksa yang rindang seolah-olah seperti payung berwarna hijau.

Pada saat saya mengunjugi Taman Sari Gunongan beberapa waktu lalu, saya lihat ada sebuah bangunan kecil berwana putih yang berada di samping belakang Gunongan yang mengarah ke Krueng Daroy. Penasaran, saya lalu bertanya pada salah seorang petugas penjaga Taman Gunongan. “Itu apa, Pak?”  Beliau menjawab, “Itu adalah sebuah leusong (lesung) atau petaranan yang tingginya setengah meter. Setelah Putroe Phang mandi di Sungai Darul Asyiqi (Krueng Daroy), lalu sang permaisuri berkeramas di petaranan dengan wewangian alami seperti bungong jeumpa dan seulanga dibantu oleh para dayang. Setelah itu, Putroe Phang naik dan bersantai di atas Gunongan, sambil mengeringkan rambutnya.”

Namun, saat ini kondisinya jauh berbeda. Debit air Krueng Daroy sudah mengalami penyusutan lantaran kolam Mata Ie kering kerontang untuk ketiga kalinya sejak 2017 lalu. Padahal dulu, separah-parahnya kemarau di Aceh, air di Mata Ie tetap mengalir deras. Kolam-kolamnya semua terisi air bahkan melimpah.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved