Breaking News

Luar Negeri

Pemimpin Oposisi Rusia Keluar Dari Rumah Sakit Berlin, Matanya Sembuh Total

Kritikus Kremlin terkemuka Alexei Navalny, yang diyakini Barat diracuni dengan agen saraf era Soviet, telah keluar dari rumah sakit Berlin Jerman sete

Editor: M Nur Pakar
AFP/Handout
Pemimpin oposisi Rusia Alexei Navalny duduk di bangku panjang di Berlin, Jerman, Rabu (23/9/2020). 

"Rencananya selalu sederhana: fisioterapis setiap hari," ujarnya.

"Mungkin pusat rehabilitasi. Berdiri dengan satu kaki. Ambil kembali kendali jemari saya sepenuhnya. Jaga keseimbangan," tulisnya.

Kritikus Kremlin telah aktif di media sosial sejak dibawa keluar dari koma.

Dalam blog pertamanya yang diposting pada hari Senin (21/9/2020) sejak sadar, Navalny mengatakan tiga laboratorium Eropa telah menemukan Novichok di dalam dan tubuh saya.

Dia mencatat Rusia masih belum membuka penyelidikan tetapi dia tidak mengharapkan hal lain.

Dengan kondisinya yang membaik, juru bicaranya Kira Yarmysh mengatakan pemimpin oposisi berencana untuk kembali ke Rusia.

"Tidak ada pilihan lain yang pernah dipertimbangkan," katanya kepada AFP.

Pemimpin Oposisi Rusia Tuntut Kremlin Kembalikan Bajunya Saat Koma di Siberia, Ada Bukti Racun

Para pembantunya, Kamis (17/9/2020) mengatakan para ahli Jerman menemukan Novichok pada botol air yang diambil dari kamar hotel tempat dia menginap sebelum jatuh sakit.

Botol itu tampaknya menjadi bukti kunci untuk kesimpulan Jerman bahwa pengacara dan kritikus vokal Presiden Vladimir Putin diracun dengan zat saraf yang mematikan.

Keracunan Navalny telah meningkatkan ketegangan antara Rusia dan Barat, khususnya memperburuk hubungan dengan Jerman.

Merkel selalu bersikeras untuk menjaga saluran dialog tetap terbuka dengan Moskow, tetapi dia mempertajam nadanya belakangan ini, dengan kasus Navalny.

Hanya berselang setahun setelah pembunuhan di sebuah taman Berlin yang menurut jaksa penuntut Jerman diperintahkan oleh Rusia.

Tanpa secara langsung mengutip keracunan, Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan pihaknya memperluas daftar timbal balik perwakilan negara dan lembaga UE yang dilarang memasuki wilayah Rusia.

Sebagai akibat sifat merusak dari perilaku blok Uni Eropa itu.

Pada Selasa (22/9/2020), harian Prancis Le Monde melaporkan Presiden Prancis Emmanuel Macron menuntut agar Putin menjelaskan insiden tersebut.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved