Berita Banda Aceh

Psikolog Endang Setianingsih: Gunakan UUPA Untuk Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak

Aparat penegak hukum di Aceh agar menjerat para pelaku kekerasan seksual terhadap anak menggunakan Undang-Undang Perlindungan Anak (UUPA).

Penulis: Misran Asri | Editor: Ibrahim Aji
FOR SERAMBINEWS.COM
Psikolog, Dra Endang Setianingsih MPd Psi 

Aparat penegak hukum di Aceh agar menjerat para pelaku kekerasan seksual terhadap anak menggunakan Undang-Undang Perlindungan Anak (UUPA).

Laporan Misran Asri | Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Psikolog dari Rumah Pelayanan Psikologi (RLP), Dra Endang Setianingsih MPd Psi, meminta aparat penegak hukum di Aceh agar menjerat para pelaku kekerasan seksual terhadap anak menggunakan Undang-Undang Perlindungan Anak (UUPA).

Ia juga mengapresiasi pernyataan Anggota DPR RI, Nazaruddin Dek Gam yang mendorong agar aparat hukum di Aceh memakai UUPA dalam menjerat pelaku pencabulan.

Di samping penyataan sejumlah pihak lainnya, seperti Ketua DPRA, Dahlan Jamaluddin yang juga meminta para pelaku kekerasan terhadap perempuan dan anak dihukum seberat-beratnya.

"Selama ini para pelaku mendapat mulai hukuman cambuk sampai hukuman yang sangat ringan, sehingga tidak sebanding dengan perbuatannya," ungkap Psikolog Endang kepada Serambinews.com, Selasa (13/10/2020).

Lalu terhadap pernyataan sejumlah pihak yang mendorong agar para pelaku dihukum seberat-beratnya patut diapresiasi.

Baca juga: Pemko Banda Aceh Akan Bertindak Tegas, Bila Ruko di Goheng Menyalahi Aturan Maka Segera Dibongkar

"Perlu kita ketahui bahwa selama ini ada pelaku yang hanya dikenakan cambuk. Lalu, setelah dicambuk mereka langsung pulang berlengang di depan korban," kata Endang Setianingsih.

Sebagai psikoloh yang selama ini ikut mendampingi korban pencabulan itu mengaku miris melihat kondisi korban yang trauma berkepanjangan.

"Selama ini saya intens mendampingi korban kekerasan seksual yang dialami anak-anak di bawah umur di hampir seluruh kabupaten/kota. Dampak pada korban yang mengalami kekerasan seksual akan berakibat trauma yang berkepanjangan, depresi, cemas yang begitu tinggi. Lalu ketakutan terhadap obyek yang menyerupai, bahkan takut kesendirian dan kegelapan," ungkapnya.

Menurutnya ketidakberdayaan anak dalam kondisi ini sering merasa bahwa mereka tidak memiliki kontrol atas diri mereka sendiri.

Baca juga: Aneh-aneh Saja! Seorang Pengusaha di India Sewa Pembunuh Bayaran untuk Habisi Nyawanya

Rasa bersalah terhadap dirinya sendiri dan malu dengan lingkungan sosialnya dan ditambah lagi dibulying oleh teman-temannya.

"Sehingga kondisi korban semakin menutup diri, karena semua masalahnya adalah tanggung jawabnya sendiri. Emosionalnya yang tidak stabil, sehingga korban mudah tersinggung dan marah," jelasnya.

Endang Setianingsih menjelaskan anak korban pelecehan seksual dan pencabulan akan terbelengu dengan rasa sedih, karena telah kehilangan, anak mengalami gangguan tidur akibat flashback kejadian yang dialaminya.

Sehingga anak terbawa dalam mimpi buruknya, bahkan korban ada yang ingin bunuh diri, dan korban juga bisa memiliki kemungkinan akan menjadi pelaku.

"Hal-hal yang seperti ini yang seharusnya menjadi pertimbangan bagi kita semua untuk memutuskan hukuman yang pantas untuk para pelaku kejahatan terhadap perempuan dan anak," sebutnya.

Baca juga: Tak Sengaja Kirim Video Syur ke Grup WA Kelas, Guru SD di Bali Ini Nyaris Diamuk Wali Murid

Ia pun menerangkan sepanjang penanganan yang dilakukan dari tahun 2010 sampai dengan sekarang, bukan hanya korban yang mengalami trauma yang sangat menyiksa.

Tetapi dari pihka keluarga korban juga ikut terseret dalam situasi tersebut.

Bahkan, kata Endang, korban makin menjadi terkorbankan saat para pelaku bebas setelah dicambuk.

Lalu para pelaku menertawakan korban dan keluarga korban, sehingga keluarga korban beserta korban makin terhimpit dan tak berdaya dengan peristiwa ini.

"Hukum harus melihat posisi yang dialami korban," terangnya,

Endang mengungkapkan perubahan sikap korban semakin tidak membuatnya nyaman dan akhirnya ada korban terpaksa dipisahkan dari orangtuanya dan dititipkan di pesantren dengan alasan supaya korban tidak melihat pelaku lagi.

Baca juga: Inilah Senjata Tempur Darat Paling Menakutkan Milik India, Siap Dikerahkan Lawan China

Padahal dalam pemulihan traumanya, lanjut Psikolog Endang, korban sangat membutuhkan keluarga intinya.

Tapi, karena korban tidak ada pilihan lain, korban harus diungsikan.

"Saya juga menemukan korban sudah menjadi pelaku, karena dia mengangap dirinya tidak berarti lagi dan keadilan pun tidak didapatkannya. Sehingga sudah sepatutnya pemerintah dan aparatur penegak hukum untuk kasus kekerasan seksual menggunakan UUPA dan bukan cambuk," sebut Endang.

Ia pun menerangkan kembalikan rasa keadilan untuk para korban, walau tidak sepenuhnya mendapatkan hak-haknya, akan tetapi korban sedikit banyak bisa melihat dirinya diperhatikan dan ada keadilan.

"Saya juga mengharapkan kepada Nazaruddin Dek Gam serta Ketua DPRA dan pihak lainnya yang peduli dalam kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak bukan hanya Polda saja yang didorong. Namun, pihak Kejati juga harus didorong juga," harap Psikolog, Dra Endang Setianingsih MPd Psi.(*)

Baca juga: Hasil Swab Keluar, Tiga Pasien Meninggal di Aceh Tamiang Dinyatakan Positif Covid-19

Baca juga: Polisi Tangkap Pemukul Wanita Paruh Baya Saat Shalat di Masjid, Korban Dapat 7 Jahitan di Kepala

Baca juga: 7 Orang Kabur dari Tempat Pengungsian, Imigrasi Sita 81 Ponsel Milik Rohingya di BLK Lhokseumawe

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved