Berita Aceh Timur

Perdana, Kejari Aceh Timur Selesaikan Perkara Penganiayaan via Keadilan Restoratif, Begini Maksudnya

Kejaksaan Negeri Aceh (Kejari) Aceh Timur untuk pertama kali menyelesaikan perkara tindak pidana penganiayaan secara keadilan restoratif.

Penulis: Seni Hendri | Editor: Saifullah
Serambi Indonesia
Kasi Pidum Kejari Aceh Timur, Irvan (tengah belakang) didampingi JPU, dan penyidik, menyaksikan proses perdamaian secara keadilan restoratif antara terdakwa dan korban penganiayaan di Kantor Kejari Aceh Timur, Kamis (15/10/2020). 

Laporan Seni Hendri | Aceh Timur

SERAMBINEWS.COM, IDI - Kejaksaan Negeri Aceh (Kejari) Aceh Timur untuk pertama kali menyelesaikan perkara tindak pidana penganiayaan secara keadilan restoratif.

Hal ini berdasarkan Peraturan Jaksa Agung RI Nomor 15 Tahun 2020, tentang penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.

Penyelesaian perkara secara keadilan restoratif maksudnya yaitu, jaksa penuntut umum (JPU) menghentikan penuntutan terhadap terdakwa karena para pihak (terdakwa dan korban), telah berdamai.

"Hari ini, kita melakukan penghentian penuntutan perkara penganiayaan dengan tersangka Fani dan kawan-kawan, karena kedua belah pihak antara korban dengan terdakwa telah berdamai," jelas Kajari Aceh Timur, Abun Hasbulloh Syambas SH MH, melalui Kasi Pidum, Irvan, didampingi JPU, Cherry kepada Serambinews.com, Kamis (15/10/2020).

Irvan mengatakan, sebelumnya JPU telah menjadi fasilitator perdamaian antara kedua belah pihak di Kejari Aceh Timur dengan menghadirkan tokoh masyarakat dan penyidik kepolisian.

Setelah difasilitasi oleh JPU, sehingga kedua belah pihak sepakat berdamai dengan syarat para terdakwa ataupun tersangka sepakat membayar ganti rugi biaya pengobatan dan peusijuek bagi korban.

Baca juga: Bupati dan Dandim Tinjau Lokasi Kebakaran Hutan dan Lahan di Pintu Rime Gayo

Baca juga: Ini Niat, Doa, Waktu Serta 10 Keutamaan Sholat Tahajud yang Wajib Kamu Tahu

Baca juga: Timsel Buka Pendaftaran Calon Komisioner KPI Aceh, Ini Tahapan Tes

"Atas dasar kesepakatan kedua belah pihak tersebut, kemudian kita ajukan kepada Kejati Aceh untuk penghentian penuntutan terhadap perkara penganiayaan ini berdasarkan Peraturan Jaksa Agung RI Nomor 15 Tahun 2020," ungkap Irvan.

Berdasarkan Peratusan Jaksa Agung itu, lanjut Irvan, perkara yang bisa dihentikan penuntutannya yaitu perkara dengan syarat bahwa tindak pidana ini baru pertama kali dilakukan oleh para tersangka.

"Kedua kerugian atau nilai barang bukti yang ditimbulkan tidak lebih dari Rp 2,5 juta, dan ketiga ancaman tindak pidana tidak lebih dari 5 tahun. Karena syaratnya memenuhi, maka JPU melakukan penghentian penuntutan," ulasnya.

Pasca perdamaian tersebut, Irvan berpesan kepada terdakwa dan korban agar menjalin silaturahmi yang baik. Selain itu, kepada terdakwa dan korban selaku generasi muda agar melakukan kegiatan positif untuk membangun Aceh Timur.

Karena sudah dihentikan penuntutannya berdasarkan surat ketetapan penghentian penuntutan Kepala Kejaksaan Negeri Aceh Timur Nomor: 1077/L.1.22/Eoh:/10/2020, tanggal 15 Oktober 2020, maka ketiga terdakwa yang sebelumnya tahanan JPU yang dititipkan di Polres Aceh Timur, kini dibebaskan.

"Begitu juga, barang bukti dua unit sepeda motor (sepmor) dikembalikan kepada pemiliknya," papar Kasi Pidum Kejari Aceh Timur ini.

Baca juga: Anwar Ibrahim Kembali Dipanggil Polisi Malaysia, Ini Masalahnya

Baca juga: Ketimbang Korban Perasaan dan Numpuk Utang, Wanita Ini Jual Suami ke Pelukan Pelakor Rp 100 Juta

Baca juga: Lewati Filipina, Indonesia Jadi Negara Dengan Kasus Covid-19 Tertinggi di Asia Tenggara

Irvan mengungkapkan, ada beberapa perkara yang tidak bisa dihentikan yakni, tindak pidana terhadap keamanan negara, ketertiban umum, dan kesusilaan.

Selain itu, tindak pidana yang diancam dengan pidana minimal, tindak pidana narkotika, tindak pidana lingkungan hidup, dan tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi.

Sementara itu, Suwaryati, salah satu orang tua terdakwa mengapresiasi penyelesaian perkara penganiayaan ini secara damai.

"Alhamdulillah, penyelesaian secara damai ini sangat baik, karena kita khilaf sebelumnya. Insya Allah, tidak ada dendam lagi dan kami akan jalin silaturahmi lebih baik lagi," ungkap Muhammad Aghyal Syah, salah seorang terdakwa.

Sebelumnya, terdakwa Fani (18), M Amsal (24), dan M Agyal (18), ketiganya warga Kecamatan Julok, Aceh Timur, melakukan penganiayaan secara bersama-sama terhadap korban M Rizky, pada 31 Juli 2020, di Jalan Nasional Banda Aceh-Medan, Desa Teupin Pukat, Kecamatan Nurussalam, Aceh Timur.

Baca juga: Presiden Kyrgyzstan Mengundurkan Diri, Cegah Pertumpahan Darah dan Akhiri Krisis

Baca juga: Anggaran Dipangkas Rp 210 M, Mursil: Kita Memasuki Tahun Pesimis dan Prihatin

Baca juga: Komplotan Perampok Sadis Antar Provinsi Ditangkap Polda Sumut, Empat Pelaku Ditembak dan Satu DPO

Atas kejadian itu, korban melaporkan perbuatan pelaku ke polisi, sehingga ketiga pemuda tersebut diamankan polisi dan dijerat Pasal 351 ayat 1 KUHPidana. Setelah berkas lengkap, ketiga tersangka dan berkasnya dilimpahkan ke JPU Kejaksaan Aceh Timur.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved