Maulid Nabi Muhammad SAW 1442 H
Ada Tradisi Toet Leumang, Begini Kemeriahan Warga Tangse Sambut Maulid Nabi Muhammad SAW
Menu yang disajikan pun cukup beragam. Namun yang menjadi ciri khas di Aceh, khususnya bagi masyarakat Pidie ini adalah sajian lemang.
Taufik Ar Rifai, pewarta dan fotografer lepas melaporkan dari Tangse, Pidie.
SERAMBINEWS.COM, SIGLI - Ada banyak cara untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW bagi masyarakat Aceh.
Peringatan yang dikenal istilah Maulid Nabi ini kerap menyuguhkan aneka hidangan spesial sebagai salah satu perwujudan rasa syukur.
Seperti diketahui, perayaan Maulid Nabi dengan menyelenggarakan serangkaian acara mulai dari zikir, tausiah agama, memberikan santunan kepada anak yatim-piatu, hingga makan kenduri bersama yang diselenggarakan di meunasah-meunasah.
Menu yang disajikan pun cukup beragam.
Namun yang menjadi ciri khas di Aceh, khususnya bagi masyarakat Pidie ini adalah sajian lemang.
Bagi masyarakat Tangse, memasak lemang yang merupakan tradisi warisan ketika memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW pada 12 Rabiul Awal 1439 Hijriah yang jatuh pada Kamis (29/10) besok.
Sejumlah desa di pedalaman Kabupaten Pidie, terlihat sejumlah penduduk di daerah tersebut, sejak pagi hari mulai melakukan aktivitas menanak lemang sebagai penganan khas asli Aceh tersebut.
"Ini sudah menjadi tradisi dari sejak dulu saat memasuki bulan maulid," kata Edy Azhari, warga Gampong Blang Dhot, Kecamatan Tangse pada Rabu (28/10).

Seperti diketahui, lemang terbuat dari pulut atau ketan yang dicampur dengan santan dan garam lalu dilapisi daun pisang, serta dibakar menggunakan bambu.
Adapun tatacara membakar lemang adalah dengan posisi di bagian tengah bambu yang agak dimiringkan pada tiang penyangga.
Agar masaknya rata, maka bambu-bambu tersebut dibakar dengan kayu api.
Sapaan Edy Tangse ini mengaku, aktivitas membakar penganan khas yang berada di dalam batang bambu tersebut memakan waktu paling cepat sekitar delapan jam lamanya.
"Paling cepat sekitar enam jam jika kondisi apinya bagus. Waktu dibakar pun harus kita jaga dengan teliti agar tidak matang sebagian," pungkasnya.
Baca juga: Lagi Trend, Emak-Emak di Tangse Pidie Ramai-Ramai Jual Bunga, Ini Kisaran Harganya
Baca juga: Mau Tahu Apakah Anda Lulus Seleksi CPNS Kemenag Aceh, Lihat Pengumumannya di Website Ini
Meriah
Provinsi Aceh merupakan salah satu wilayah yang warganya kental dengan tradisi Islam.
Pada ritual-ritual keagamaan, Bumi Serambi Mekkah ini memiliki tradisi unik dalam menyambut kelabiran Nabi Muhammad SAW.
Dalam perayaan maulid, momen ini menjadi sakral bagi masyarakat Aceh yang dalam kehidupannya sehari-hari melekat dengan nilai adat dan budaya.
Maka tak heran apabila memasuki bulan Rabiul Awal, perayaan maulid Nabi terlihat sangat meriah.
Di Aceh, peringatan maulid Nabi Muhammad SAW dikenal dengan istilah "maulod".
Dalam pelaksaan itu, warga menggelar kenduri besar dengan mengundang anak yatim dan kerabatnya.
Salah satu perayaan maulid Nabi terlihat jelas dari warga Gampong Pulo Mesjid Kecamatan Tangse, Pidie.
Umumnya, perayaan maulid tidak hanya digelar pada hari sebagaimana ditetapkan dalam kalender saja.
Namun juga tetap digelar selama 4 bulan berturut-turut.
Dapat dikatakan bahwa, perayaan maulid di Aceh merupakan perayaan kenduri dengan waktu terlama.
Baca juga: Kisah Gampong Aree dan Para Perantau yang Jadi Andalan Pembangunan, dari Malaysia Hingga Australia

Berdasarkan penanggalan dalam kalender Islam, tradisi perayaan maulid dimulai dari Rabiul Awal, Rabiul Akhir dan Jumadil Awal.
Pada bulan Rabiul Awal, perayaan maulid disebut dengan Meulod Awai, kemudian Rabiul Akhir disebut Meulod Teungoh, dan Jumadil Awal disebut Maulod Akhe.
Perlu diketahui, tradisi perayaan maulid di Aceh dengan kenduri besar.
Bagi masyarakat yang mampu melakukan kenduri, maka akan berkenduri dan membagikan makanan kepada masyarakat lain yang berkumpul di meunasah-meunasah.
"Bagi masyarakat Aceh, jika tidak melakukan kenduri maulid merasa ada sesuatu yang kurang. Sehingga tidak mengherankan apabila pada bulan maulid masyarakat berbondong-bondong membawa makanan yang telah dimasak ke Meunasah," kata Wakil Bupati Pidie, Fadhlullah TM Daud pada Kamis (29/10).
Saat membawa makanan, ada tempat khusus yang disebut "dalong", yaitu wadah khusus berbentuk selinder. Ukurannya pun beragam, rata-rata berkisar 30 hingga 50 cm.
Dalong inilah wadah pengisian nasi lengkap dengan lauk pauk.
Uniknya lagi, sajian nasi dan lauknya pun ditata rapi dan berlapis-lapis atau dikenal "Dalong Meulapeh".
Dalong inilah yang diantar warga ke meunasah-meunasah yang akan dibuka untuk disantap bersama anak yatim.
Baca juga: Menyeruput Kopi Liberika, Si Biji Hitam Khas Tangse

Soal menu yang dihidangkan pada perayaan maulid sangatlah istimewa. Salah satu menu khas adalah "bu kulah" atau nasi kulah.
Nasi ini dimasak secara khusus dengan paduan rempah-rempah seperti cengkeh, kapulaga, dan aneka rempah lainnya.
Menariknya lagi, formasi Bu Kulah berbentuk piramida ini dibungkus dengan daun pisang yang terlebih dahulu dilayu di atas bara api.
Sehingga sajian makanan Aceh dengan rasa dan aroma khas Timur Tengah dan India ini kian terasa.
Sementara menu yang disajikannya juga khas dan jarang ditemui pada perayaan lainnya.
Salah satunya adalah "kuah pacri".
Dalam kuah ini, tersedia buah nenas yang dimasak dengan kuah encer dengan paduan cengkeh, kapulaga, cabai merah yang diiris halus dan daun pandan untuk menambah aroma.
Menu lainnya adalah aneka daging sapi, kambing, ayam dan bebek.
Selain menu yang disebutkan di atas, ada hidangan khas pada kenduri maulid, yaitu bulukat.
Nasi ketan yang diberi kelapa dan dibungkus daun pisang dan berbentuk limas.
Nah, sebelum menyantap hidangan maulid, masyarakat menggelar zikir dan doa bersama diiringi salawat.
Setiap perayaan maulid di Aceh, kenduri digelar pada siang hari, kemudian malam dilanjutkan dengan ceramah agama.
"Pada malam hari, warga berbondong-bondong menuju ke meunasah untuk mendengar ceramah maulid. Namun di tengah pendemi seperti ini, perlu mengedepankan protokol kesehatan," kata Fadhlullah TM Daud.
Fadhlullah menjelaskan, kemeriahan pelaksanaan tradisi maulid di Aceh, seluruh warga larut dalam berbagai proses pelaksanaannya.
Bagi masyarakat Aceh, maulid telah menjadi tradisi dan dilaksanakan secara turun temurun.
Pelaksanaan peringatan maulid merupakan salah satu contoh semangat kecintaan terhadap Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa perubahan dalam hidup manusia ke jalan yang benar.
Bahkan kemeriahan perayaan Maulid Nabi di Aceh memiliki dasar sejarah yang kuat.
Ini sebagaimana termaktub dalam sebuah surat wasiat Sultan Aceh yang diterbitkan pada 12 Rabiul Awal 913 Hijriah atau 23 Juli 1507, oleh Sultan Ali Mughayat Syah yang ditemukan Tan Sri Sanusi Junid.
Salah satu poinnya adalah mengenai pelaksanaan Maulid Nabi yang dapat menyambung tali silaturahmi antargampong di Kerajaan Aceh Darussalam.(*)