Berita Bener Meriah

Masjid yang Dibangun Jokowi di Bener Meriah Dibalut Semak, Sebagian Dinding Mulai Lepas

Masjid yang dibangun Presiden Joko Widodo di Bener Meriah saat masih bekerja di PT KKA, saat ini dalam kondisi tidak terawat.

Penulis: Fikar W Eda | Editor: Taufik Hidayat
Foto kiriman warga
Bangunan masjid Jokowi di Bener Meriah 

Laporan Fikar W Eda | Bener Meriah

SERAMBINEWS.COM, REDELONG - Masjid yang dibangun Presiden Joko Widodo di Bener Meriah saat masih bekerja di PT KKA, saat ini dalam kondisi tidak terawat.

Masjid kecil atau dalam bahasa Gayo disebut mersah itu berada dalam semak dan sebahagian dindingnya sudah lepas.

"Masjid kecil itu  tertutup pohon kopi. Sepertinya sudah lama tidak dipakai lagi," kata Iwan Gayo, relawan For-Jokowi saat mendatangi lokasi dan mengambil gambar masjid tersebut, Kamis (19/11/2020) malam.

Kata Iwan Gayo, bangunan masjid kecil itu dibangun oleh Presiden Joko Widodo pada 1987.

Bangunan berkonstruksi kayu, berada di Kampung Bale Atu, Kecamatan Bukit Bener Meriah, tidak jauh dari lokasi Bandara Rembele.

Masjid atau "mersah" tersebut dibangun oleh Presiden Jokowi ketika menjabat menajer di PT Kertas Kraft Aceh (PT KKA), kata Iwan Gayo mengutip keterangan Thamrin MY, teman Presiden Jokowi ketika bekerja di KKA.

Iwan Gayo kemudian mengabadikan bangunan masjid kecil tersebut dalam bentuk foto dan menerangkan bahwa ternyata masjid yang dibangun Presiden Joko Widodo di lokasi tempat awal ia bekerja, tenyata masih ada.

Thamrin MY, yang mengaku sahabat Jokowi saat sama-sama bekerja di KKA, yang kini tinggal di Bener Meriah mengatakan, bahwa "mersah Jokowi"  tersebut masih berdiri tegak,  walaupun beberapa bagian dindingnya sudah lepas dan berlubang. 

Iwan Gayo mengatakan, lokasinya sangat strategis dan sangat layak dijadikan masjid. 

Iwan Gayo menyebutkan, dengan ditemukannya "mersah Jokowi" tersebut, maka tidak benar anggapan selama ini bahwa rumah ibadah yang dibangun oleh Presiden Jokowi sudah digusur untuk kepentingan pembangunan Bandara Rembele, yang diresmikan 2 Maret 2016 silam.

Baca juga: Komisi III DPRA Minta PEMA Manfaatkan Peluang Kelola Blok B

Baca juga: Senjata Api Hingga Puluhan HP Dimusnahkan di Kejari Pidie, BB Sabu 195,45 Gram

Baca juga: Begini Proses Penangkapan Ayah di Aceh Utara yang Bakar Anaknya dengan Daun Kelapa Kering 

Jejak Jokowi di Tanoh Gayo

Presiden Ke-7 Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) pernah tiga tahun bermukim di Dataran Tinggi Gayo.

Jauh sebelum terjun ke dunia politik, Jokowi muda tinggal di kaki Gunung Merapi Burni Telong, Kabupaten Bener Meriah, sejak 1986 hingga 1989.

Bahkan bulan madunya dengan Iriana (sekarang Ibu Negara RI) berlangsung di kawasan Burni Telong.

Ketika itu, Bener Meriah belum mengalami pemekaran sehingga masih masuk dalam wilayah Kabupaten Aceh Tengah.

Pada Oktober 2014, ketika Jokowi akan dilantik sebagai Presiden Ke-7 Republik Indonesia bersama Jusuf Kalla, Serambinews.com menelusuri rekam jejak Jokowi di Gayo.

Serambinews.com mencari rekan terdekat mantan wali kota Solo dan mantan gubernur DKI Jakarta ini.

Bermodalkan informasi seadanya, Serambi menjumpai H Nurdin aman Tursina (73), warga Kampung Bale Atu, Kecamatan Bukit, Bener Meriah pada Jumat (16/10) pagi.

H Nurdin atau akrab disapa Aman Tur ini teman sekaligus orang tua angkat Jokowi.

Haji Nurdin sudah 40 tahun menjabat imam Kampung Bale Atu.

Ketika dijumpai, kakek dari 13 orang cucu ini sedang berada di kebun kopi miliknya.

Meski “diganggu” lantaran sedang membersihkan kebun, namun Aman Tur tetap menyapa dengan nada ramah dan bersahabat.

Aman Tur membuka cerita tentang Jokowi yang pernah menetap di kampung itu.

Bahkan, ia sempat menunjukkan foto Jokowi yang tersimpan di memori handphone pribadinya.

“Ayo kita ke rumah, supaya enak kita cerita. Kalian ke rumah duluan, saya mau simpan cangkul dan peralatan kebun,” ujarnya.

Beberapa saat menunggu, pintu belakang rumah Aman Tur terbuka. Ia persilakan Serambi masuk ke rumahnya. Sepi.

“Saya hanya tinggal berdua dengan istri. Sedangkan anak-anak sudah menikah dan pindah rumah. Tinggal satu lagi kuliah di IAIN Sumatera Utara,” ceritanya.

“Mau minum kopi? Kalau mau biar saya buatkan,” tawar Aman Tur.

Seiring dengan tawaran tersebut, Aman Tur beranjak menuju dapur untuk memasak air panas.

Sembari menunggu air mendidih, Aman Tur berupaya mengingat kembali memori 28 tahun silam, ketika Jokowi berada di Gayo.

“Dulu memang saya kenal sama dia. Tapi tunggu sebentar, ada teman seangkatannya yang sekarang menetap di sini. Coba saya hubungi dulu,” kata Aman Tur.

Meski berusia 73 tahun, Aman Tur piawai menggunakan hp.

Tanpa kacamata, ia mencari salah satu nama yang tersimpan di kontak hpnya.

“Ini dia nomornya. Namanya Sulis, ia teman seangkatan Jokowi ketika bekerja di sini dulu,” kata Aman Tur.

Ia minta Sulis datang ke kediamannya.

“Pak Sulis, bisa nggak ke rumah sebentar. Ini ada tamu, wartawan yang mau nanya-nanya cerita tentang Jokowi,” ucap Aman Tur memohon kehadiran Sulis.

Setelah menghubungi teman dekat Jokowi, Aman Tur beranjak ke dapurnya untuk menyiapkan beberapa gelas kopi tubruk.

Tak lama kemudian, Pak Sulis yang mengendarai sepeda motor, mengenakan topi, dan berpenampilan sederhana, tiba di depan rumah Aman Tur.

Kehadiran pria itu disambut ramah oleh Imam Kampung Bale Atu ini.

Tak lama kemudian, pria ini memperkenalkan diri.

“Saya Sulistiyo Tomo,” katanya saat bersalaman dengan Serambi.

Pertemuan itu berlangsung penuh keakraban.

Meski dibalut cuaca dingin karena hujan gerimis dan embusan angin yang masuk dari pintu yang terbuka, situasi pertemuan itu tetap hangat lantaran ditemani segelas kopi Gayo.

Kenangan 28 tahun silam, diceritakan secara rinci oleh dua orang kerabat Jokowi yang dilantik menggantikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Joko, begitu sapaan akrab Jokowi ketika bekerja di PT Kertas Kraft Aceh (KKA) yang berkantor pusat di Desa Jamuan, Kecamatan Nisam, Aceh Utara. Joko Widodo, insinyur kehutanan alumnus Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, memulai kariernya di PT KKA sebagai petugas survei jalan.

Tepat pada 15 Januari 1986, ia bersama sembilan sarjana kehutanan lulusan sejumlah perguruan tinggi di Indonesia, dikirim ke Aceh untuk bekerja di PT KKA.

Dari sembilan insinyur muda kala itu, tiga di antaranya ditempatkan di Lhokseumawe.

Sedangkan enam lainnya dikirim ke Aceh Tengah (sebelum mekar menjadi dua kabupaten).

Insinyur muda tersebut, di antaranya Joko Widodo dan Sulistiyo Tomo.

Keduanya, bersama empat orang insinyur lainnya, menetap dalam satu barak, di kaki Burni Telong.

Daerah tempat mereka tinggal ketika itu bernama Pondok Tengah (Saat ini Kecamatan Bukit, Bener Meriah).

Mereka ditempatkan di salah satu bangunan rumah panggung eks PNP yang dijadikan sebagai basecamp PT KKA.

Selama tiga tahun, Jokowi muda, menghabiskan waktunya di belantara hutan damar.

Bekerja sebagai tim survei, memaksa Joko Widodo harus ke luar-masuk hutan.

Risiko yang dialami Jokowi, lantaran ke luar-masuk hutan, pernah diserang malaria. Ketika itu, Jokowi sedang bertugas di kawasan hutan Gunung Salak, perbatasan Nisam, Aceh Utara, dengan Kabupaten Aceh Tengah.

“Joko dibawa ke rumah sakit oleh warga menggunakan sepeda. Ia sempat dirawat di rumah sakit Lhokseumawe selama beberapa hari,” kenang Sulistiyo yang diamini oleh Aman Tur.

Sulistiyo maupun H Nurdin mencoba mengingat kembali perjalanan hidup mereka selama tiga tahun bersama Joko Widodo di Gayo 28 tahun silam.

Menurut Sulistiyo, setelah Jokowi sembuh dari sakit malaria, ia pindah tugas di bidang prasarana dan sarana PT KKA.

“Karya Jokowi sampai sekarang masih ada di Kampung Bale Atu ini. Perumahan eks karyawan KKA itu dibangun oleh Jokowi dan sampai sekarang masih ada,” kata Sulistiyo.

Sembari menyeruput kopi tubruk dan sesekali tertawa, Sulistiyo maupun Aman Tur melanjutkan ceritanya tentang Jokowi.

Menurut mereka, Joko muda dan Jokowi sekarang tidak jauh berubah dengan 28 tahun silam.

Dari sisi postur, juga tidak banyak perubahan. Hanya saja, dulu tubuh presiden terpilih ini kurang berisi dibandingkan sekarang.

“Dulu Pak Jokowi agak kurusan, rambut sedikit gondrong dan mengenakan kacamata,” timpal Aman Tur.

Selama berada di Dataran Tinggi Gayo, Jokowi tidak hanya menghabiskan waktu untuk bekerja dan bekerja.

Di sela-sela waktu luang ia bersosialisasi.

Bahkan ketika hari libur, Jokowi menyempatkan diri bersama rekan kerjanya memancing ikan di Danau Laut Tawar, Takengon.

“Kalau pergi mancing, lebih sering nggak kenanya. Cuma, dulu kan nggak ada hiburan lain,” ungkap Sulistiyo.

Bukan hanya memancing ikan, lanjut Sulistiyo, untuk menghabiskan waktu malam di basecamp yang ketika itu berada di “pelukan” hutan damar, para penghuni rumah panggung bermain batu (domino).

“Ya, waktu itu, mau pergi nggak tahu ke mana. Pergi malam-malam, yang ada ketemu babi sama harimau. Mending main batu,” ucap Sulistiyo.

Masih tergambar jelas di ingatan Sulistiyo. Bila bermain batu, suara dentuman batu domino menghantam meja, membelah kesunyian malam.

Sesekali, terdengar gelak tawa, karena sanksi yang diberikan kepada tim yang kalah, berupa tulisan unik yang ditempelkan di helm proyek dan harus dikenakan sembari bermain.

“Kalau ingat itu, rasanya lucu. Tapi semua itu, sudah berlalu 28 tahun yang lalu,” ucapnya dengan nada suara sedikit merendah.

Hubungan Joko dengan masyarakat yang tinggal di seputaran kompleks PT KKA, terbilang cukup baik.

Termasuk di antaranya dengan H Nasir aman Tursina.

Jokowi kerap ikut mendampingi warga bila ada sejumlah even olahraga yang dilaksanakan di sejumlah tempat di Takengon.

“Dia juga hobi didong. Jika masyarakat ada yang bermain didong, Joko sering ikut. Paling tidak ikut nonton,” cerita Sulistiyo.

Baca juga: Jokowi Siap Jadi Orang Pertama Disuntik Vaksin Covid

Baca juga: Setelah Copot Kapolda Metro Jaya dan Kapolda Jawa Barat, Kini Jokowi Bicara Reshuffle Kabinet

Bulan Madu

Jokowi yang ketika itu, masih berstatus pengantin baru sempat memboyong istrinya Iriana untuk tinggal di basecamp, Pondok Tengah.

Keduanya “berbulan madu” di tengah hutan damar di kaki gunung Burni Telong.

Seiring dengan berjalannya waktu, awal tahun 1989, Jokowi meninggalkan Gayo dan kembali ke Solo, untuk melanjutkan bisnis meubel milik orang tuanya.

“Semua itu, sudah kehendak Tuhan. Dulu bekerja di hutan, sekarang jadi Presiden,” kata Aman Tur.

Diakui Sulistiyo dan M Nurdin, sebelum menjadi Gubernur DKI Jakarta, ada beberapa kali mereka berkomunikasi dengan Jokowi.

Namun, setelah jadi gubernur, komunikasi agak sulit lantaran teman lamanya itu kini sudah menjadi pejabat tinggi. Bahkan menjadi orang nomor satu di Indonesia.

“Kita pahami beliau sibuk. Kami hanya berharap Pak Jokowi bisa menyejahterakan rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke tanpa pandang bulu,” harap Sulistiyo, kelahiran Solo Tigo, Jawa Tengah yang kini menetap di Panji Mulia, Bener Meriah.

Setelah bercerita hampir dua jam, Sulistiyo dan H Nasir aman Tursina, mengajak Serambi melihat bangunan perumahan KKA di Kampung Bale Atu yang merupakan karya Jokowi 28 tahun silam.

Bangunan berkonstruksi papan itu masih berjajar rapi, meskipun sebagian telah usang dimakan waktu.

Demikian juga rumah panggung tempat Jokowi menghabiskan waktu tiga tahun lebih, telah rusak terbakar saat konflik berkecamuk di Aceh.(*)

Baca juga: MTQN Ke-28 di Padang, Ketika Cabang Khat Jadi Pelipur Lara Kafilah Aceh

Baca juga: BREAKINGNEWS  - Sungai Rikit Sultan Daulat Meluap, Banjir Rendam Jalan Nasional di Subulussalam 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved