Konflik Nelayan

Konflik Antarnelayan di Simeulue, Dipicu Soal Penggunaan Kompressor di Kawasan Konservasi Perairan

Akibat konflik antarnelayan yang terjadi, pelaku pelanggaran dan pihak yang mengawasi, kini sama-sama terjerat hukum.

Penulis: Taufik Hidayat | Editor: Taufik Hidayat
Foto kiriman warga
Boat robin yang digunakan lima nelayan penyelam di Kabupaten Simeulue yang melakukan pelanggaran karena menggunakan kompressor. 

Sedangkan menurut versi pihak Pokmaswas Air Pinang, nelayan yang melakukan pelanggaran berusaha kabur, padahal sudah diingatkan melalui pengeras suara yang dibawa oleh tim Pokmaswas untuk menghentikan perahunya.

“Namun karena mereka tidak mau berhenti, kami melemparkan jangkar ke bagian depan perahu nelayan itu untuk mencegah mereka kabur, dan tanpa sengaja mengenai seorang nelayan di dalam perahu itu,” kata Boyon, Ketua Pokmaswas Air Pinang.

Mengetahui ada nelayan yang terluka karena terkena jangkar, mereka pun langsung membawanya dengan satu perahu anggota Pokmaswas ke Puskemas Pembantu (Pustu) Air Pinang untuk mendapat perawatan. Sedangkan empat nelayan lainnya  dibawa dengan perahu terpisah ke Desa Air Pinang.

Saat tiba dipantai, Boyon mengakui ada terjadi pemukulan oleh anggota Pokmaswas yang tersulut emosi. Namun beberapa warga bersama tokoh masyarakat langsung melerai dan mengendalikan situasi.

Selanjutnya, keempat nelayan itu diinapkan dengan layak di rumah Panglima Laot Lhok Air Pinang, dan paginya dijemput oleh Kepala Desa Suka Maju untuk dibawa ke RSUD guna mendapat perawatan.

Sementara, aparatur desa bersama pemangku adat dan tokoh masyarakat, bermusyawarah mencari penyelesaian secara damai.

Upaya Mediasi Gagal

Upaya untuk mendamaikan kedua pihak, sudah coba dilakukan yang difasilitasi pihak kepolisian, dengan melibatkan Muspika dan tokoh masyarakat dari masing-masing desa. Karena kedua pihak dianggap sama-sama melakukan kesalahan.

Pihak nelayan warga Suka Maju dan Ana A’o yang menjadi korban, melakukan kesalahan dengan melanggar hukum adat laot dan peraturan perundang-undangan terkait penggunaan kompressor. Sehingga bisa dijerat dengan hukum adat maupun hukum positif.

Sementara di pihak Desa Air Pinang juga melakukan kesalahan, karena ada warganya yang melakukan penganiayaan terhadap nelayan. Sehingga lima warga Desa Air Pinang yang diduga melakukan pemukulan pun kemudian ditahan oleh polisi.

Saat dilakukan mediasi pada Jumat (4/11/2020), pihak nelayan yang menjadi korban pemukulan menuntut uang damai hingga ratusan juta rupiah. Namun tuntutan itu tak sanggup dipenuhi oleh pihak Desa Air Pinang.

“Kami mau mengalah. Karena meskipun mereka melakukan pelanggaran, namun bagaimanapun pemukulan ini memang tidak selayaknya terjadi. Tapi untuk mencari uang ratusan juta rupiah dalam waktu yang singkat, kami tidak mampu,” kata Sahmal, Panglima Laot Lhok Air Pinang, kepada Serambinews.com, tadi malam.

Sementara itu,  dari pihak Desa Suka Maju juga mengisyaratkan bahwa proses hukum atas kasus ini tetap berlanjut. “Ya, sepertinya proses hukum berlanjut. Karena upaya mediasi tidak mencapai kata sepakat,” ujar Dahlinuddin, Kepala Desa Suka Maju yang menantunya turut menjadi korban pemukulan.

Hingga tadi malam, upaya mendamaikan kedua pihak itu belum berhasil, meski masih ada harapan jika saja para pemangku kepentingan di tingkat kabupaten bersedia membantu menalangi “uang damai” yang diminta pihak Desa Suka Maju kepada pihak Desa Air Pinang.

Soal Kompressor dan Penertibannya

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved