Berita Bireuen
Memilukan, Balita Anak Janda Miskin Ini Derita Bocor Jantung, Tak Bisa Melihat Hingga Tak Bisa Jalan
Kondisi anak balita janda miskin yang memilukan ini membuat Camat Makmur, Kabupaten Bireuen, Azmi mendatangi rumah orang tua Talita di Desa Bate Dabai
Penulis: Yusmandin Idris | Editor: Mursal Ismail
Kondisi anak balita janda miskin yang memilukan ini membuat Camat Makmur, Kabupaten Bireuen, Azmi mendatangi rumah orang tua Talita di Desa Bate Dabai, Kecamatan Makmur, Bireuen.
Laporan Yusmandin Idris I Bireuen
SERAMBINEWS.COM, BIREUEN - Talita Zahra adalah seorang balita berusia 2 tahun empat bulan yang menderita bocor jantung bawaan sejak lahir.
Tak hanya itu, anak kedua dari almarhum Ikhsan dan ibunya Wardaniah (38) juga tak bisa melihat dan bola matanya putih serta menonjol.
Kondisi anak balita janda miskin yang memilukan ini membuat Camat Makmur, Kabupaten Bireuen, Azmi mendatangi rumah orang tua Talita di Desa Bate Dabai, Kecamatan Makmur, Bireuen.
Kedatangannya itu ke rumah tersebut, Rabu (9/12/2020) didampingi beberapa pegawai Kantor Camat Makmur dan Tenaga Kerja Sosial Kecamatan (TKSK) Makmur.
Serambinews.com yang ikut dalam rombongan ini ikut mendengar kisah derita Talita Zahra sebagaimana diceritakan ibunya, Wardaniah.
Baca juga: Jenderal Bintang Tiga Kunjungi Lokasi Banjir, Ini Agenda Doni Monardo Sesampainya di Aceh Utara
Baca juga: Telkomsel Salurkan Bantuan Kuota Internet, Bagi Pelajar hingga Dosen
Baca juga: Gerebek Rumah, Polres Langsa Sita Sabu Tujuh Paket Seberat 25 Gram dari Dua Tersangka
Menurut Wardaniah, selain mengalami sakit jantung dan mata, Talita juga tidak bisa
berjalan.
Jika ingin berjalan, ia terpaksa menggunakan kedua tangannya menopang tanah serta kepala.
"Sedangkan kedua kakinya diangkat ke atas, itu pun hanya sebentar," cerita Wardaniah.
Wardaniah menambahkan anak gadisnya itu juga belum bisa bicara, padahal usianya sudah 2,4 tahun.
Wardaniah mengakuia anaknya itu dulu lahir prematur.
Kemudian, bidan memboyong Talita ke RSUD Bireuen dan masuk inkubator selama
50 hari.
Setelah keluar dari rumah sakit, Wardaniah mengatakan anaknya tidak bisa melihat dan bola matanya seperti menonjol dan putih.
“Kadang-kadang terlihat jelas tonjolannya,” ujar Wardiah.
Melihat Talita mengalami sakit, maka sang kakek, Razali membawa cucunya ke RSUZA Banda Aceh untuk berobat.
Hasil pemeriksaan di RSUZA, Talita ternyata tak hanya sakit mata, melainkan juga bocor jantung.
Tetapi matanya ketika itu belum bisa diobati karena ketika itu ia masih berusia di bawah enam bulan.
Berselang beberapa bulan kemudian, sang kakek meninggal dunia dan Talita ibunya yang sudah janda dan kakaknya Sri Rahayu yang masih berusia sembilan tahun.
Kehidupan Talita semakin tidak menentu, rumah mereka juga tidak layak huni, maka perangkat desa sepakat membangun satu unit rumah untuk keluarga miskin ini.
Rumahnya berlokasi terpisah di kebun pinang sekitar 7 Km arah selatan Kantor Camat Makmur.
Rumah ini juga sekitar 15 Km lebih dengan ruas jalan nasional Banda Aceh - Medan.
Sejak tidak ada lagi kakek dan ayahnya, Talita berkembang seadanya, mata tidak bisa melihat dan terdapat benjolan putih di kedua matanya.
Ketika ia mendengar panggilan namanya, dengan jari lentik ia mencoba membuka matanya, mungkin ingin melihat secara samar-samar.
Ketika Talita mendengar ada suara anak-anak lain bermain di luar rumah, ia juga ikut gembira dengan suaranya tidak jelas.
Ia bangun dengan kedua tangan dan kepala menopang ke tanah, kedua kaki ke atas mencoba
berjalan.
Hanya beberapa menit sudah capek kemudian ibunya membawa
pulang.
Wardaniah mengatakan ia menghidupi dua anaknya dengan membelah pinang milik warga.
Ketika pergi membelah pinang, Talita ikut dibawa dan ditidurkan dalam ayunan dekat dengannya.
Seusai Wardaniah kerja, ia dibawa pulang. Begitulah rutinitas Wardaniah menghidupi dua anaknya.
“Kalau sakit demam atau panas, saya hanya membawa ke Puskesmas Makmur saja, pengobatan lain belum ada,” ujarnya datar.
Wardaniah didampingi kepala Desa M Yunus mengaku beberapa hari lalu pernah dikunjungi tim ACT dari Bireuen.
Namun ia tidak mengetahui persis apa yang mereka lakukan.
Perangkat desa berharap ada yang peduli membantu Talita dan keluarganya.
“Pemkab Bireuen melalui Dinas Sosial sudah membantu sembako beberapa hari lalu dan sudah dikunjungi ACT.
Namun belum tahu bagaimana kelanjutan pengobatan Talita,” ujar Camat Azmi.
Wardaniah berharap anaknya bisa diobati maksimal, sehingga bisa berjalan, bisa melihat dan juga bisa bermain dengan anak-anak lainnya.
“Saya tidak tahu pengobatan ke mana, biaya juga tidak ada,” ujar Wardaniah. (*)