Berita Subulussalam

Selain Penjara, Dua Terdakwa Korupsi Proyek Fiktif DPUPR Subulussalam Juga Dituntut Rp 800 Juta

Tiga terdakwa perkara tindak pidana korupsi (tipikor) di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (DPUPR) Kota Subulussalam tahun 2019 dituntut..

Penulis: Khalidin | Editor: Jalimin
For Serambinews.com
Dua ASN Kota Subulussalam yang ditahan kejaksaan terkait kasus dugaan korupsi proyek fiktif di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (DPUPR) Kota Subulussalam tahun 2019 tiba Rumah Tahanan (Rutan) Kelas II B Singkil, Desa Ketapang Indah, Kecamatan Singkil Utara, Aceh Singkil. 

Laporan Khalidin | Subulussalam

SERAMBINEWS.COM, SUBULUSSALAM – Tiga terdakwa perkara tindak pidana korupsi (tipikor) di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (DPUPR) Kota Subulussalam tahun 2019 dituntut berbeda oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Tipikor Banda Aceh.

Infomasi tersebut diperoleh Serambinews.com Minggu (13/12/2020) dari laman resmi http://www.sipp.pn-bandaaceh.go.id/list_perkara/search.

Ketiga terdakwa tersebut yaitu, Saifullah Hanif, SE M Si, mantan sekretaris Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Subulussalam, Darmawansyah alias Agam selaku kontraktor serta Syukri Rosab staf di BKPD.

Dalam tuntutannya, pada sidang yang berlangsung Jumat (4/12/2020) lalu Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan para terdakwa dari pihak BPKD dan rekanan terbukti melakukan perbuatan yang melawan hukum.

Selain pidana penjara dua terdakwa yakni Saifullah dan Darmawansyah dituntut bayar total Rp 800-an juta ke negara.

Terdakwa Darmawansyah selaku rekanan dalam kasus proyek fiktif dituntut bayar ke negara sebesar Rp 644 juta.

Membebankan terdakwa Darmawansyah alias Agam untuk membayar uang pengganti sebesar Rp. 644.232.727 (enam ratus empat puluh empat juta dua ratus tiga puluh dua ribu tujuh ratus dua puluh tujuh rupiah)sertus lima puluh satu juta dua ratus enam puluh ribu rupiah).

Dan apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti dalam waktu 1 (satu) bulan  setelah putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, harta bendanya dapat disita oleh Jaksa untuk menutupi uang pengganti tersebut.

Dan apabila tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut maka terdakwa dipidana dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun ;” demikian petikan putusan di web resmi PN Banda Aceh.

Sementara terdakwa Saifullah Hanif dituntut membayar uang ke negara senilai Rp 151 juta.

Membebankan terdakwa SAIFULLAH HANIF SE MSi Bin DAMHURI SP MM untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 151.260.000  (sertus lima puluh satu juta dua ratus enam puluh ribu rupiah)

Dikurangkan dengan uang yang dititipkan oleh saksi Khainuddin kepada Penuntut Umum sebesar Rp. 96.960.000,- (sembilan puluh enam juta sembilan ratus enam puluh ribu rupiah)

Baca juga: Cegah Penyebaran Covid-19, Sidang Korupsi Proyek Fiktif DPUPR Subulussalam Secara Virtual

Baca juga: Dialog Keagamaan, Menag Fachrul Razi Sebut Isu Kerukunan Antar Umat Beragama Sudah Selesai di Aceh

Baca juga: Dua Unit Rumah dan Satu TPA di Alue Keumang Pante Ceureumen Menanti Ambruk ke Sungai

Dan uang yang dititip oleh saksi LUKMAN KAIFA kepada Penuntut Umum sebesar Rp. 54,300.000  (lima puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah)  dengan jumlah keseluruhan Rp 151.260.000,- (sertus lima puluh satu juta dua ratus enam puluh ribu rupiah) sehingga uang pengganti yang dibebankan kepada terdakwa menjadi nihil.

Dalam kasus tersebut ketiga terdakwa dinyatakan bersalah oleh JPU. Ketiganya dinilai bersalah melakukan tindak pidana "Korupsi secara bersama-sama" sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1) huruf a, b, ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana dalam dakwaan primair kami ;

Untuk terdakwa Saifullah Hanif dituntut dengan pidana penjara selama 7 (tujuh) tahun dengan dikurangkan lamanya terdakwa berada didalam tahanan dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan dan denda sebesar Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) subsidair 3 (tiga) bulan kurungan.

Sementara terdakwa Darmawansyah, dituntut dengan pidana penjara selama 8 (delapan) tahun dengan dikurangkan lamanya terdakwa berada didalam tahanan dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan dan denda sebesar Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) subsidair 3 (tiga) bulankurungan.

Sedangkan terdakwa Syukri Rosab dituntut dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun dengan dikurangkan lamanya terdakwa berada didalam tahanan dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan dan denda sebesar Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) subsidair 3 (tiga) bulankurungan.

Baca juga: Cegah Penyebaran Covid-19, Sidang Korupsi Proyek Fiktif DPUPR Subulussalam Secara Virtual

Baca juga: Dua Unit Rumah dan Satu TPA di Alue Keumang Pante Ceureumen Menanti Ambruk ke Sungai

Baca juga: Dialog Keagamaan, Menag Fachrul Razi Sebut Isu Kerukunan Antar Umat Beragama Sudah Selesai di Aceh

Sidang kasus korupsi proyek fiktif tersebut disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh.

Dalam kasus ini proses sidang sebagian dilaksanakan secara virtual atau video converence. Hal ini karena situasi covid-19.

Tiga terdakwa mengikuti sidang secara virtual dari Rumah Tahanan (Rutan) Kelas II B Singkil, Desa Ketapang Indah, Kecamatan Singkil Utara, Aceh Singkil

Dalam sidang beberapa waktu lalu Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan delapan orang saksi dalam persidangan ketiga perkara korupsi proyek fiktif di Pengadilan Tipikor Banda Aceh.

Satu dari delapan saksi adalah Alhaddin, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (DPUPR) Kota Subulussalam.

Kemudian seorang lagi Eddi Mofizal, mantan Kadis PUPR Kota Subulussalam yang sekarang juga menempati jabatan serupa di Kabupaten Aceh Tamiang.

Selain itu jaksa juga memanggil Jupril selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dalam kasus proyek fiktif DPUPR Subulussalam.

Selanjutnya  Musjoko Isneini Lembeng mantan Sekretaris DPUPR Subulussalam serta sejumlah staf kantor tersebut.

Baca juga: Sungai Arakundo Meluap, Tiga Desa di Pante Bidari Kembali Terendam Banjir

Baca juga: Sudah Sembilan Malam Warga Dua Desa di Aceh Utara Mengungsi ke Meunasah

Baca juga: Bupati Nagan Raya Lantik Ipelmasra Banda Aceh

Kasus ini sendiri mulai terkuak awal September 2019 lalu. Kala itu, selain proyek fiktif mencuat pula kasus proyek bermasalah lainnya yakni dua kali bayar.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (DPUPR) Kota Subulussalam Alhaddin yang dikonfirmasi wartawan di ruang kerjanya Senin (8/11/2019) membenarkan.

Namun terkait dugaan proyek fiktif berupa pembangunan MCK di Penanggalan maupun jalan sebelum dia menjabat di dinas itu.”Kabar-kabar yang beredar begitu tapi itu sebelum saya menjabat,” kata Alhaddin.

Alhaddin mengakui mendapat informasi soal desas-desus dugaan proyek fiktif di dinas tersebut. Alhaddin sendiri mengaku masuk ke dinas tersebut September lalu sehingga jika pun terjadi kegiatan tersebut sebelum menjabat di DPUPR.

Selain itu, Alhaddin juga memastikan proses penarikan dana yang diduga fiktif bukan dari DPUPR tapi Badan Pengelolaan keuangan Daerah (BPKD).

Sedangkan kasus lain yakni dugaan proyek yang nilainya miliaran Alhaddin mengaku telah memerintahkan anggotanya menelusuri ke BPKD dan menemukan lima paket pekerjaan  yang dicurigai.

Kelima paket pekerjaan yang dananya mencapai Rp 895 juta itu adalah pembangunan jalan.

Baca juga: Sudah Sembilan Malam Warga Dua Desa di Aceh Utara Mengungsi ke Meunasah

Baca juga: Bupati Nagan Raya Lantik Ipelmasra Banda Aceh

Kelimanya yakni paket jalan di kampung Bangun Sari Kecamatan Longkib senilai Rp 186 juta. Lalu paket pekerjan  jalan Kampung Suka Makmur Kecamatan Simpang Kiri senilai Rp 176 juta.

Selanjutnya, paket pekerjaan jalan Panglima Sahman Kecamatan Rundeng  sebesar Rp 182 juta dan paket pekerjaan jalan kampong Lae Saga, Kecamatan Longkib senilai Rp 176 juta.

Terakhir, paket pekerjaan senilai Rp 175 juta senilai Rp 175 juta. Total anggaran kelima paket ini mencapai Rp 895 juta.

Modus permainan terhadap kelima proyek ini disinyalir dananya sudah ditarik padahal pekerjaan belum ada. Paket ini rencananya masuk dalam anggaran perubahan 2019.

Namun setelah mendapat informasi terkait, Kadis PUPR Alhaddin memerintahkan agar pekerjaan kelima proyek tersebut tidak tidak dilanjutkan.

“Anggota saya suruh menelusuri ke BPKD dan ada lima paket proyek yang disinyalir dananya sudah ditarik dan ini sudah saya perintahkan untuk tidak diproses,” pungkas Alhaddin

Baca juga: Terobos Banjir, Berjalan Kaki Haji Uma Antar Bantuan ke Aceh Timur, 3 Desa Pante Bidari Banjir Lagi

Baca juga: Bahasa Gayo Terancam, Ketua Majelis Adat Gayo Usul Lagi Pembentukan Balai Bahasa Gayo

Baca juga: Proyek Bendungan Rukoh Beranggaran Rp 3 Triliun Rampung Tahun 2022, Ini Fungsinya Saat Beroperasi

Selanjutnya, kejaksaan Negeri Subulussalam melakukan penyelidikan (lidik) kasus dugaan proyek fiktif yang terjadi di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahaan Rakyat (DPUPR) setempat.

Hal itu disampaikan Kepala Kejaksaan Negeri Subulussalam (Kajari), Mhd Alinafiah Saragih kepada Serambinews.com, Rabu (29/1/2020).

Dalam proses pengusutan kasus terkait, kejaksaan sudah memeriksa setidaknya 17 orang yang terkait dengan kelima proyek fiktif serta bantuan hibah.

Selain itu, kejaksaan juga telah memeriksa dua orang terlapor yang disebut sebagai aktor utama dalam kasus proyek fiktif.

Kedua aktor utama ini berinisial Saifullah Hanif dan  Darmawansyah Alias Agam masing-masing berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) di BPKD serta rekanan atau direktur CV. AZKA ALDRIC.

Kemudian, Kajari Subulussalam Alinafiah menggelar konferensi pers di hadapan para wartawan beberapa menit setelah timnya melakukan penggeledahan.

Penggeledahan dilakukan di Kantor Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) serta Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (DPUPR) Kota Subulussalam, Selasa (3/3/2020).

Penggeledahan tersebut dilakukan lantaran penyidik kesulitan mendapatkan dokumen terkait kasus korupsi dari terlapor.

Baca juga: Fachrul Razi Lantik Pengurus Pejuang Bravo 5 Aceh, Irun Sani SE MM Jabat Ketua DPD

Baca juga: Pengurus WKM Pelati Dilantik, Sekcam Minta Sinergi Membangun Labuhanhaji Timur

Penggeledahan tersebut terkait pengumpulan sejumlah dokumen pendukung untuk kepentingan penyidikan kasus korupsi yang melibatkan BPKD dan DPUPR Subulussalam.

Pantauan Serambinews.com tim kejaksaan yang terdiri dari Kasi Pidsus Ika Liusnardo Sitepu, Kasi Pidum Hendra Damanik, Kasi Intel Irfan Hasyri serta petugas lainnya tiba di lokasi kantor sekitar pukul 10.30 WIB.

Mereka awalnya masuk ke ruang Kepala Dinas BPKD Subulussalam, Drs Salbunis untuk menyerahkan surat perintah penggeledahan

Menurut Kajari Alinafiah, kejaksaan terpaksa melakukan penggeledahan karena adanya kesulitan dalam mendapatkan dokumen terkait kasus tersebut.

Ditambahkan, meski terlapor kooperatif saat diperiksa namun dalam hal dokumen enggan memberikan.

”Dalam kasus ini penyidik penyidik kesulitan mendapatkan dokumen dari terlapor maka kita terpaksa melakukan penggeledahan untuk kelengkapan pembuktian. Dokumen-dokumen itu sebelumnya tidak dapat kita peroleh sehingga dilakukanlah penggeledahan,” ujar Kajari Alinafiah

Pada kasus ini kejaksaan menyatakan terjadi penyimpangan yang keterlaluan. Pasalnya, kasusnya bukan hanya fiktif pelaksanaan tapi juga dalam dokuen penganggaran.

Lebih jelas disampaikan dalam kasus lima paket proyek yang nilainya Rp 795 jutaan lebih itu tidak masuk dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA).

Baca juga: DPRK Aceh Barat Desak BPBD Segera Selamatkan Jalan Lhok Guci yang Digerus Erosi

Baca juga: Mahasiswa Unida Datang ke Lokasi Korban Banjir di Aceh Utara dan Aceh Timur, Untuk Salur Bantuan

Belakangan dilaksanakan hingga merugikan keuangan Negara. Kejaksaan sudah menyampaikan permintaan audit dan saat ini sedang dalam proses perhitungan kerugian Negara.

Kajari pun memastikan kasus ini segera dituntaskan. Ada sederet nama yang telah diperiksa kejaksaan.

Selanjutnya, Rabu (6/5/2020) Kejaksaan Negeri (Kejari) Subulussalam menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus dugaan lima proyek fiktif tahun 2019 di daerah.

Penetapan ketiga tersangka disampaikan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Subulussalam, Mhd Alinafiah Saragih, SH dalam keterangan persnya kepada Serambinews.com.

Ketiga orang yang ditetapkan kejaksaan sebagai tersangka dalam kasus proyek  fiktif senilainya Rp 795 juta ini masing-masing Saifullah Hanif, Syukri Rosab dan Darmawansyah Alias Agam.

Tersangka SH merupakan mantan pejabat di Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) dengan jabatan terakhir sebagai sekretaris.

Pun demikian tersangka Syukri Rosab berstatus ASN di BPKD sebagai staf pelaksana akuntansi. Sementara Darmawansyah merupakan pihak swasta sebagai rekanan dalam kasus proyek fiktif ini.

Baca juga: Sungai Arakundo Meluap, Tiga Desa di Pante Bidari Kembali Terendam Banjir

Baca juga: Tiga Ulama Beri Tausiah di Dayah Darul Ulumuddiniyah Abdya, Malam Ini Diisi Abi Wahidin

Sebelumnya, Kejaksaan Negeri Subulussalam juga melakukan penahanan terhadap Darmawan alias Agam Minggu (31/5/2020) pagi  lalu.

Agam merupakan rekanan kasus proyek fiktif di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (DPUPR) setempat.

Tersangka Agam yang ditangkap kejaksaan Minggu (31/5/2020) pagi tadi akan ditahan Rumah Tahanan (Rutan) Kelas II B Singkil, Desa Ketapang Indah, Kecamatan Singkil Utara, Aceh Singkil

Tersangka Agam dibawa ke Rumah Tahanan (Rutan) Kelas II B Singkil, Desa Ketapang Indah, Kecamatan Singkil Utara, Aceh Singkil.

Kemudian Jaksa juga melakukan penahanan terhadap Saifullah Hanif selaku mantan sekretaris Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Kota Subulussalam bersama staf BPKD Syukri Rosab, Selasa (4/8/2020) petang.

Keduanya akan ditahan Rumah Tahanan (Rutan) Kelas II B Singkil, Desa Ketapang Indah, Kecamatan Singkil Utara, Aceh Singkil.

Kepala Kejaksaan Negeri Subulussalam, Mhd Alinafiah Saragih, SH dalam keterangan persnya kepada Serambinews.com membenarkan penahanan kedua ASN atas kasus tersangka korupsi

Penahanan tersebut dilakukan pada pukul 16.00 WIB tadi dan langsung diboyong ke Rutan Kelas II B Singkil, Desa Ketapang Indah, Kecamatan Singkil Utara, Aceh Singkil.

Kajari Alinafiah mengatakan kedua ASN tersebut ditahan terkait kasus dugaan korupsi proyek  fiktif di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (DPUPR) Kota Subulussalam tahun 2019.(*)

Baca juga: Tiga Ulama Beri Tausiah di Dayah Darul Ulumuddiniyah Abdya, Malam Ini Diisi Abi Wahidin

Baca juga: Proyek Bendungan Rukoh Beranggaran Rp 3 Triliun Rampung Tahun 2022, Ini Fungsinya Saat Beroperasi

Baca juga: VIDEO - Unik, Lomba Balap Unta di Qatar, Jokinya Robot

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved